Revitalisasi Spirit Ber-IMM
Oleh: Asman Budiman
Terinspirasi dari tema Musyawarah Komisariat PK IMM Djazman Al Kindi IAIN Kendari, yang mengangkat tema “revitalisasi spirit ber IMM” membuat tulisan sederhana ini lahir. Merevitalisasi berarti menghidupkan kembali sesuatu hal yang dulunya menghidupkan keadaan.
Melihat pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa ada yang hilang dari semangat atau spirit ber IMM di organisasi tersebtu, sehingga kembali merevitalisasi keadaan ini. Ada banyak factor yang menyebabkan hal ini terjadi, sehingga pemahaman terhadap organisasi menjadi berkurang, dan bisa saja tidak diketahui.
Organisasi memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda menjadi sosok yang Tangguh, tidak mudah berpasrah diri dengan keadaan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah salah satu organisasi yang masih konsisten merawatnya. Organisasi seperti IMM yang memiliki jumlah kader yang cukup banyak, perannya bukan hanya sekadar menampung para anak muda (mahasiswa), melainkan mengajarkan bagaiamana mampu menjadi sosok manusia yang otentik.
Organisasi memiliki daya yang begitu besar, dalam melakukan perubahan terhadap sesuatu. Sebagai contoh berdirinya Budi Utomo sebagai satu organisasi di zaman pemerintah colonial, telah membawa semangat perjuangan. Keberadaan organisasi, telah merubah wajah primordial menjadi wajag egaliter sebagaimana yang saat pendeklarasian sumpah pemuda.
Buya Haedar Nasir sendiri mengatakan bahwa, untuk melakukan suatu perubahan sosial, maka dibutuhkan organasasi untuk menjadi penggerak. Dalam beberapa pengertian organisasi seringkali disebut sebagai tempat atau wadah menampung banyak orang yang memiliki gagasan dan tujuan bersama. Sehingga akan sangat efektif, jika setiap Tindakan yang mengarah kepada perubahan dan perbaikan, itu di inisiasi oleh generasi yang berkecipung di dunia organisasi.
Mejadi bagian dari sebuah organisasi, khususnya IMM adalah anugerah dari Allah Swt yang memberikan kesempatan untuk kita semua, menjadi manusia pembelajar. Menjadi manusia pembelajar akan membawa kita menuju kepada kesadaran bahwa mempelajari sesuatu hal tidaklah terbatas kepada usia dan raut wajah.
Realitas IMM
Organisasi akan hidup, jika orang-orang di dalamnya mampu menggerakannya. Dalam realitasnya IMM seringkali kehilangan driver untuk mengoperasikan kendaran yang disebut organisasi. Organisasi bisa kita ibaratkan sebagai mobil, jika tidak ada manusia yang menggendarainya maka ia tidak akan bisa berjalan.
ada beberapa factor yang membuat IMM seringkali jalan di tempat, seperti orang yang sedang belajar baris-berbaris. Dalam pandangan sederhana saya, ada beberapa level model kader dalam ber IMM yang menyebabkan ghirah untuk mengaktifkan diri di organisasi mati.
Level pertama, dogma kuliah dan organisasi sering dibenturkan antara keduanya. Organisasi dianggap penyebab kuliah terhambat, karena terlibat mengurus kegiatan organisasi. Cara pandang seperti ini, justru berdampak kepada semangat yang hilang dan tidak lagi berpartisipasi untuk meningkatkan kemampuan seorang kader di organisasi. Biasanya, kader seperti ini, setelah mengikuti kaderisasi ia langsung menghilang.
Level kedua, tidak berjalannya system yang membuat kader IMM merasakan manfaat dari keterlibatannya bergabung di IMM tidak berjalan. Misalkan pengajian yang tidak terlaksana, jarangnya silaturahim terbangun, dan tidak adanya konsep kepemimpinan yang jelas dalam organisasi. Sementara hidup yang bergerak begitu cepat, organisasi tidak mampu mengimbanginya sehingga kader merasa IMM membawa kepada pengembangan.
Level ketiga, kader yang tidak memiliki kesadaran posisinya sebagai pimpinan. Pimpinan atau pengurus adalah mereka yang memiliki tanggungjawab untuk memikirkan keberlangsungan organisasi di periodisasi tertentu. Realitas yang ada, pimpinan seringkali meninggalkan Amanah itu. Tentunya banyak factor, misalnya keharmonisan sesama pengurus tidak terjalin dengan baik, egosentrisme yang melanda pimpinan, politik internal yang berkepanjangan, dan adanya kepemimpinan yang sentralsitik.
Realitas di atas, bisa saja sangat subyektif dalam melihat masalah yang ada. Tetapi hal demikian, dalam pengamatan yang dilakukan (observasi) dan mengajak diskusi beberapa kader, maka ini adalah sebuah realitas yang hampir seluruhnya merasakan (level pimpinan), meskipun masalah yang ada, pasti berbeda-beda di setiap daerah.
Menumbuhkan Semangat
Sutan Sjahrir pernah berkata “hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan”. Kalimat tersebut banyak mengandung opium, yang akan memberikan rasa terhadap perjuangan. Hidup adalah pilihan, termasuk memilih untuk berjibaku dengan berbagai persoalan yang ada.
Seorang kader dalam ber IMM, dipastikan untuk mampu menemukan tujuan yang kuat dan jelas sehingga mau bergerak di IMM. Tujuan sangatlah penting untuk dipahami dan dijadikan sebagai metodologi utama dalam merawat semangat perjuangan.
Ber IMM tentunya tidak hanya sekadar ikut dalam efouria semata. Di IMM kita akan belajar banyak hal, termasuk bagaimana menghargai hidup dan proses yang telah dilalui. Ikrar yang disampaikan dipenghujung malam, bukanlah gerbang untuk memasuki ruang hampa, melainkan akan membawa kader IMM kepada dimensi perjuangan yang hakiki.
Menumbuhkan semangat ber IMM, bisa dimulai dengan kecintaan kita terhadap perjuangan. Perjuangan akan bisa dicapai jika manusia berkelompok. Sebagaimana Yuval Noah Harari mengatakan bahwa manusia itu akan kuat jika dia berkelompok, sedangkan sendirian ia akan terkalahkan. Perjuangan inilah yang dimaksud Sjahrir untuk dijadikan sebagai dimensi berpikir dalam merawat semangat ber IMM.
Untuk mampu melaksanakan perjuangan itu, keteguhan, konsistensi dan menjadi manusia pembelajar adalah kunci untuk mampu menumbuhkan ghirah dalam ber IMM. Hanya dengan itulah, kita mampu menjadikan IMM sebagai bagian dari hidup yang dipertaruhkan.
Sebagaimana kata Mohammad Natsir “Untuk mencapai sesuatu, harus diperjuangkan dulu. Seperti mengambil buah kelapa, dan tidak menunggu saja seperti jatuh durian yang telah masak”.
Asman Budiman, Ketua DPD IMM Sultra Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan