KENDAL, Suara Muhammadiyah - Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kendal bekerja sama dengan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kendal dan Majelis Tabligh dan Kader PDA Kendal menggelar Sarasehan Mubaligh-Mubalighat Muhammadiyah Kendal. Acara ini berlangsung pada Ahad, 21 September 2025 di Gedung DPRD Kabupaten Kendal.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Fathurrahman Kamal, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta Ali Trigiyatno, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah. Masing-masing membawakan tema: “Manhaj Tabligh Muhammadiyah” dan “Karakter Mubaligh Mubalighat Muhammadiyah”.
Dalam pemaparannya, Fathurr mengingatkan, sejak tahun 2015 ia telah menekankan masalah utama yang dihadapi Muhammadiyah, yakni keterbatasan jumlah mubalig hasil kaderisasi yang matang. Menurutnya, banyak tokoh lahir bukan dari rekayasa kaderisasi, melainkan karena “kecelakaan sejarah”. Pada masa lalu, seperti era Buya Hamka atau KH. Hasan Basri, tradisi prihatin dan perjuangan melahirkan tokoh besar. Namun, di era sekarang, tantangan zaman menuntut sistem kaderisasi yang lebih terstruktur dan berkesinambungan.
Atas dasar itu, Majelis Tabligh Muhammadiyah telah merancang program pendidikan khusus untuk mencetak calon mubalig. Program ini menekankan pentingnya mewarisi semangat perjuangan sekaligus melahirkan kader yang terbentuk melalui sistem yang terencana. KH. Fathurrahman menegaskan bahwa Manhaj Tabligh menjadi landasan dasar dakwah Muhammadiyah. Ia bersifat dinamis dan fleksibel, namun tetap harus disepakati dalam forum Musyawarah Nasional sehingga perubahan yang terjadi tetap dalam bingkai epistemologi Muhammadiyah dan berpijak pada Manhaj Tarjih.
Fathurrahman juga menjelaskan fokus utama Majelis Tabligh, yakni kaderisasi mubalig. Hingga saat ini, hampir 40 orang berhasil dikader, dan 27 di antaranya telah menempuh studi hafalan maupun studi ke luar negeri seperti Libya. Menurutnya, Muhammadiyah memberikan peluang besar dengan kuota beasiswa bagi kader, baik laki-laki maupun perempuan, yang memenuhi syarat hafalan Al-Qur’an dan kemampuan bahasa Arab. Namun, ia menyesalkan minimnya pendaftar meski program ini sepenuhnya gratis dan dibiayai hingga biaya hidup bulanan.
Ia menambahkan, salah satu kelemahan Muhammadiyah adalah ketika kader kembali dari studi luar negeri, belum ada ekosistem yang terstruktur untuk menampung peran mereka. Hal ini berbeda dengan organisasi lain yang telah menyiapkan beberapa lapis kader di berbagai struktur. Karena itu, Muhammadiyah perlu lebih serius menyiapkan kader untuk memegang kendali di ruang publik serta membangun sistem kaderisasi berlapis demi keberlanjutan dakwah.
Selain menyinggung kaderisasi, Fathurr juga menekankan pentingnya Manhaj Tarjih sebagai peta jalan dalam merespons persoalan umat. Ia mencontohkan saat pandemi COVID-19, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih mampu mengeluarkan fatwa lebih cepat daripada keputusan pemerintah, dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.
"Hal ini menunjukkan bahwa manhaj dakwah Muhammadiyah mampu memberikan solusi strategis, tidak hanya untuk peristiwa yang sedang terjadi, tetapi juga untuk mengantisipasi masa depan," ujarnya.
Dalam paparannya, ia menekankan bahwa dakwah Muhammadiyah harus berpijak pada prinsip karamatul insan (kemuliaan manusia). Menurutnya, tabligh harus memfasilitasi siapa pun yang ingin bertaubat, bahkan sekalipun dari kalangan yang sering dipandang negatif. "Prinsip penghormatan kepada sesama manusia menjadi inti dakwah, sehingga mubalig Muhammadiyah dilarang merendahkan keyakinan lain atau mudah mengkafirkan sesama Muslim," terangnya.
Hal ini merupakan wujud manhaj rabbani yang diwariskan Rasulullah SAW. Ia juga mengingatkan agar para mubalig tidak hanya bergantung pada media sosial sebagai guru utama.
"Dakwah membutuhkan konsolidasi ilmu yang kokoh melalui kajian kitab-kitab klasik, serta harus disampaikan dengan hikmah, kasih sayang, dan cinta. Dakwah yang hanya bersifat hiburan tanpa menyentuh problem nyata masyarakat dianggapnya tidak transformatif. Muhammadiyah, melalui amal usaha seperti sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan, sejatinya telah memiliki basis dakwah transformatif yang harus terus diperkuat," tegasnya.
Lebih jauh, Fathur menegaskan bahwa inti dakwah Islam adalah menghadirkan kemaslahatan dan menolak kerusakan. Hal ini dilakukan dengan tiga langkah utama Rasulullah: tilawah, tazkiyah, dan ta’limul kitab wal hikmah. Menurutnya, Risalah Islam Berkemajuan yang dirumuskan Muhammadiyah adalah kristalisasi dari manhaj dakwah ini. Dakwah bukan hanya mengantar umat ke gerbang surga, tetapi memastikan mereka masuk ke dalamnya dengan transformasi iman, ilmu, dan amal.
Sarasehan Mubaligh-Mubalighat Muhammadiyah Kendal ini menjadi forum strategis untuk memperkuat visi dakwah Muhammadiyah. Melalui materi yang disampaikan para narasumber, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat komitmen para mubalig dalam menjalankan dakwah yang berorientasi pada kaderisasi, berlandaskan Manhaj Tarjih, serta berprinsip pada kemuliaan manusia. Dengan demikian, Muhammadiyah Kendal dan seluruh jajarannya dapat menghadirkan dakwah yang lebih transformatif dan sesuai dengan tuntutan zaman. (Indra)