BANTUL, Suara Muhammadiyah - Semakin hari pelanggaran etika profesi di sektor kesehatan kian menjadi sorotan publik. Mulai dari malapraktik hingga perilaku tidak profesional yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia.
Kondisi ini menuntut adanya upaya sistematis dalam pencegahan dan penegakan kode etik profesi, agar praktik pelayanan kesehatan di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan nilai kemanusiaan dan profesionalisme. Untuk itu, peran institusi pendidikan menjadi krusial guna membentuk karakter dan sikap profesional tenaga Kesehatan, terkhusus perawat dalam memajukan kualitas kesehatan di Indonesia.
Menyikapi meningkatnya pelanggaran etika profesi di sektor kesehatan, Wulan Noviani, Ns., MM., MKep., PhD., dosen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melakukan pengabdian berupa sosialisasi profesional dan etika profesi dalam praktik keperawatan, pada (30/5) lalu di UMY.
Sosialisasi ini menjadi langkah nyata dari FKIK UMY untuk mengedukasi dan memberikan bekal mahasiswa keperawatan, yang kedepannya akan terjun langsung di dunia praktik kesehatan tentang profesional dan etika profesi.
“Beberapa pelanggaran etika profesi yang akhir–akhir ini muncul di media sosial disebabkan karena kurangnya pemberian fondasi terkait dengan dasar nilai–nilai profesional. Dimana dasar nilai tersebut akan membentuk nilai atau sikap profesional seorang perawat yang sesuai dengan standar praktik,” tegas Wulan saat diwawancarai pada Selasa (10/6) di Gedung Siti Walidah UMY.
Sosialisasi profesional yang juga melibatkan organisasi Morse FKIK UMY ini, menjadi tindak lanjut dari penelitian dan pengabdian yang sempat dilakukan oleh Wulan pada awal tahun 2025 lalu di Malaysia.
“Merujuk dari hasil dan evaluasi pengabdian, sosialisasi profesional menjadi penting untuk dilakukan guna menekankan nilai, norma, perilaku guna menanamkan identitas profesi yang kuat kepada 115 peserta yang terdiri dari mahasiswa semester 2 UMY dan delapan sisanya berasal dari Universiti Malaya, Malaysia,” ungkap Wulan.
Wulan menekankan pentingnya skill adaptasi sebagai salah satu bentuk profesional sebagai seorang perawat agar dapat berkontribusi efektif di lingkungan klinik. Skill adaptasi dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk mengangkat jati diri seorang perawat di mata dunia.
“Sehingga, seorang perawat harus independen atau mandiri, cakap secara pengetahuan, dan unggul dalam hal teknologi. Sebab , saat ini tuntutan seorang perawat menjadi sangat kompleks dan dinamis. Apabila seorang perawat tidak menjadi pembelajar yang adaptif, maka jelas bisa tertinggal. Hal ini juga menjadi penekanan yang kami berikan pada saat sosialisasi,” tambahnya.
Sebagaimana dosen Keperawatan UMY ini meyakini ketika seorang perawat lulusan UMY dapat menunjukkan jati dirinya, maka public image seorang perawat akan menjadi lebih baik. Untuk menciptakan public image yang baik seorang perawat harus memiliki komunikasi yang efektif, kesopanan, dan keramahan.
“Sosialisasi ini menggunakan metode pair learning, sehingga memungkinkan bagi peserta untuk belajar tentang skill komunikasi, etika profesi, dan prospek kerja ke depan bagi seorang perawat. Pembelajaran ini dilakukan dengan teman sebayanya yang dipandu oleh Morse FKIK UMY sebagai fasilitator, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan,” pungkasnya. (NF/m)