SIKKA, Suara Muhammadiyah - Peringatan Milad Muhammadiyah ke-113 oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sikka, NTT pada Selasa, 18 November 2025 pukul 19.30 WITA tidak hanya menjadi agenda ritual tahunan, tetapi berubah menjadi ruang refleksi kritis tentang arah, posisi, dan masa depan gerakan Islam berkemajuan di Nian Tana Sikka.
Bertempat di Masjid Jami’ Darussalam Waioti, kegiatan Malam Refleksi ini dihadiri oleh pimpinan, kader, simpatisan, serta unsur Amal Usaha Muhammadiyah seperti lembaga pendidikan, Lazismu, IMM, IPM, NA, Pemuda Muhammadiyah, dan Aisyiyah. Semangat kebersamaan dan dorongan untuk membaca ulang perjalanan Muhammadiyah Sikka semakin menguat sebagai sinyal bahwa gerakan ini sedang menata arah baru bagi masa depan.
Sambutan Ketua PDM membuka kegiatan dengan penegasan bahwa Milad bukanlah perayaan kosong, melainkan cermin evaluasi bagi seluruh elemen persyarikatan. Ia mengingatkan bahwa Muhammadiyah berdiri atas keberanian KH. Ahmad Dahlan menantang stagnasi pemikiran dan kemunduran sosial umat. Spirit itulah yang seharusnya terus dihidupkan.
Di tengah perubahan sosial yang cepat, Ketua PDM menyoroti bahwa gerakan sering kali terjebak pada rutinitas administratif dan program seremonial, sementara tantangan umat semakin kompleks dan membutuhkan keberanian baru untuk berinovasi. Sambutan ini menjadi pemantik kesadaran bahwa peringatan Milad bukan untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk mempertanyakan apa yang telah dan belum dilakukan Muhammadiyah Sikka dalam menjawab kebutuhan zaman.
Malam refleksi yang disampaikan setelah sambutan meneguhkan kembali nilai dakwah mencerahkan sebagai fondasi gerakan. Namun poin penting dari kegiatan ini tidak berhenti pada sambutan. Sesi refleksi yang kemudian digelar justru menjadi bagian paling kritis dan menentukan. Dalam forum terbuka ini, peserta diajak bertanya secara jujur: Ke mana arah Muhammadiyah Sikka dalam 10 tahun ke depan? Apakah kita telah menyiapkan institusi dan kader yang mampu menembus tantangan 20 tahun mendatang?
Apakah AUM kita hanya bertahan, atau mampu menjadi kekuatan yang benar-benar memajukan pelayanan pendidikan dan sosial? Apakah gerakan ekonomi umat kita mampu bersaing ketika masyarakat menghadapi tekanan ekonomi yang terus meningkat? Bagaimana dakwah Muhammadiyah merespons generasi muda yang pola pikirnya semakin digital dan semakin jauh dari ruang-ruang pengajian konvensional? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul bukan sebagai kritik destruktif, tetapi sebagai dorongan untuk melihat kenyataan dengan jernih.
Diskusi berlangsung penuh energi. Beberapa pimpinan AUM menyampaikan kekhawatiran bahwa jika tidak ada inovasi signifikan, amal usaha bisa tertinggal dalam kompetisi mutu pendidikan dan pelayanan publik. Mereka menekankan bahwa sekolah-sekolah Muhammadiyah harus bertransformasi, tidak hanya mengandalkan sejarah panjang, tetapi juga mengembangkan kualitas guru, kurikulum, serta manajemen modern yang berorientasi masa depan.
Di sisi lain, perwakilan ortom menyoroti lemahnya kaderisasi berjenjang. Mereka mempertanyakan apakah dalam 15 atau 20 tahun mendatang Muhammadiyah Sikka masih memiliki generasi pelanjut yang siap memimpin atau justru bergantung pada segelintir orang yang sama. Kritik ini mengajak seluruh peserta menyadari bahwa regenerasi bukan otomatis hadir, tetapi harus dirawat dengan serius dan terencana.
Lazismu dalam refleksinya menegaskan pentingnya penguatan filantropi umat. Mereka mengajukan pertanyaan yang tajam: mampukah Lazismu menjadi pusat pemberdayaan ekonomi umat, bukan hanya lembaga penyalur bantuan? Apakah dana umat dapat dikelola secara lebih produktif untuk menciptakan kemandirian sosial? Tantangan ini penting mengingat kondisi sosial masyarakat Sikka yang masih bergulat dengan ketimpangan ekonomi, keterbatasan akses kesehatan, dan rendahnya peluang pemberdayaan keluarga.
Puncak acara ditandai dengan penyampaian rekomendasi program kerja oleh PDM sebagai arah strategis gerakan ke depan. Rekomendasi tersebut mencakup penguatan dakwah komunitas berbasis kebutuhan lokal, peningkatan mutu amal usaha, penguatan ekonomi umat yang berorientasi kemandirian, penguatan kaderisasi lintas ortom, serta optimalisasi layanan sosial. Namun lebih dari sekadar dokumen program, rekomendasi ini membawa pesan bahwa Muhammadiyah Sikka harus memiliki visi jauh ke depan: membangun fondasi gerakan yang mampu bertahan bukan hanya setahun dua tahun, tetapi puluhan tahun ke depan.


