SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Untuk kali pertama dalam sejarah, Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah menggelar Konferensi Mufasir Muhammadiyah. Kegiatan ini diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Jumat-Ahad, 10-12 November 2023, dan diikuti lebih dari 120 peserta dari berbagai penjuru Tanah Air dan bahkan Australia.
Dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, konferensi ini menjadi bagian dari strategi akselerasi penyusunan Tafsir At-Tanwir. Diketahui bahwa masih ada 22 juz lagi yang perlu dirampungkan penafsirannya agar buku tafsir ini menjadi lengkap. MTT sendiri menargetkan dari para peserta konferensi ini nantinya akan terselesaikan 12 juz dalam setahun ke depan.
Dalam sambutannya Haedar mengapresiasi setinggi-tingginya dengan digelarnya kegiatan tersebut. Ia meyakini bahwa di bawah kepemimpinan Hamim Ilyas, akan menyelesaikan Tafsir at-Tanwir sampai tuntas. Lebih dari itu, di waktu bersamaan Haedar juga mengatakan dalam kegiatan ini akan ada keluaran yang jelas yakni mempercepat proses penyelesaian produk tafsir at-Tanwir.
“Saya setuju dengan kegiatan ini, mungkin kalau toh hanya 1 program Majelis Tarjih, yakni menyelesaikan Tafsir at-Tanwir, itu oleh di muktamirin bisa diampuni kalau tidak menyelesaikan yang lain. Sehingga Pimpinan Pusat pun nanti berani bertanggung jawab di hadapan Muktamar nanti. Tarjih bisa melaksanakn satu, tapi satu ini, dapat menentukan sejarah abad kedua Muhammadiyah,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menambahkan, kegiatan ini juga diharapkan dapat mewujudkan Kalender Islam Global Unity. Baginya, dua luaran tersebut jika berhasil, mungkin akan menjadi satu-satunya majelis yang akan diberikan penghargaan.
“Untuk sampai ke situ, yang penting ada timnya, soal lain-lain biar diurus Pimpinan Pusat yang memikirkan, apalagi di UMS. Satu periode ini dari 30 juz, baru masuk juz ke-5, perjalanan kita masih panjang” katanya.
Kemudian, setelah itu, lanjut Haedar, bisa dibuat standar substansinya, standar redaksinya. Menurutnya, tafsir dan teknik dalam menyusun kalimat harus menarik. Kalau tidak ahli, nanti akan menjadi asal panjang. Panjang kali lebar malah jadi luas, tetapi isinya tidak sampai.
“At-Tanwir harus punya gaya sendiri. Perlu punya kekhasan yang perlu didiskusikan di awal sebelum masuk ke substansi. Dari pola, redaksi dan sajian, itu betul-betul tafsir ini ‘at-Tanwir’ yang memiliki arti mencerahkan hati, mencerahkan pikiran, dan mencerahkan rasa ketika membaca tentu masuk ke dalam pembacanya,” tegasnya.
Menurutnya, bahasa pada kalimat itu mencerminkan siapa kita dan dapat menggambarkan level kita dalam berkomunikasi. “Ada hal-hal lain terkait urgensinya, permulaan untuk memulai rubrik ini di tahun 2010, tapi memulainya baru di tahun 2013, tepat 10 tahun yang lalu. Pimpinan Pusat Muhammadiyah termasuk Majelis Tarjih dan Tajdid sesuai amanat Muktamar, sejak periode ini benar-benar bertekad dan berikhtiar untuk memulai dan menuntaskan tafsir at- Tanwir,” pungkasnya.