Perang dan Pandemi yang Menghentikan Ibadah Haji
Kerajaan Arab Saudi melalui Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan pernyatan seputar penyelenggaraan haji dan umrah tahun ini Selasa (23/6/2020). Saudi memutuskan bahwa Haji tahun ini (1441 H/2020 M) akan diadakan dengan jumlah sangat terbatas. Jamaah yang akan mengikutinya hanya terbatas bagi mereka yang tinggal di Arab Saudi. Dengm demikiian, tidak membuka kesempatan jamaah haji dari luar negeri, termasuk Indonesia, kecuali mereka yang telah mukim di tanah suci. Itupun dengan protokol kesehatan yang ketat. Arab Saudi menghendaki agar tidak terjadi penyebaran Covid-19 pada musim haji tahum ini.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama menutuskan tidak akan memberangkatkan jamaah haji Indonesia pada Tahun 2020 ini. Keputusan ni disampaikan Menag Fachrul Razi secara langsung Selasa (2/6) dalam konferensi pers secara virtual yang didampingi oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid dan Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Hal ini karena pemerintah melakukan upaya demi melindungi warga negaranya dari penyebaran Covid-19 yang saat ini masih menjadi pandemi di seluruh dunia.
Keputusan imi tentu membuat kecewa calon jamaah haji, tidak saja calon jamaah haji yang akan berangkat haji tahun ini dan telah membayar BPIH tetapi juga dirasakan oleh calon jamaah haji lainnya yang menunggu antrean untuk berangkat haji. Ini berarti, tahun antrean keberangkatan haji mereka akan mundur lagi setelah sebelumnya mundur karena pemotongan kuota haji akibat pembangunan Kompleks Masjidil Haram..
Meski demikian, keputusan ini harus dimaklumi. Mengingat ada halangan syari yang menyebabkan tertundanya ibadah haji. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Abdul Mu’ti, Med menilai keputusan pemerintah sudah tepat. Karena secara rasional, situasi saat ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan ibadah haji disebabkan adanya ketidakmampuan secara syari.. Kemampuan secara syar’i terbagi menjadi 5 aspek, yaitu mampu secara biaya, mampu secara fisik, mampu secara manasik, mampu dari sisi keadaan, dan mampu secara penyelenggaraan.
Secara materi, para jama’ah haji sudah membayar dan melunasi PPIH dan telah dibekali dengan berbagai materi terkait manasik haji. Dari secara fisik, para jama’ah juga sudah baik dan nantinya akan dibarengi dengan pemeriksaan kesehatan bagi para jama’ah baik sebelum berangkat maupun ketika sedang melaksanakan haji.
Namun, ada dua persoalan yang menyebabkan para jama’ah untuk mampu melakaukan ibadah haji di tahun ini, sebab kemampuan dari segi keadaan yang berkaitan dengan keamanan, kesehatan dan beberapa hal yang terkait kegiatan haji secara langsung. Saudi Arabia juga belum terbebas dari pandemi Covid-19.
Karenanya, Pemerintah Saudi memutuskan untuk penyelenggaraan haji secara terbatas. Harapannya tidak akan terjadi penghentian ibadah haji sebagaimana tahun 1831 karena mewabahnya penyakit kolera dan menelan korban hampir 75 persen jamaah. Selain kejadian itu, sudah beberapa kali ibadah haji ditiadakan karena perang, wabah dan bencana alam. Bahkan ada yang mengatakan sudah 40 kali penyelenggaraan ibadah haji ditiadakan, tetapi ada yang mengatakan lebih dan ada yang mengatakan kurang.
Perang pertama yang meniadakan haji pertama kali sejak ditetapkan perintah haji pada tahun 9 H adalah Perang Shiffin atau Perang Unta di zaman Khalifah Ali bin Abu Thalib. Tertundanya haji juga terjadi pada tahun 693 M/73 H saat Hajaj bin Yusuf Al-Staqafi menyerang Ka'bah. Serangan tersebut bertujuan untuk merongrong kekuasaan Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di Makkah pada masa Dinasti Umayah yang lagi dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan. Hajjaj tidak segan-segan membunuh orang di sekitar Ka'bah, bahkan sebagian Ka'bah hancur karena dilempar manjaniq (ketapel raksasa).
Berikutnya, pada tahun 930 M/317 H juga ada penutupan Ka'bah secara total pada masa dinasti Abbasiyah, karena ada serangan dahsyat suku Qaramithah di bawah pimpinan Abu Tahir Al-Qurmuthi. Mereka membantai 30.000 jamaah haji (ada yang memyebutkan 1.700). Pada masa ini menjadi penutupan Ka'bah terlama dalam sejarah, dan Qaramithah menjarah Hajar Aswad selama 22 tahun.
Sedangkan pembatalan haji karena Wabah terjadi pada 1814, Kerajaan Arab Saudi dilanda wabah thaun, yang juga melanda Mekah dan Madinah sehingga Ka'bah harus ditutup sementara. Lalu tahun 1831, ada wabah dari India, yang dicurigai adalah kolera, dan bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji. Periset mencatat setidaknya 75% jemaah haji meninggal dunia dan pelaksanaannya dihentikan di tengah jalan.
Kolera kembali ditemukan di Arab Saudi pada 1846-1892, dan haji pun batal dilaksanakan pada 1850, 1865, dan 1883. Ibadah haji sempat dilaksanakan pada 1864, namun menelan 1.000 korban jiwa per harinya karena terjangkit kolera.
Tetapi ada yang mencatat tahun-tahun sebelumnya telah terjadi wabah dan memengaruhi jalannya ibadah haji. Memasuki abad ke-14, Makkah sebagaimana kota-kota di Asia Barat juga menghadapi bayang-bayang ancaman wabah Maut Hitam (The Black Death). Hingga kini, para sejarawan masih memperdebatkan muasal wabah yang terjadi dalam rentang tahun 1346-1353 itu. Narasi umumnya, wabah tersebut dibawa bakteri Yersinia pestis yang menginfeksi kutu. Kutu itu lantas hidup pada kulit tikus habitat padang rumput Asia Tengah. Pada abad ke-14, Jalur Sutra ramai menghubungkan perniagaan antara Asia dan Eropa. Kuat dugaan, tikus-tikus pembawa kutu tersebut ikut terbawa dalam barang-barang dagangan dari Asia ke Eropa.
Orang yang terinfeksi Yersinia pestis biasanya mengalami demam, sakit kepala, hingga tubuh lemas. Dalam lima hari, sang korban dapat kehilangan nyawa bila tidak diobati secara benar. The Black Death menghancurkan sebagian besar Eropa dan Laut Tengah. Lebih dari 50 juta orang meninggal. Angka tersebut setara 60 persen dari seluruh populasi Eropa saat itu.
Bahkan tidak hanya perang dan wabah, bencana alam pun pernah menghentikan ibadah haji. Dalam Tarikh al-Makkah disebutkan, pada 1629 M terjadi banjir besar yang merobohkan dinding Ka'bah. Manasik haji dan umrah berhenti selama pembaruan Ka'bah atas perintah Sultan Murad IV, dan pembangunannya memakan waktu beberapa bulan, dan para sejarawan mengatakan bahwa bangunan saat ini adalah bangunan yang dibangun saat itu. Tentunya sebelum terjadi renovasi besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Saudi pada saat ini. (Lutfi)