Ragam Cara Menjemput Rezeki

Publish

13 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
196
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Ragam Cara Menjemput Rezeki
Oleh: Ahsan Jamet Hamidi/Ketua PRM Legoso, Wakil Sekretaris LPCRPM PP Muhammadiyah

Saya baru saja bersepeda (gowes) bersama teman-teman lama yang dulu aktif di Komunitas ORNOP (Organisasi Non Pemerintah) dan pegiat media. Setelah puluhan tahun berkelana di dunia penuh tantangan, dua teman saya kini bekerja di perusahaan tambang multinasional ternama. Mereka direkrut khusus untuk mengelola dana CSR (Corporate Social Responsibility). Usia kami tidak jauh berbeda, sambil bercanda kami menyebutnya dengan istilah usia pertaubatan. Entah apa artinya, namun kami saling memahami maknanya.

Tanda-tanda pertaubatan itu bisa dilihat dari cara kami makan bersama. Untuk empat orang, kami cukup memesan dua piring nasi merah. Lauk-pauk yang disantap dengan lahap adalah tahu, tempe, sambel, sedikit ikan, dan sayur-sayuran. Segala jenis daging dan unggas goreng yang tersaji di atas meja nyaris tak tersentuh. Pesanan teh dan kopi pun selalu tawar, lebih irit, dan tidak membebani yang membayar.

Pilihan jalur gowes kami juga serasi. Kami lebih memilih jalur bahagia (datar, adem, dan jalanan kampung yang sepi dari kendaraan bermotor, sehingga lebih nyaman untuk ngobrol sepanjang perjalanan). Teman-teman Saya tampak sehat meski usia mereka menjelang 60 tahun. Mereka cukup bahagia menjelang masa pensiun. Sebagian anak-anak mereka sudah bekerja atau kuliah di tahap akhir. Untuk keperluan sehari-hari, mereka memiliki passive income yang cukup untuk hidup, sementara biaya untuk kesenangan hidup mereka atur dengan cermat.

Meski sepeda yang mereka gunakan sekarang bermerek dan harganya mahal, itu karena sepeda-sepeda tersebut dibeli beberapa tahun lalu, saat mereka masih aktif bekerja. Saya banyak belajar dari cara mereka menata hidup. Banyak cerita menarik yang menginspirasi, mulai dari cara menabung, berinvestasi, trading, membuat kontrakan, membangun ruko, menyewakan apartemen, dan lain-lain. Semua terencana dengan matang, dan perhitungannya sangat cermat.

Pagi ini, inspirasi hidup saya terasa semakin lengkap ketika istri meminta saya membeli tempat sampah di warung kampung pinggir pasar. Saya mampir ke toko perabotan milik Dul Kamid. Dunia pedagang pasar memang sangat egaliter. Nama asli yang bagus, Abdul Hamid, telah disingkat menjadi Dul Kamid, tanpa embel-embel gelar, pangkat, atau titel apa pun. Begitulah dunia dagang di pasar, sangat merdeka. Seorang pedagang bebas disapa Njangkar, tanpa embel-embel seperti Pak, Om, Pakde, Haji, Cik, Koh, atau apapun, bahkan oleh orang yang usianya lebih muda.

Usia Dul Kamid sepertinya tidak jauh berbeda dengan Saya kepala lima plus sekian. Namun, karena terbiasa hidup sehari-hari di pasar, Ia tidak pernah berdandan parlente seperti pekerja kantoran. Meski tampil sederhana, Saya yakin isi kantong Dul Kamid lebih tebal dari dompet Saya.

Pagi ini, Saya membuka obrolan dengan pertanyaan biasa saja:

“Pak Dul, sudah berapa lama jualan perabotan?”

Dengan logat Banyumas yang kental, Ia menjawab,

“Ora keitung berapa tahunnya, Pak Jamiiit, wis lebih dari 30 tahun pokoknya. Saya ngerti cari duit ya cuma dari dagang begini."

“Hasilnya oke banget nih, anak-anak bisa sarjana semua, hebat dong,” timpalku.

“Tak kasih tahu ya, Pak Jamit, bukan ngajari orang pinter lho ya, berdagang itu ora usah mikir untungnya berapa, apalagi terburu-buru kepingin hasilnya banyak dan bisa kaya. Ora usah! Wis to dagang ya dagang aja, asal anak-anak dan istri bisa makan sehari tiga kali, bisa sekolah sampai kuliah, bisa lunasin tabungan naik haji bareng istri, wis cukup,” jawabnya.

“Iya, berarti usaha dagangmu untung besar dong, kan bisa mencukupi biaya makan, kuliah anak, ongkos naik haji,” sergahku.

“Lha iyalah, darimana lagi. Saya kan bukan pejabat, bisa main proyek juga nggak, apalagi korupsi, nyatanya Saya bisa ngidupin tiga anak sampai sarjana semua. Lunasin tabungan haji ya hasil dari dagang ini,” jawabnya dengan percaya diri.

“Mantap, berarti gede lah untungnya?” tanyaku penasaran.

“Pak Jamit, sampeyan ini wong pinter, kerja kantoran tapi kok bodo ya. Jujur lho ya, Saya belum pernah menghitung dan gak bakal bisa ngitung berapa untungnya dari dagangan ini. Wis pokoknya dagang aja terus. Saat waktunya bayar sekolah ya bayar. Saat waktunya liburan pulang kampung, ya pulang. Saat nikahin anak perlu pesta, ya bikin pesta, duit mah ada aja tuh,” jawabnya sambil tersenyum.

“Kalo sakit ikut asuransi atau apa gitu?” Tanyaku terakhir.

“Sekarang kan ada BPJS, bayarnya juga bisa di mana-mana gampang kok, apalagi kalau tinggal di Tangerang Selatan, asal ada KTP Tangerang Selatan berobat itu gratis di semua PUSKESMAS dan RSUD. Tapi jangan sampe sakit ah Pak, amit-amit deh na’uzubillah,” jawabnya sambil tertawa kecil.

Kemuliaan Berdagang

Ngobrol dengan Dul Kamid, saya jadi paham mengapa Rasulullah menganjurkan pengikutnya untuk berdagang. Menurut Nabi, ada sembilan pintu rezeki yang akan dibuka Allah melalui dagang. Dalam pandangan sederhana Dul Kamid, dengan berdagang, ia bisa memegang uang setiap saat. Tidak harus menunggu masa gajian datang sekadar untuk bisa mengajak keluarga belanja dan makan di luar rumah. Berdagang membuat pelakunya menjadi manusia merdeka seratus persen.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Artikel ini mencoba memahami ke....

Suara Muhammadiyah

27 May 2024

Wawasan

Relevansi Gerakan IMM pada Era Digital Oleh: Khoirul Iksan, Kader IMM Klaten Dalam kurun waktu 60 ....

Suara Muhammadiyah

29 March 2024

Wawasan

Kelas Bawah Mu dan Solusinya Oleh: Saidun Derani, Dosen UM-Surby, UM-T dan UIN Syahid Jakarta, akti....

Suara Muhammadiyah

26 September 2024

Wawasan

Banggalah Menjadi Pencerah: Refleksi Hari Guru Oleh: Dr. Husamah, S.Pd., M.Pd., Guru dan Pendidik c....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Wawasan

Oleh: Melinda Ayu P, Kader Nasyiatul Aisyiyah Lamongan Ekofeminisme adalah sebuah istilah baru yang....

Suara Muhammadiyah

27 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah