Pentingkah Penjurusan di Jenjang SMA?
Oleh : Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak/LPPA PWA Kalbar
Bak bola liar yang semakin hangat menjadi buah bibir, diskusi arah dan kemana mutu pendidikan dengan segala sub bagiannya akan selalu menarik untuk diulas. Kebijakan silih berganti tanpa terlebih dahulu ada sosialisasi untuk mengukur sejauh mana efek atau keberhasilan kurikulum sebelumnya menjadi polemik di segala tingkat masyarakat. Jika guru sebagai komunikator kebingungan, galau dan tak jarang cenderung putus asa dalam mengimplementasikan tujuan dan sasaran pembelajaran, lalu bagaimana dapat optimal mentransfer ilmu kepada peserta didik. Pertanyaan-keadaan yang sejatinya sering dilontarkan oleh para guru saat menghadapi gempuran tugas, kewajiban dan hasil sekaligus.
Tentu saja, persoalan ini tidak boleh dipandang remeh temeh, atau dianggap tidak terlalu penting dibahas, dengan pembenaran "toh selama ini penyesuaian bisa dilakukan walaupun dikeluhkan diawal". Keluhan sering dianggap sebagai proses yang pasti dihadapi sebagai bagian adaptasi, maka saat pergantian kebijakan seperti kurikulum yang berubah, guru, dosen, tenaga pendidik dan kependidikan "berusaha" tidak terlalu pusing memikirkannya. Mereka mengikuti alur saja, menyesuaikan diri sebatas kemampuan dan kesanggupan. Namun faktanya, himpitan kebingungan akan terus menyelimuti, sebab harus diakui transfer ilmu tidak saja membutuhkan pendidik yang pandai, cerdas, strata pendidikan sesuai, pribadi hangat menyenangkan dengan sikap dan kata-kata menginsipirasi, tetapi juga SDM dengan manajerial baik. Kumpulan manusia bergelar pahlawan tanpa tanda jasa yang harus sanggup/mampu update dan upgrade ilmu pengetahuan dan informasi mengikuti zaman dengan tagihan kinerja yang juga harus memenuhi berbagai standar untuk mendapatkan nilai capaian baik.
Pendidik era kini, harus terus mengasah kemampuan agar tidak tertinggal, namun mereka tidak diberi ruang luas untuk dapat memperkaya wawasan karena harus fokus mengisi item tagihan kinerja. Sesuatu yang menurut penulis, lambat laun akan menurunkan kecerdasan berpikir pendidik jika gempuran tugas membatasi ruang gerak melakukan banyak kegiatan menambah kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas layanan. Harus kita ingat bahwa, kualitas pendidikan tidak akan melampaui kualitas pendidiknya. Jadi jika pendidik tidak mampu mengimplementasikan apa yang harus dicapai (sesuai kurikulum), bagaimana mungkin hasil optimal dalam proses pembelajaran sesuai tujuan.
Maka, siapapun pasti bersepakat pendidik harus diberi ruang (waktu) berupa kebijakan baku untuk memperkaya diri lewat wawasan, pengalaman dengan mengikuti serangkaian kegiatan diluar tugas mengajar.
Penjurusan dalam Jenjang Pendidikan
Tahun 2024 setelah diwajibkan implementasi kurikulum merdeka dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi, kejutan dalam arah pendidikan menengah kembali disampaikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang secara resmi menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang pendidikan Sekolah Menegah Atas (SMA). Dalam releasenya, penghapusan atau penghilangan jurusan SMA akan segera diterapkan pada tahun ajaran 2024/2025. Kebijakan yang dinilai oleh banyak pemerhati pendidikan terkesan tergesa-gesa. Mereka menilai penjurusan di tingkat SMA selama ini menjadi identitas pendidikan menengah.
Penjurusan tingkat SMA berbeda diksi namun memiliki tujuan serupa. Kurikulum 2013 menyebut istilah peminatan sebagai pengganti penjurusan pada kurikulum 2006, yang diatur dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2014 Tentang Peminatan Pendidikan Menengah. Peminatan bermaksud sebagai proses berkesinambungan untuk memfasilitasi peserta didik sesuai dengan standar Pendidikan Nasional.
Didalam peminatan akan dilakukan serangkaian pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang yang ada di lingkungannya. Pihak sekolah akan melakukan serangkaian tes, mulai dari nilai peserta didik saat SMP, mengisi soal dan seleksi melalui wawancara yang dilakukan oleh guru BK.
Setelah proses klasifikasi, peserta didik akan ditempatkan dikelas sesuai kelompok. Setidaknya terdapat tiga peminatan jenjang SMA, kelompok Matematika dan Ilmu Alam (MIPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu Bahasa dan Budaya (IBB). Masing-masing peminatan memiliki prospek karir yang menjanjikan, tinggal kemampuan adaptif peserta didik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kemampuan diri.