YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Melalui Sharing Session Filantropi Muhammadiyah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan studi tentang Filantropi Muhammadiyah melalui Zoom Meeting pada Selasa (14/5).
Dalam pengantarnya, Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN Dr. Aji Sofanudin mengatakan bahwa Sharing Session Filantropi Muhammadiyah tersebut merupakan bagian dari rangkaian riset di BRIN. “Ini bagian dari riset kami, dan khususnya dalam rangka mengajak berkolaborasi dengan Lazismu Muhammadiyah terkait praktik baik dan apa yang sudah dilakukan oleh Lazismu Muhammadiyah,” katanya.
Pihaknya menambahkan, bahwa mengacu spirit pada filantropi, seperti logonya Lazismu atau Muhammadiyah itu kan matahari yang intinya bermakna untuk negeri.
Ketua LazisMU PW Muhammadiyah DIY Jefree Fahana mengatakan bahwa LAZISMU D.I. Yogyakarta (DIY) merupakan Lembaga Zakat Nasional perwakilan Wilayah yang mendapatkan Rekomendasi BAZNAS DIY No. 33/SU/BAZNAS-DIY/2/2019 dan izin Kementrian Agama Wilayah DIY No. No 380 Tahun 2019 serta SK pembentukan dari LAZISMU Pusat No. 1789.BP/KEP/I.19/B/2023.
“Dalam perkembanganya LAZISMU DIY terus mengalami peningkatan dalam pertumbuhan Kantor Layanan. Dalam tiga tahun terkahir jumlah kantor LAZISMU DIY mencapai 160 Kantor. Pada Tahun 2020 sebanyak 92 kantor, mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2021 sebanyak 134 Kantor dan pada tahun 2022 -2023 sebanyak 160 kantor,” ujar Jefree dalam paparannya.
Dari jumlah itu, LAZISMU DIY ditetapkan sebagai LASIZMU terbanyak yang memilili 160 kantor layanan. "Ini berada di bawah AUM atau di luar AUM,” tambahnya.
Tahun 2023, LAZISMU DIY mendapatkan Lembaga penghimpun terbanyak di DIY oleh Kementerian Agama Provinsi DIY karena berhasil menghimpun sebanyak Rp. 43.917.270.132,91. Pihaknya mengatakan, bahwa pengelolaan LAZISM DIY sudah mendapatkan WTP. “Donatur saat ini sudah kritis,” kata dia.
Di sisi lain, sebagai lembaga amil zakat nasional, LAZISMU telah menyelaraskan program kerjanya dengan visi Muhammadiyah serta dalam Penyaluranya selaras pada rekomendasi Muhammadiyah paska Muktamar dan Tujuan Pembangunan yang berkelanjutan (SDGs).
Sementara itu, narasumber utama Kepala Badan Pengurus LAZISMU PP Muhammadiyah Ahmad Imam Mujadid Rais mengatakan bahwa capaian dan pengembangan LAZISMU pada tata kelola mendapatkan kategori baik. Rinciannya adalah pada aspek perencanaan dan pengembangan, pengendalian dan ketaatan hukum, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan, keberlanjutan lembaga zakat, pelaporan, dan teknologi. “Dampak zakat kita mendapatkan kategori cukup baik, dan Indeks Zakat Nasional kategori stabil,” tambahnya.
Pihaknya juga memaparkan 6 Pilar Program Pendistribusin dan Pendayagunaan LAZISMU, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial dakwah, kemanusiaan, dan lingkungan.
Sedangkan Program Perkhidmatan Risalah Islam Berkemajuan, katanya, yaitu pada aspek keumatan, kebangsaan, kemanusiaan, global, dan masa depan. Pihaknya juga merinci delapan asnaf dan juga persentase program/kegiatan SDGs Lazismu yang telah berjalan beserta rincian capaiannya.
Dalam kesempatan itu, dipaparkan pula materi dari narasumber Dosen Universitas Gadjah Mada Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi, dan Periset PR Masyarakat dan Budaya BRIN M. Nur Prabowo Setyabudi.
Ghifari dalam paparannya bertajuk “Kontekstualisasi Spirit al-Mauun: Perjalanan Filantropi Muhammadiyah” mengatakan bahwa Filantropi Muhammadiyah Pasca-1931 terdiri atas pelembagaan filantropi Muhammadiyah berada di amal usaha, seperti masjid, panti asuhan, sekolah, dan lainnya, juga dalam bentuk event, seperti khitan massal gratis, program bayi sehat, safari qurban dan bakti sosial. “Stagnansi (kejumudan) inovasi filantropi berlangsung cukup lama setelah itu,” katanya.
Selain itu juga pembentukan posko bencana alam mulai semarak 1960-an (meski diyakini cikal bakal lembaga kebencanaan Muhammadiyah sejak letusan Kelud 1919). Posko masih bersifat ad-hoc.
Filantropi Muhammadiyah di masa kontemporer dalam paparannya, LAZISMU yang dibentuk 2002 (dikukuhkan oleh Menteri Agama RI sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002) merupakan wujud institusionalisasi filantropi berikutnya dari Muhammadiyah. Lazismu lebih banyak difungsikan sebagai alat fundrising sedangkan untuk pentasyarufannya melalui majelis dan lembaga lain, yaitu Lembaga Resiliensi Bencana (MDMC), Majelis Pelayanan Sosial (MPS), Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU), Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPS), Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Majelis Pendidikan Tinggi (DIKTI), dan lainnya.
Sementara Prabowo Setyabudi menekankan tentang tantangan hari ini bagi lembaga filantropi, yaitu creative philanthropy, yang menekankan peran unik lembaga filantropi dan perlunya terobosan inovasi dan kreativitas oleh lembaga filantropi dalam pemecahan problem sosial.
Kegiatan yang dimoderatori Hamidulloh Ibda itu diikuti peneliti BRIN, akademisi, LAZISMU dari berbagai wilayah di Indonesia, mahasiswa, dan para aktivis filantropi. (diko)