Pemalsuan Hadits (Bagian ke-1)

Publish

7 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
2362
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Pemalsuan Hadits (Bagian ke-1)

Oleh: Donny Syofyan

Berbicara tentang hadits, kita memahaminya sebagai apapun yang dilakukan dan disetujui oleh Nabi Muhammad SAW. Tapi ada fenomena menarik yang tak bisa diabaikan, yakni tentang hadits-hadits palsu. Ini adalah kenyataan yang sangat disayangkan bahwa ada orang-orang yang mengarang hadits. Mereka mengklaim bahwa Nabi SAW mengatakan, melakukan atau menyetujui sesuatu. Ini mendorong orang lain untuk melakukan dan mempraktikkan hal yang sama.

Di zaman Nabi SAW ini hampir tidak mungkin terjadi karena Nabi masih hidup. Tidak ada yang berani berbohong karena hal itu akan segera diketahui. Tapi kebohongan yang mengatasnamakan hadits Nabi tetap saja terjadi. Sebuah riwayat, misalnya, mengungkapkan sebuah peristiwa menarik. Seorang pria menemui ayah dari seorang gadis. Dia ingin menikahi gadis itu dan mengatakan bahwa Nabi SAW mengirimnya untuk menikahi putri bapak itu. Ketika diselidiki ditemukan bahwa Nabi tidak pernah mengeluarkan perintah itu. Jadi pria itu telah berbohong. Ini terjadi dalam masa Nabi.

Tapi tentu saja hal seperti ini tidak banyak terjadi semasa Nabi. Tetapi kita dapat melihat betapa mudahnya seseorang salah melaporkan. Untuk alasan apa pun, seseorang mungkin ingin mendapatkan keuntungan tertentu, sama seperti keinginan seorang pria untuk menikahi gadis tadi. Untuk tujuan pribadi tertentu, orang bisa mengarang cerita. Pada umumnya kita berurusan dengan pemalsuan hadits yang terjadi setelah Nabi SAW wafat. Sekarang beliau tidak ada lagi sehingga kita tidak bisa mengecek ulang kebenarannya (check and recheck) kepada beliau. 

Sejumlah ulama dalam sejarah kemudian menyusun kitab-kitab yang berisikan daftar hadits-hadits palsu, seperti yang ditulis oleh Ibnul Jauzi. Beliau menulis kitab Al-Maudhu`at yang memuat hadits-hadits palsu. Bahkan sekarang dalam terjemahan bahasa Inggris, kita bisa menemukan sejumlah buku tentang hadits-hadits palsu. Ini memberi kita contoh tentang hal-hal yang dipalsukan orang di masa lalu. Ini fungsional menyadarkan kita jika seseorang muncul dengan suatu riwayat dan menyandarkannya kepada Nabi SAW, maka kita harus waspada terhadap ini.

Terlepas dari semua peringatan dan fenomena  yang sudah ratusan tahun ini, kita tanpa sadar masih mengucapkan dan menyimpan hadits-hadits yang dianggap dalam pikiran kita. Mau tak mau tentu ada rasa bersalah juga. Saya pernah menemukan sebuah video di YouTube yang ingin memperingatkan umat Islam agar tidak mengikuti hadis-hadis palsu. Video ini berisi potongan ceramah tokoh-tokoh Muslim terkenal di dunia yang terbukti mengutip hadits-hadits palsu.

Video ini mengingatkan saya bagaimana kita begitu sering dan gampang mendengarkan riwayat-riwayat hadits palsu. Semakin memalukan dan sensasional suatu riwayat, semakin ia banyak beredar, layaknya media sosial. Terkadang kita sulit mengingat perbedaan antara yang asli dan yang palsu karena semuanya ada di pikiran kita. Kita mendengarkan hadits-hadits palsu tersebut seperti lagu di kepala kita. Sebagai misal, dalam video itu saya menemukan seorang penceramah terkenal mengutip hadits yang mengatakan bahwa ketika kita berkurban karena Allah maka kita mendapatkan pahala sebanyak rambut pada hewan itu. Selama ini saya berpikir ini adalah riwayat yang sahih. Kita mendengarnya berkali-kali dan juga mengulanginya berkali-kali. Tapi menurut klip itu, ini bukan hadits sahih tapi palsu. Ini menunjukkan bahwa kita semua bisa jatuh ke dalam perangkap hadits-hadits palsu dengan mudah.

Jadi apa yang telah dilakukan merespon riwayat-riwayat palsu ini? Para ulama atau pakar hadits berupaya membedakan antara riwayat yang palsu dan informasi otentik yang dapat ditelusuri sampai ke Nabi Muhammad SAW. Menyikapi hadits-hadits palsu artinya berurusan dengan orang-orang yang mengatakan bahwa Nabi mengatakan A, B, dan C. Situasi ini berbeda bila yang kita hadapi adalah barang yang memiliki barcode dan kita memiliki alat yang dapat memindai barcode itu. Saat pemindai ini mengeluarkan bunyi beep maka kita langsung mengetahui bahwa ini asli, begitu pula sebaliknya. Ini adalah proses mekanis tanpa keterlibatan penilaian manusia.

Sebaliknya, berhubungan dengan perkara hadits bukanlah proses mekanis. Ada unsur pertimbangan manusia. Katakankan Anda seorang pakar hadits. Maka Anda perlu melihat dan menilai seorang perawi yang mengatakan Nabi SAW mengatakan sesuatu tapi tidak bertemu dengan beliau. Dari siapa dia mendapatkannya? Siapa sumbernya dan apakah sumber itu bisa dipercayai? Katakanlah si perawi dianggap memiliki keyakinan yang berbeda dengan Anda. Mungkinkah dia mengarang suatu riwayat untuk mendukung keyakinannya yang bertentangan dengan keyakinan saya? Bila ya, maka saya tidak akan mengambil riwayat ini. Saya tidak akan menerima apa pun yang dikatakannya karena dia pembohong. Tapi ada orang-orang lain yang percaya kepada orang itu. Mungkin saja mereka mengambil semua riwayat darinya. Jadi ada faktor manusia berupa penilaian yang berbeda tentang riwayat siapa yang akan diambil.

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Dari Darus-Salam Menuju Darus-sosialis: Cara Pak Kasman Memahami Perempuan dalam Islam Oleh: M....

Suara Muhammadiyah

27 September 2023

Khazanah

Peta dan Kartografi di Dunia Islam Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU dan Kepala....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Khazanah

Apakah Islam Mengistimewakan Arab di atas Non-Arab? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya....

Suara Muhammadiyah

22 March 2024

Khazanah

Mengenal Surah-Surah Makkiyah dan Madaniyah Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

8 April 2024

Khazanah

Serangan Mongol (Bagian ke-2)  Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universita....

Suara Muhammadiyah

19 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah