Oleh: Donny Syofyan
Kapan kemenangan dari Allah akan datang? Banyak orang yang mengajukan pertanyaan ini saat melihat apa yang terjadi di Gaza, Palestina. Allah menjanjikan kemenangan bagi orang-orang beriman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa” (QS 25: 55). Begitu juga dalam ayat lain, “Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat)” (QS 40: 51).
Tapi di sisi lain, juga ada pernyataan dalam Al-Qur’an bahwa kita harus menyeimbangkan dengan kenyataan bahwa pertolongan dari Tuhan tidak segera datang. Terkadang ia membutuhkan perjuangan yang panjang. Allah berfirman, “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat” (QS 2: 214).
Jawaban Allah dalam Al-Quran adalah pertolongan itu pasti datang. Pertolongan Tuhan sudah dekat. Tapi sepertinya sulit dibayangkan, bagaimana Tuhan akan membantu kita dalam situasi ini? Ada banyak cara bagaimana Tuhan dapat dan akan membantu kita. Dan kita akan melihat buah dari itu. Insya Allah segera. Kita perlu terus mengulangi kata-kata itu, alâ inna nashrallâhi qarîb (Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat).
Bagaimanapun juga, pertolongan Tuhan itu juga memiliki beberapa ketentuan. Ia tidak cukup hanya dengan percaya dan beribadah saja. Sama halnya bahwa Allah tidak akan menjadikan seseorang sukses secara otomatis, tapi ada hal-hal tertentu yang perlu kita kerjakan. Banyak hal yang disebutkan dalam Al Qur’an yang menghajatkan keseimbangan.
Seperti Anda pergi berobat ke dokter. Dokter berpesan, "Gunakan obat ini dan Anda akan sembuh. Lalu Anda berjanji, "Oke, saya akan menggunakan obat ini. Saya akan menjadi lebih baik." Tapi sementara itu, Anda melakukan hal-hal yang bertentangan dengan obat itu, katakanlah Anda menenggak alkohol. Dan alkohol bekerja melawan obat. Begitu Anda kembali ke dokter dan berkata, "Dok, Anda bilang begitu saya meminum obat ini makan saya akan sehat kembali." Dokter menjawab, “Apakah Anda memakan pantangan, yang membuat obat ini sia-sia?” Anda mengakui sering minum alkohol. “Jangan harap Anda lekas sembuh” demikian jawab dokter kembali.
Jadi dalam Al-Qur’an, banyak hal harus diseimbangkan dengan cara yang sama. Tuhan menjanjikan jika kita melakukan semua hal yang baik maka hasilnya kita bakal mendapatkan yang baik juga. Sebaliknya, jika kita melakukan keburukan maka kita akan mendapatkan yang juga buruk. Jika kita melakukan hal-hal buruk dan mendapatkan hasil yang buruk, maka jangan protes kepada Tuhan, “Ya Allah, bukankah Engkau berjanji kami akan memperoleh hasil yang baik/bagus?" Kenapa? Karena Allah juga mengingatkan kita bahwa kita akan mendapatkan hasil yang buruk dari hal-hal buruk yang kita perbuat.
Karenanya kita sebagai umat Islam harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita benar-benar telah melakukan apa yang telah diperintahkan Allah kepada kita dalam Al-Qur’an? Pada satu sisi kita memang harus menyalahkan musuh-musuh Islam yang menyerang kita, yang memusnahkan penduduk kita, membunuh anak-anak kita dan sebagainya, mengapa mereka melakukan semua ini? Tetapi kita juga harus bertanya pada diri sendiri, mengapa kita tidak menaati Allah?
Apakah kita—Al-Qur’an memuji kita sebagai umat terbaik atau (khairul ummah), bangsa terbaik yang telah dibesarkan untuk umat manusia—benar-benar melayani umat manusia? Apakah kita betul-betul yang terbaik seperti yang ditetapkan Tuhan untuk kita? Apakah kita patuh pada Tuhan? Apakah kita menjaga dunia atau memakmurkan bumi? Apakah kita melakukan hal yang benar? Apakah kita menerapkan keadilan di masyarakat kita?
Di satu sisi anak-anak sekarat di Palestina, sementara di sisi lain, di di suatu tempat di Timur Tengah (tanpa harus menyebut nama negaranya), orang-orang merayakan dan bersenang-senang di konser Shakira. Ini sangat kontradiktif. Ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh bersenang-senang atau menikmati diri sendiri. Tapi persoalannya kita mesti sadar kapan, di mana, dan bagaimana. Inilah yang mesti resepkan dalam jiwa kita.
Lihatlah secara luas apa yang terjadi di negara-negara Muslim? Ada bencana yang terjadi di Sudan, Arab Saudi telah membom Yaman selama bertahun-tahun, dan Pakistan ingin mengusir wanita Afghanistan yang melarikan diri dari Taliban. Banyak pemerintah Muslim yang didukung atau mengandalkan negara-negara Barat. Pakistan sebagian besar diperintah oleh kelompok militer, seperti halnya Mesir. Sementara Mesir sangat menikmati bantuan dari AS.
Jadi kita harus bertanya pada diri sendiri sebagai umat global, sebagai komunitas di seluruh dunia, sudahkah kita melakukan apa yang mendatangkan rahmat Tuhan kepada kita? Atau jangan-jangan kita melakukan apa yang sebenarnya mengundang hukuman Tuhan untuk kita?
Pernyatannya, kok kita yang dihukum? Karena kita adalah orang pertama yang bertanggung jawab disebabkan kita mendapatkan bimbingan dari Tuhan. Jika kita tidak mengikuti aturan Allah, maka kita sendiri akan menderita. Dan penderitaan ini sejatinya membawa kita kembali ke akal sehat dan ke jalan yang benar. Apa yang terjadi kepada umat Islam di seluruh dunia adalah alarm bagi kita semua bahwa kebanyakan umat ini masih tertidur. Terlepas dari apa yang terjadi, sudah waktunya bagi kita untuk bangun, mencium aroma kopi. Lakukan apa yang benar dan agungkanlah Allah sehingga janji-Nya kepada kita akan berlaku.
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas