YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Perkembangan zaman membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal globalisasi yang memengaruhi banyak sisi kehidupan, terutama perempuan Muslim di Indonesia. Globalisasi, yang menghubungkan berbagai budaya dan sistem sosial di seluruh dunia, menghadirkan tantangan tersendiri bagi perempuan Muslim dalam mempertahankan identitas dirinya sebagai seorang muslim.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana perempuan muslim dapat menavigasi keseimbangan antara mempertahankan ajaran Agama Islam dan menghadapi pengaruh globalisasi yang kian kuat.
Pada dasarnya identitas Islam selalu berkaitan dengan Al – Qur’an, hadits, menghargai kesetaraan, dan bahkan Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk menghargai keberagaman budaya. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan Prof. Dr. Nahlah Shabry Elsiedy di dalam acara Kuliah Umum bertajuk “Keseimbangan antara Identitas Islam dan Globalisasi Pengalaman Perempuan Muslim” pada Sabtu (08/02) di Ruang Sidang Utama AR. Fachruddin A Lt. 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
“Bahkan identitas Islam selalu menghargai dan menjunjung tinggi seorang perempuan. Ketika bicara tentang perempuan maka kita tidak hanya berbicara terkait dengan isu perempuan saja, tetapi justru kita bicara tentang bangsa dan negara. Sebab perempuanlah yang mencetak generasi bangsa,” jelas penasehat Syeikh Al – Azhar tersebut.
Tantangan seorang perempuan muslim menurut Nahlah, dalam mempertahankan identitas dirinya di tengah fenomena lunturnya identitas Islam diyakini berasal dari faktor eksternal atau luar, yakni adanya tekanan sosial untuk menyesuaikan diri dengan standardisasi ke barat – baratan. Bahkan dengan adanya perkembangan sosial media yang pesat pun banyak merubah pola pikir seorang perempuan Islam yang harus merujuk atau sesuai dengan tren media sosial.
Semakin miris lagi, saat ini banyak anak – anak di bawah umur yang seharusnya menikmati masa kecilnya untuk bersosialisasi dan bermain justru sibuk dengan gadgetnya. Nahlah sebagai seorang tokoh penting perempuan di Mesir ini dengan tegas menyatakan bahwa fenomena yang sedang menjamur tersebut sangatlah berbahaya dan menjadi salah satu faktor rusaknya identitas seseorang muslim sejak dini.
“Dari banyak tantangan yang ada, memiliki pondasi agama yang kuat sejak kecil menjadi hal yang sangat fundamental dan benar – benar harus direalisasikan bagi perempuan khususnya. Melalui pondasi agama yang kuat, kita sebagai seorang perempuan tetap bisa berperan menjadi masyarakat global dengan berbagai macam perkembangannya tanpa melupakan identitas diri sebagai perempuan muslim,” tegas Nahlah.
Terlebih lagi, tokoh perempuan hebat ini berpesan agar seorang perempuan harus terus melakukan wirid untuk bisa menghadapi dan membentengi diri dari dampak negatif globalisasi.
“Sehebat apapun perempuan, perbanyaklah wirid atau berdoa. Sebab doa lah yang menjadi satu – satunya cara untuk membentengi diri dari hal – hal negatif. Jangan sampai terkecoh dengan duniawi yang dapat menggoyahkan integritas diri kita. Jadilah perempuan Islam yang hebat dan berintegritas,” tutup Nahlah. (NF)