Revisi UU Polri, antara Legal Formal dan Substansi Hukum

Publish

15 June 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
518
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Revisi UU Polri, antara Legal Formal dan Substansi Hukum

Oleh Sobirin Malian, Dosen FH UAD 

Dalam rapat paripurna, pada 28 Mei 2024 lalu, DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri No. 2 Tahun 2002) menjadi usulan RUU inisiatif DPR. Pengesahan RUU untuk dibahas lebih lanjut oleh DPR tersebut ternyata mengundang kontroversi. Hal ini disebabkan adanya penambahan wewenang baru yang dianggap oleh sejumlah kalangan akan mengancam demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia.

Adapun penambahan kewenangan baru, tersebut antara lain: Pasal 14, tentang Pengawasan dan Blokir Ruang Siber. Pasal 14 ini, dianggap cukup mengkhawatirkan akan mengarah kepada terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Pemberian kewenangan luas kepada Polri untuk mengawasi, membina, dan mengamankan ruang siber dikhawatirkan dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Selama ini pun Polri sudah sering menyalahgunakan wewenang itu.

Terkait pemblokiran Ruang Siber; RUU ini memungkinkan Polri untuk memblokir atau memutus akses ruang siber guna mencegah kejahatan, namun mekanisme dan kriterianya belum jelas, sehingga dikhawatirkan dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik dan membatasi kebebasan berekspresi.

Penambahan kewenangan lain Pasal 16, tentang Penyadapan dan Intelijen.Tentang kewenangan Penyadapan; Pasal 16A huruf b memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai UU tentang Penyadapan, namun dikhawatirkan dapat melanggar privasi dan hak asasi manusia.

Dalam kegiatan Intelijen; Polri dapat melaksanakan kegiatan intelijen keamanan, termasuk penyelidikan dan penggalangan intelijen. Kekhawatiran muncul terkait minimnya pengawasan terhadap kegiatan intelijen ini. Pasal ini sangat berpotensi terjadi penyalahgunaan untuk kepentingan politik atau represif.

Usia Pensiun

Isu yang juga banyak dikritik adalah pasal tentang usia pensiun; Pasal 30 ayat (2) huruf a dan b mengatur perpanjangan batas usia pensiun anggota Polri yaitu: Bintara dan tamtama, 58 tahun (dapat diperpanjang menjadi 60 tahun jika dibutuhkan organisasi). Perwira: 60 tahun (dapat diperpanjang 2 tahun untuk keahlian khusus yang sangat dibutuhkan). Jabatan fungsional: 65 tahun.Lalu, Pasal 30 ayat (4); Batas usia pensiun Kapolri (perwira tinggi bintang 4; dapat diperpanjang melalui Keppres setelah mendapat pertimbangan DPR.

Tidak ada ketentuan rinci tentang batas maksimum perpanjangan usia pensiun Kapolri. Batas usia pensiun, secara yuridis diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 32/1979 dan peraturan lain, seperti guru, hakim, jaksa, serta TNI dan Polri. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi tuntutan perpanjangan BUP, yakni perkiraan batas usia harapan hidup sudah meningkat menjadi 72 tahun.

Selain itu, terdapat kesenjangan batas usia pensiun, baik antar sesama PNS maupun antar pegawai negeri lain, seperti guru, dokter, TNI dan Polri. Alasan lain, adanya kekhawatiran dan ketidakrelaan para pegawai untuk pensiun karena kehilangan kekuasaan dan berkurangnya penghasilan. Pada poin ketidakrelaan, saat ini terbukti sangat banyak pensiunan Polri yang masih menjabat di berbagai lembaga negara dengan memanfaatkan jaringan politik dan undang-undang pun membolehkan asalkan sudah pensiun atau mengundurkan diri dari institusi.

Selama ini, pengawasan terhadap Polri dilakukan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),namun khalayak paham bahwa Kompolnas tidak berada dalam posisi untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap Polri. Kompolnas kurang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengawasi Polri. Lebih dari itu, beberapa rekomendasi Kompolnas bukan cerita baru sering dianggap angin lalu. Bahkan pernah terjadi, ada seorang komisioner Kompolnas meminta maaf kepada kepala Polri saat diperiksa karena bersikap kritis terhadap Polri. 

Substansi Undang-Undang

Kontroversi sebuah undang-undang atau putusan pengadilan di Indonesia bukan hal baru. Jika disederhanakan kontroversi itu akibat hukum yang dihasilkan dianggap tidak menyentuh substansi hukum itu sendiri yaitu kepastian, keadilan, kegunaan/kemanfaatan. Khusus kemanfaatan, sebuah produk hukum merujuk kepada Jeremy Bentham semestinya mendatangkan kebahagiaan sebanyak mungkin orang  (the greatest happines for the greatest number).  Tesis Bentham ini akan semakin lengkap jika ditambahkan dengan tujuan hukum kodrat (natural law) yang disampaikan oleh Gustav Radbruch.

Radbruch (2006) menyatakan, pertama,  sejatinya hukum sebagai norma positif didukung oleh kekuasaan (positivistik).  Kedua, ukuran kesejatian hukum adalah kemaslahatan untuk orang banyak (benefit to the people). Ketiga, hukum haruslah mempunyai kehendak untuk menegakkan  keadilan (mengutamakan hak-hak asasi manusia).Dan keempat, hukum harus memberi kepastian. Dalam penjelasannya Radbruch menekankan, bahwa hukum harus memberikan kepastian, tetapi kepastian yang diberikan tidak sekadar mengandalkan format hukum secara positivistik dan didukung oleh kekuasaan, tetapi juga kepastian yang menjamin pemberian kemaslahatan publik dan keadilan.

Jika dikontekskan dengan RUU Polri yang menambah kewenangan kepada Polri; pertanyaannya, apakah dalam kewenangan itu sudah memasukkan empat unsur penting Radbruch tersebut. Tampaknya, penambahan kewenangan dalam pasal-pasal RUU Polri tersebut hanya memasukkan satu saja unsur yang penting yaitu norma positif didukung kekuasaan. Sementara untuk untuk kemaslahatan untuk orang banyak, mempunyai kehendak mewujudkan keadilan dan kepastian hukum tidak masuk. Dari uraian tersebut disarankan sebaiknya RUU Polri dibatalkan saja.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Budaya versus Agama Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Saya ingin....

Suara Muhammadiyah

9 August 2024

Wawasan

Berdaya di Peradaban Ekonomi Digital Oleh: Budi Utomo, M.M., Dosen Manajemen Bisnis Syariah FE....

Suara Muhammadiyah

1 August 2024

Wawasan

Mewujudkan Guru Profesional Oleh Wiguna Yuniarsih, Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ciputat Tan....

Suara Muhammadiyah

4 November 2024

Wawasan

Kelompok Salafi  dan Pudarnya Kesalehan Sosial Oleh: Muhammad Utama Al Faruqi, Demisioner Sekr....

Suara Muhammadiyah

26 April 2024

Wawasan

Dahlan Menjawab Zamannya Oleh: Saidun Derani Dalam bukunya ”Politik Kaum Modernis: Perlawana....

Suara Muhammadiyah

23 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah