Sate Klathak Pak Bari; Menikmati Sate di Tengah Pasar Tradisional

Publish

7 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
823
Dok Istimewa

Dok Istimewa

Sate Klathak Pak Bari; Menikmati Sate di Tengah Pasar Tradisional

Oleh: Khafid Sirotudin, Ketua LP-UMKM PWM Jateng. Pembina HPDKI (Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia) Jawa Tengah.

Klathak adalah sebutan lazim di daerah Bantul untuk Mlinjo (Indonesia: Melinjo, Belinjo) yang kulit buahnya terkelupas atau telah kering. Buah tanaman bernama latin “Gnetum gnemon L.” ini termasuk kelompok tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae). Klathak biasa diolah menjadi emping, sementara kulit mlinjo segar biasa dibuat sayur atau keripik. Daun mlinjo muda dapat dijadikan sayur, sedangkan “pentil” mlinjo (buah muda, Weleri: kroto) dipercaya bisa menurunkan kadar asam urat.

Pak Bari, pemilik warung sate di pasar Wonokromo, Pleret, Bantul bercerita asal muasal nama sate klathak. Pak Bari generasi ketiga penjual sate dan aneka masakan berbahan baku daging “wedhus” (Jawa: domba/kambing). Beliau telah berjualan selama 33 tahun (sejak 1992), setelah menggantikan bapaknya yang sakit dan meninggal dunia beberapa tahun setelahnya. Ditemani mbakyu (kakak kandung perempuan) sebagai kasir, nama sate klathak disematkan sebagai pengingat masa anak-anak sering “guris” (memunguti) klathak. Waktu itu, tanamam mlinjo banyak tumbuh liar di desa dan buahnya yang jatuh ke tanah tidak dimanfaatkan pemiliknya.

Sate klathak berbeda dengan sate kambing/domba di daerah lain, setidaknya memiliki 3 (tiga) keunikan. Pertama, tusuk sate menggunakan jeruji sepeda yang ditajamkan ujungnya. Menjamin panas dari bara arang lebih merata dan tidak terbakar apabila dibandingkan menggunakan tusuk sate berbahan bambu atau kayu.

Kedua, tastenya gurih dan asin. Bumbunya hanya garam semata, sehingga sate kambing yang dirintis simbah (generasi pertama) dan kedua (bapak) biasa disebut sate “uyah” (garam). Berbeda dengan sate kambing lain yang umumnya mengandalkan bumbu kecap manis. Ketiga, disajikan dengan kuah gulai dengan santan encer berkaldu kambing. Mirip penyajian ayam panggang Pekalongan yang berkaldu ayam kampung.

Sebagai penikmat masakan berbahan baku daging kambing, khususnya sate, saya fasih untuk membandingkan taste sate kambing ala Tegal, Kendal, Surakarta, Klaten, Semarang, Jakarta dan Surabaya. Pada era 90-an saya dan istri sering “ngiras” (makan di warung) sate kambing mbak Dalidah di jalan Imogiri-Parangtritis Yogyakarta. Entah sekarang apakah masih berdiri warung sate langganan kami itu. Sebab banyak warung sate berakhir setelah generasi pertama meninggal dunia.

Warung sate klathak pak Bari yang kami kunjungi malam ini, Senin 4 Agustus 2025, termasuk ampuh. Mampu bertahan 3 generasi serta melintasi batas jaman: era Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan Orde Baru- Baru ini. Bermacam masakan tersedia selain sate klathak, antara lain: sate goreng, kicik, tongseng, gulai, tengkleng dan nasi goreng kambing. Harga per porsi relatif terjangkau, berada di kisaran 25.000 hingga 27.000 Rupiah.

Bagi kalangan yang “nyirik” (menghindari) makanan berbasis daging kambing/domba tidak usah galau. Tersedia nasi goreng, magelangan, mie goreng dan mie godog (kuah) ala Jogja –tanpa kecap– yang menempati salah satu sisi selasar Pasar Wonokromo, berhimpitan dengan warung sate klathak Pak Bari. Warung eksotik ini melayani pelanggan setelah aktivitas pedagang pasar pagi selesai, jam 17.00-24.00 WIB.

Tidak terasa kami berlima ngiras, ngobrol dan nongki melewati hari berganti, Selasa 5 Agustus 2025 jam 00.29 WIB. Di saat para pembantu dan pelayan hampir selesai merapikan meja kursi dan peralatan lain yang menandakan warung tutup. Saya ditemani Adim (Arif Budiman) MPI PP Muhammadiyah, Iman (Dosen UMY), Arum (Dosen UAD) dan Saleh Tjan, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah DIY seangkatan saya di PWPM Jawa Tengah.

Kami pesan hampir semua menu yang ada, kecuali tengkleng, kicik dan nasi goreng kambing. Dan semuanya tatas dinikmati ramai-ramai. Rasanya belum cukup puas kami menikmati aneka macam masakan warung sate klathak pak Bari, terbukti masih membawa pulang beberapa porsi sate klathak dan tongseng buat oleh-oleh satpam dan adik-adik aktivis persyarikatan.

Dalam obrolan santai dengan pak Bari sebelum menutup warungnya, beliau menjawab beberapa pertanyaan diselingi permintaan bantuan untuk memotret kehadiran kami.

“Sedinten biasane telas pinten mendo pak (Sehari biasanya habis berapa ekor kambing)”, tanya saya.

“Menawi sakniki namung setunggal, mandap kathah sakbibare covid (Kalau sekarang hanya satu ekor sehari, turun banyak setelah pandemi Covid-19)”, jawabnya sambil menghisap rokok kretek.

“Sakderenge covid, wayah liburan saged sedoso mendo (Sebelum pandemi covid, di masa liburan bisa mencapai 10 ekor”, tambahnya menceritakan suka duka usahanya.

“Alkamdulillah kulo sukuri tasih diparingi sehat ugi saged sadeyan dugi sakniki (Alhamdulillah saya sukuri masih diberi sehat dan dapat berjualan hingga sekarang”, menutup perbincangan.

Gerimis tipis mengiringi kami kembali ke arah kota Yogyakarta. Terbayang bagaimana usaha pak Bari telah menginspirasi banyak pelaku UMKM lain berlabel Sate Klathak. Sebuah amal saleh, sedekah jariyah ilmu dan laku bisnis yang bermanfaat. Juga “brand sate klathak” yang tidak berkenan untuk dipatenkan. Sebuah laku ekonomi berwatak sosial religius yang jauh dari keserakahan ala oligarkhi kapitalisme. Sejalan dengan ajaran agama yang menyatakan bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang mampu memberikan manfaat bagi sesama”.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Melihat Identitas Tengahan Muhammadiyah dari Kuburan Kiai Ahmad Dahlan  Oleh: Aan Ardianto, Ka....

Suara Muhammadiyah

22 July 2024

Humaniora

Haedar Nashir dan Anwar Ibrahim Oleh: Sonny Zulhuda, Dosen International Islamic University Malaysi....

Suara Muhammadiyah

6 March 2025

Humaniora

Presiden (tak) Lumrah Oleh Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangeran....

Suara Muhammadiyah

12 January 2024

Humaniora

Cerpen Latief S. Nugraha Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa cerita ini tidak ada hubungannya....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Humaniora

Cerpen Hamdy Salad Kalau saja seluruh media masa di negeri antah barantah itu tidak pernah menulis ....

Suara Muhammadiyah

20 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah