Perjalanan Panjang Dua Hari Dua Malam

Publish

10 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
141
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Catatan Perjalanan Menghadiri Regional Meeting LPCRPM Se- Indonesia Timur, Episode 1: Perjalanan Panjang dua hari dua malam

Oleh: Furqan Mawardi, Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, Masjid dan Pesantren PWM Sulawesi Barat

Tanggal 2 September 2025 menjadi hari yang tak akan mudah saya lupakan. Sejak pagi, semangat menggelora di hati kami, rombongan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Barat yang akan berangkat menghadiri Regional Meeting Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, dan Masjid (LPCRPM) di Gorontalo. Peserta berjumlah 23 orang, mewakili enam kabupaten: Polewali Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah, dan Pasangkayu. Jumlah yang tidak kecil, tanda bahwa Muhammadiyah di Sulawesi Barat benar-benar hidup dan bergerak.

Bus Madinah Trans dengan fasilitas sleeper sudah menanti. Bus ini bukan sekadar kendaraan, tetapi akan menjadi rumah berjalan kami selama dua hari dua malam. Saya kembali ditemani putra tercinta, Ahmad Dahlan, yang selalu setia berada di sisi ayahnya dalam setiap langkah dakwah. Perjalanan panjang 1.000 kilometer lebih terbentang di depan, namun hati kami penuh optimisme  dengan ijin Allah semua akan baik baik saja dan akan sampai ditujuan dengan selamat.

Sejak roda bus berputar meninggalkan Mamuju, suasana begitu hidup. Di setiap bilik sleeper, terdengar canda, tawa, dan obrolan hangat. Ada yang langsung merebahkan badan, ada pula yang membuka bekal. Rizki Wardani, salahsatu peserta dari Mamuju Tengah, membawa aneka kue buatannya. Dengan ringan hati, ia membagikannya kepada semua peserta. Kue sederhana itu berubah menjadi simbol kebersamaan, manisnya kue buatannya bukan hanya dari gula, tapi dari rasanya yang saling berbagi.

Pukul 13.00 kami tiba di Karossa, Mamuju Tengah. Masjid Babussalam menyambut kami dengan teduh. Setelah shalat berjamaah, Warga persyarikatan PCM Karossa menjamu kami dengan makan siang. Nasi, lauk ayam, kopi hangat, semuanya tersaji dengan penuh cinta. Kami benar-benar merasakan bahwa di Muhammadiyah, keluarga bisa ditemukan di mana saja dan orangnya baik baik semua.

Bus kembali melaju, menjemput peserta dari Pasangkayu. Jalanan berliku, gunung dan lembah, hamparan sawit, cokelat, dan pohon kelapa menjadi pemandangan abadi. Malam menjelang, perut mulai lapar. Kami berhenti di Palu, berusaha mencari warung makan. Beberapa warung sudah tutup, ada pula yang menunya tak cukup untuk rombongan sebanyak kami. Sempat tiga kali gagal, akhirnya sebuah warung Padang masih buka. Alhamdulillah, rendang, ayam goreng, ikan lele, dan sambal pedas tersaji. Malam itu, kelelahan terbayar lunas dengan santapan penuh syukur.

Bus kembali melaju dalam gelap. Lampu dimatikan, dan satu per satu penumpang tertidur pulas. Sleeper bus ini membuat kami seolah-olah berada di kamar kecil, bisa selonjoran, bisa merebahkan badan sepenuhnya. Malam pertama di jalan kami lalui dengan tenang.

Fajar menyingsing, berarti hari sudah berganti,.Rabu 3 September  Suara adzan subuh membangunkan kami di sebuah masjid kecil di daerah Sulawesi Tengah. Setelah shalat, para peserta kembali naik ke bus. Supaya perjalanan lebih bermakna, saya mengambil microphone dan menyampaikan kultum. Ini namanya kultum on the bus.  Saya bawakan tema Fiqih Safar, mengingatkan bahwa perjalanan ini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga ibadah. Saya sampaikan bahwa safar mengajarkan keringanan (rukhsah) dari Allah, seperti bolehnya menjamak shalat, mengqashar, dan tetap menjaga zikir. Perjalanan ini sekaligus mengingatkan kita akan kehidupan manusia di dunia. Kita semua adalah musafir menuju kampung abadi, akhirat. Suasana hening, para peserta mendengarkan dengan khusyuk. Kultum singkat itu seakan menambah energi rohani di tengah lelahnya badan.

