Pentingnya Apresiasi Hasil Belajar Agar Menjadi Manusia Merdeka
Oleh: Fikrun Nadhofatul Islamiyah, Aktifis Hizbul Wathan. Mahasiswa S1 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya
Kita mengenal kurikulum sebagai pedoman pembelajaran yang dipersiapkan agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Di Indonesia, kurikulum yang dipakai saat ini adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka dinilai lebih fleksibel dan praktis daripada kurikulum sebelumnya yakni Kurikulum 2013. Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kekurangan karena belum siapnya perangkat pendidikan untuk peralihan dari K13 ke Kurikulum Merdeka.
Dalam kurikulum, terdapat 4 dimensi yakni dimensi ide, dimensi dokumen, dimensi proses, dan dimensi hasil. Nah, seringkali kita cenderung lebih fokus pada dimensi ide, dimensi dokumen, dan dimensi proses. Memang dimensi hasil ini sudah memiliki tujuan pasti. Namun kenyataannya, output dari hasil pembelajaran siswa-siswi di Indonesia masih banyak yang belum bisa memenuhi harapan. Maka dari itu, perlunya perhatian khusus pada hasil pembelajaran. Karena dari hasil belajar tersebut, akan dijadikan bahan evaluasi untuk pengembangan kurikulum kedepannya.
Terlebih lagi pada Kurikulum Merdeka yang baru berjalan sejak 2022 ini, hasil belajar peserta didik yang telah dai dapat dari proses belajar harus dijadikan fokus utama, agar dapat diketahui apakah Kurikulum Merdeka ini memang sudah sesuai dengan kebutuhan, atau masih perlu dibenahi di berbagai aspek.
Tujuan akhir dari belajar mengajar adalah bagaimana peserta didik dapat menjalani kehidupan bermasyarakat dengan menjadi manusia berilmu. Namun sayang, realita dilapangan masih menunjukan bahwa masih banyak sekali peserta didik yang mengalami salah jurusan. Padahal di sekolah menengah atas telah mengenal adanya peminatan. Apakah itu salah siswa yang tidak bisa bertanggung jawab atas keputusannya? Atau kurikulum yang tidak membantu? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak hanya membutuhkan sekedar jawaban namun juga memerlukan adanya solusi.
Selama ini kita melihat raport siswa sebagai bukti nilai kuantitatif hasil pembelajaran. Sedangkan nilai kualitatif hanya diuraikan seadanya atau hanya ditujukan pada nilai sikap. Pendidikan di Indonesia yang masih terstandarisasi oleh nilai akademik membuat banyak siswa putus asa dengan kemampuannya.
Padahal peserta didik terutama pada jenjang menengah membutuhkan validasi tentang kemampuan yang mereka miliki berupa dokumen tertulis agar mengangkat kepercayaan diri pada bidang yang mereka kuasai. Ini merupakan hal teknis yang belum semua sekolah memperhatikan pengembangan karir peserta didik untuk masa depan. Maka diharapkan adanya kebijakan langsung dari kurikulum atau pemerintah untuk lebih memperhatikan apresiasi kemampuan peserta didik selain pada bidang akademik.
Maka dengan berbagai jenis asesmen yang dapat membantu siswa mengetahui lebih dalam tentang minat bakatnya seperti tes RIASEC dan konsep Multiple Intellegence, dapat menjadi item yang dapat dimasukkan pada dokumen hasil pembelajaran. Misal seorang siswa memiliki hasil tes yang menunjukkan bahwa ia memiliki kecenderungan skill pada bidang seni rupa, maka akan mendapatkan pujian pada raport nya bahwa ia baik atau sangat baik pada bidang seni rupa. Hal ini bisa menjadi pertimbangan peserta didik untuk memilih instansi untuk melanjutkan pendidikannya. Dengan begitu, dapat meminimalisir peserta didik yang salah jurusan atau pun tidak tahu bakatnya apa.
Untuk mencapai keberhasilan, sangat diperlukan perhatian dan ketulusan guru untuk mengantarkan peserta didik menjadi orang sukses pada bidangnya masing-masing, agar kata sukses tidak hanya menjadi wacana masa depan bagi anak bangsa yang akan melanjutkan pembangunan negri serta menjadikan peserta didik menjadi manusia yang Merdeka lewat Kurikulum Merdeka.