YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam menjalankan amanah sebagai seorang mukmin dan pemimpin di Muhammadiyah, memiliki kepribadian profesional sangatlah penting. Profesionalisme ini tidak hanya diwujudkan melalui kemampuan teknis, tetapi juga dengan landasan nilai-nilai Al-Qur’an yang memberikan pedoman etis dalam bertindak. Inilah poin penting yang disampaikan oleh Ghoffar Ismail, Fasilitator pada Kajian "Tanwirul Qulub" dalam Pelatihan Penggerak Utama Persyarikatan untuk Unsur Pembantu Pimpinan yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jum'at, 15 November 2024 di BBPPMPV, Sleman, DI Yogyakarta.
Para peserta, yang merupakan Sekretaris pada Majelis dan Lembaga tingkat pusat, dibagi dalam 5 kelompok untuk berdiskusi berdasarkan 5 ayat. Misalnya, QS. Al-Qasas ayat 26 menekankan sifat kuat dan amanah dalam memimpin, dua karakteristik penting yang seharusnya ada pada setiap pemimpin. Seorang pemimpin yang kuat menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan, sementara sifat amanah menunjukkan integritas yang tinggi, di mana ia dapat dipercaya dalam menjalankan tugasnya.
Sikap profesional juga terlihat dari sifat inovatif dan produktif, sebagaimana dicontohkan dalam QS. Saba’ ayat 12. Ayat ini mengingatkan bahwa seorang pemimpin tidak hanya menjalankan tanggung jawab, tetapi juga berusaha memajukan amal usahanya dengan pemikiran yang kreatif dan penuh inovasi. Hal ini penting dalam Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi Islam berkemajuan, sehingga setiap pemimpin harus mampu memberikan solusi baru dan cara-cara yang efektif dalam menghadapi berbagai tantangan dakwah.
Selanjutnya, QS. An-Nisa ayat 58 menekankan pentingnya menunaikan amanah dengan adil dan bijaksana. Seorang pemimpin yang profesional di Muhammadiyah harus memiliki komitmen tinggi dalam menegakkan keadilan di segala bidang, baik dalam pengambilan keputusan maupun pengelolaan amal usaha. Sikap adil akan mendorong kepercayaan dari seluruh anggota organisasi, sedangkan kebijaksanaan memastikan bahwa setiap keputusan didasarkan pada pertimbangan yang matang dan mendalam.
Kemudian, QS. At-Taubah ayat 105 mengarahkan setiap pemimpin untuk bekerja dengan penuh dedikasi dan selalu merasa diawasi oleh Allah. Kesadaran ini memunculkan akhlak mulia dan akuntabilitas dalam bertindak. Pemimpin yang profesional di Muhammadiyah bekerja bukan hanya untuk meraih hasil terbaik, tetapi juga dengan niat ibadah dan senantiasa introspektif terhadap kualitas kerja mereka. Rasa diawasi oleh Allah akan menjaga mereka dari penyimpangan dan meluruskan niat dalam setiap langkah. Pribadi yang profesional dalam bekerja, sebagaimana ditunjukkan dalam At-Taubah ayat 105, dapat dicirikan sebagai: 1) Inner worldly asceticism: bekerja adalah bagian dari ibadah; 2) bekerja untuk meraih yang terbaik (Ihsan); 3) bekerja dengan self-control, menyadari bahwa pekerjaan kita disaksikan (oleh diri sendiri, lingkungan, dan Allah); 4) bekerja untuk kebermanfaatan; dan 5) bekerja bersifat inklusif (muamalah duniawiyah).
Terakhir, QS. Al-Baqarah ayat 247 menekankan pentingnya ilmu dan fisik yang kuat sebagai modal utama seorang pemimpin. Pemimpin Muhammadiyah yang profesional harus memiliki kapasitas keilmuan yang luas serta kesehatan yang prima untuk dapat bekerja secara optimal. Pengetahuan yang luas membantu mereka dalam membuat keputusan yang tepat, sedangkan kesehatan yang baik memungkinkan mereka untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan efisien. Keberadaan sifat-sifat ini akan menjadikan seorang pemimpin Muhammadiyah tidak hanya berkompeten, tetapi juga mampu menjalankan amanah dengan baik, memberikan inspirasi, dan membawa kemajuan bagi umat. (GI)