Siang menjelang. Di Parigi Moutong, kami singgah untuk mandi dan membersihkan diri. Masjid yang kami tempati memiliki dispenser air panas, nikmat sederhana yang terasa luar biasa. Sambil menunggu giliran mandi, peserta menyeruput kopi, menikmati cemilan yang masih tersisa. Bekal buras dan telur yang dibawa Ustadz Muhidin daeng Tojeng sejak dari Mamuju menjadi penyelamat rasa lapar sementara. Itulah nikmat dalam safar, makanan sederhana bisa menjadi luar biasa.

Menjelang siang, kami menemukan warung sederhana di Pohuwato. Nasi goreng, bakso, dan beberapa menu lainnya menjadi santapan. Waktu sudah hampir jam 10 pagi, tapi bagi kami, ini adalah sarapan sekaligus makan siang. Tidak penting bagaimana namanya, yang penting perut terisi dan tenaga kembali pulih.

Perjalanan panjang terus berlanjut. Hamparan pohon kelapa di Parigi, laut biru yang sesekali terlihat, hingga warung di Boalemo yang menyajikan ayam geprek kesukaan Ahmad Dahlan, semua menjadi fragmen kisah perjalanan yang penuh warna. Setiap singgah bukan sekadar berhenti, tetapi perjumpaan dengan suasana baru, tawa baru, dan rasa syukur yang semakin dalam.

Hingga akhirnya, malam kedua tiba. Bus memasuki Gorontalo. Hati kami berdebar, sebentar lagi tujuan akan tercapai. Namun, Allah memberi ujian. Bus kami tersangkut kabel listrik di sebuah perkampungan. Suara letupan kecil terdengar, beberapa rumah seketika padam. Warga keluar rumah, sebagian dengan wajah cemas. Saya, sebagai koordinator rombongan, segera turun. Dalam hati saya berdoa agar ujian ini bisa diselesaikan dengan baik.

Alhamdulillah, meski sempat tegang, warga Gorontalo menunjukkan keramahan. Kami berkoordinasi dengan PLN, dan setelah beberapa waktu, kabel tersambung kembali, listrik kembali menyala, dan suasana pulih. Dari peristiwa ini saya belajar, bahwa dalam setiap perjalanan  pasti ada ujian. Namun, dengan kesabaran, adab, dan komunikasi baik, setiap masalah bisa selesai.

Pukul 21.00 akhirnya kami tiba di Asrama Haji Gorontalo. Panitia menyambut dengan ramah, bahkan Ketua PWM Gorontalo, Dr. Sabara, hadir langsung menyapa. Kelelahan dua hari dua malam, menempuh sekitar 35 jam perjalanan, seakan sirna. Setiap peserta mendapat kamar, makanan sudah tersedia, dan senyum hangat dan keramahan dari para panitia dan tuan rumah menyambut kami seakan perjalanan  dua hari dua malam sudah tidak terasa.

Malam sebelum saya tidur, saya sedikit merenung. Betapa perjalanan ini bukan sekadar menuju Gorontalo, tetapi perjalanan jiwa. Safar yang mengajarkan syukur, sabar, berbagi, dan penuh kebersamaan. Dari kue Rizki Wardani, penyambutan makan siang PCM Karossa, buras Ustadz Muhidin daeng Tojeng, sulitnya mencari warung makan, dari kultum fiqih safar hingga musibah kabel tersangkut, semua adalah mozaik kehidupan dalam sebuah perjalanan.

Ya, perjalanan panjang ini penuh nikmat yang tak terhitung. Nikmat kebersamaan, nikmat keselamatan, nikmat iman yang terus hidup di dada kami. Inilah perjalanan yang akan selalu saya kenang, bukan hanya sebagai perjalanan fisik, tetapi juga sebagai perjalanan keimanan. (Bersambung….)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP....

Suara Muhammadiyah

22 March 2025

Berita

REMBANG, Suara Muhammadiyah- Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Fajar Riza Ul Haq menga....

Suara Muhammadiyah

10 May 2025

Berita

MESIR, Suara Muhammadiyah - Menyambut bulan suci Ramadan, Muhammadiyah Aid dan Lazismu kembali menun....

Suara Muhammadiyah

24 February 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Bulan Ramadhan tinggal beberapa hari lagi terlewati baik kemuliaan ....

Suara Muhammadiyah

6 April 2024

Berita

BANTUL, Suara Muhammadiyah - IGABA Kapanewon Kasihan menyelenggarakan pelatihan pengelolaan sampah b....

Suara Muhammadiyah

22 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah