Oleh: Iman Permadi
Tujuan diberikannya mata kuliah kemuhammadiyahan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) bukan Muhammadiyahisasi. Dengan kata lain, laa ikroha fii Muhammadiyah. Belajar kemuhammadiyahan di PTM tidak akan dipaksa untuk jadi Muhammadiyah (Muhammadiyahisasi). Artinya, mahasiswa yang berasal dari kultur keagamaan non-Muhammadiyah tidak akan dipaksa untuk bikin KTM (Kartu Tanda Muhammadiyah) dan aktif ber-IMM.
Jangankan sesama “server” (Muslim). Bahkan, menurut Muhammadiyah.or.id pada tahun 2023, 70% mahasiswa di Unimuda Sorong Papua yang non-Muslim, misalnya, juga tidak akan dipaksa bersyahadat, meskipun mengenakan almamater berlogo Muhammadiyah yang bertuliskan dua kalimat syahadat dan sebagian dari mereka hafal lagu Sang Surya. Mereka akan tetap bisa menjadi non-Muslim sekaligus beridentitas mahasiswa perguruan Muhammadiyah. Dalam hal ini, Prof. Abdul Mu’ti dan Dr. Fajar Riza Ul Haq menyebut fenomena ini sebagai “KrisMuha”.
Di PTM, kehendak bebas (free-will) sebagai manusia tentu akan diberi ruang untuk menentukan pilihan. Tapi mengapa mata kuliah kemuhammadiyahan sampai diwajibkan bagi seluruh mahasiswa di PTM? Seberapa penting mata kuliah ini sehingga ia menjadi wajib? Tulisan ini adalah hasil refleksi sederhana yang berangkat dari pertanyaan salah satu mahasiswa di akhir kelas kemuhammadiyahan, pagi 28 Mei 2025.
Jadi, Sepenting Apa?
Kurang lebih, sepenting sepasang calon suami istri yang harus saling mengenali (ta’aruf) untuk meniti jalan ibadah terpanjang dalam hidup, pernikahan. Pengenalan identitas menjadi sangat krusial. Ia adalah awal dari proses komunikasi antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan.
Jika seseorang sudah berakad untuk menjadi mahasiswa di PTM, maka secara otomatis Ia telah bersedia mengikuti aturan yang berlaku, termasuk berkewajiban mengambil mata kuliah kemuhammadiyahan sebagai syarat kelulusan. Meskipun secara pribadi tidak bersedia mengambil mata kuliah ini? Iya, tetap wajib. Karena urgensi mahasiswa mempelajari kemuhammadiyahan di kampus Muhammadiyah adalah untuk saling mengenal antara mahasiswa dan tempat belajarnya. Bagaimana jika tidak? Layaknya sepasang suami istri yang tidak mau saling mengenali dan memahami, besar kemungkinan keluarganya akan rentan mengalami konflik berkepanjangan, hingga berujung pada perceraian.
Dalam mata kuliah ini, mahasiswa tidak hanya akan difasilitasi untuk mengenali identitas dan nilai-nilai yang diyakini sekaligus dipraktikkan dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Tetapi juga akan dibimbing agar mahasiswa bisa menyesuaikan ritme gerakannya. Dengan mengenal identitas Muhammadiyah, mahasiswa akan diajak untuk memahami bahwa fokus perubahannya adalah untuk membentuk “masyarakat utama”. Dengan kata lain, Muhammadiyah fokus pada penanaman nilai (value) dan perubahan yang esensial di tengah masyarakat.
Terbukti, dari sejarah pra hingga pasca kemerdekaan, Muhammadiyah hadir. Tak hanya itu, di tengah stigma perempuan hanya pantas di wilayah domestik (kasur, dapur, sumur), ‘Aisyiyah, gerakan dakwah perempuan Muhammadiyah mampu keluar dari batasan itu dengan mendirikan Taman Kanak-kanak pertama kali, hingga menjadi ribuan, dan yang mendirikan perguruan tinggi pertama kali di Indonesia.
Dalam isu kemanusiaan, mahasiswa juga akan diajak untuk menyaksikan bagaimana lembaga zakat di level kabupaten saja, LazisMu Banyumas di tahun 2023 berhasil mengelola total dana zakat mencapai mencapai 24,1 Miliar dari para donatur. Lebih jauh, sekolah Muhammadiyah yang ada di Australia kini telah mendapat dana kelola pendidikan dari pemerintah setempat. Artinya, Muhammadiyah juga mampu menyesuaikan kemajuan yang diterapkan oleh negara lain. Ini adalah bukti dari secuil kontribusi Muhammadiyah di level lokal, nasional, hingga global.
Jadi, memahami Muhammadiyah melalui mata kuliah kemuhammadiyahan tidak hanya akan membuat antara mahasiswa dengan tempat belajarnya saling mengenal, tetapi juga mendorong berkolaborasi agar mahasiswa menjadi ahli di bidangnya.
Lebih dari itu, mata kuliah wajib ini akan menemani Mahasiswa melihat lebih dekat wisata dakwah Islam bisa satu nafas dengan kemajuan: bahwa tempat belajar mahasiswa perguruan Muhammadiyah adalah tempat yang akan mengilhami karakter spesialisasi pendidikannya agar selaras dengan kemanusiaan.
Wallahu’alam bisshawwab
Iman Permadi, Pengajar LB AIK LPPI UM Purwokerto