Silaturahmi untuk Islam Berkemajuan
Oleh Muhammad Qorib, PWM Sumatera Utara dan Dekan FAI UMSU
Islam Berkemajuan merupakan simbol gagasan bernas Persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan Islam Berkemajuan tidak bersifat adhoc, dalam arti dirumuskan untuk tujuan dan waktu tertentu. Islam Berkemajuan merupakan gagasan berkesinambungan yang lahir dari akal murni, yaitu penalaran yang mengintegrasikan pesan ilahiyah dengan kepentingan insaniyah. Gagasan tersebut muncul dari perenungan K.H. Ahmad Dahlan yang dilakukan secara komprehensif berbasis Alquran dan al-Sunnah disertai dengan pencermatan yang jeli terhadap perubahan masyarakat. Menariknya, K.H. Ahmad Dahlan mengembangkan semangat Islam Berkemajuan berbasis silaturahmi. Karenanya, gagasan Islam Berkemajuan tetap kontekstual, mencerahkan dan inovatif.
Esensi Silaturahmi
Diantara hal penting yang terkandung dalam gagasan Islam Berkemajuan adalah aktifitas silaturahmi. Jika dicermati, arti dan ruang lingkup silaturahmi sangat luas, namun kini seperti dibonsai, dipahami dan dilaksanakan dalam ruang dan waktu yang terbatas. Secara sosiologis dan dalam pengertian yang sederhana, silaturahmi diartikan dengan menjalin hubungan antar sesama anggota keluarga dan masyarakat, terambil dari akar kata shilah yang berarti hubungan, dan rahmun, yang berarti kasih sayang. Sementara ada yang memahami bahwa silaturahmi merupakan kosa kata bahasa Indonesia yang diambil dari kosa kata bahasa Arab “silaturahim”. Ada pula yang mengartikan bahwa “silaturahim” merupakan jalinan persaudaraan antara orang-orang yang lahir dari rahim yang sama (sekandung).
Silaturahmi dilakukan bukan saja kepada umat Islam, namun kepada semua umat manusia. Akan lebih baik jika silaturahmi berangkat dari rasa tulus, dari hati ke hati. Silaturahmi juga tidak mesti dilakukan melalui terjadinya interaksi fisikal, namun juga dapat dilakukan melalui pesan virtual sebagaimana yang terjadi selama ini. Tidak dikatakan silaturahmi jika salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak tulus dan di dalam hati masih saling membenci meskipun secara fisikal bertemu. Silaturahmi terjadi ketika dua belah pihak atau lebih menautkan relasi dari hati ke hati.
Dalam konteks yang lebih luas, silaturahmi dapat dipahami sebagai aktifitas yang bersifat kolaboratif melalui dialog dan kerjasama antar peradaban. Silaturahmi diwujudkan dengan membuka, memperluas dan merawat jejaring kemanusiaan. Dengan demikian, silaturahmi menembus sekat-sekat tradisi. Esensi dari silaturahmi adalah terjadinya simbiosis mutualisme, yaitu kerjasama yang saling menguntungkan untuk mencapai kemaslahatan. Silaturahmi mewujud ke dalam empat aktifitas, yaitu: Pertama, ta’aruf, berarti saling mengenal dan saling menukar ide dan gagasan. Ta’aruf juga menghendaki sikap terbuka untuk saling belajar dan saling mengisi. Kedua, tafahum, berarti saling memahami kelebihan dan kelemahan pihak-pihak yang bersilaturahmi. Ketiga, ta’awun, berarti sikap saling menolong. Keempat, takaful, berarti saling memberikan jaminan.
Terlepas dari perdebatan akademik tentang arti dan definisi silaturahmi itu, yang terpenting adalah bahwa silaturahmi merupakan piranti yang sangat mendasar bagi sebuah kemajuan. Orang yang berkomitmen untuk menjalin silaturahmi adalah orang yang berjiwa wasathiyah (tengahan) dengan karakteristik tawazun (seimbang), dan tasamuh (toleran), terbuka pada perubahan, dan tidak khawatir dengan kehadiran orang lain. Sebab silaturahmi meniscayakan lahirnya sebuah interaksi antar anggota masyarakat yang memiliki latar belakang majemuk. Silaturahmi menganyam berbagai potensi menjadi sebuah kekuatan yang menggerakkan. Silaturahmi tidak akan tumbuh dan berkembang dalam jiwa yang senantiasa menafikan kehadiran orang lain dan menutup diri dengan perubahan.
Di zaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih seperti sekarang ini, silaturahmi menjadi sebuah keniscayaan. Orang tidak lagi bisa hidup menyendiri dan melakukan ekskomunikasi dari masyarakat. Dunia yang demikian luas seolah berubah menjadi sebuah global village (desa buana). Hal ini ditandai dengan interaksi yang mudah dan cepat melalui Internet of Thing (IoT) dan Artificial Intelligence (AI). Oleh karena itu, tanda-tanda zaman ini harus direspons dengan arif dan menjadi peluang untuk saling belajar dan memperkuat daya saing.
Silaturahmi dapat diwujudkan melalui berbagai dialog dan kolaborasi antar peradaban. Jika Islam diyakini dan diamalkan dengan baik, maka tidak perlu ada kekhawatiran terjadinya pendangkalan iman. Alquran sendiri memberikan jaminan bahwa barat dan timur adalah milik Allah, dan ilmu Allah senantiasa terdapat di belahan bumi mana pun (Q.S. Al-Baqarah/ 2: 115). Ini menjadi panduan bahwa kerjasama kepada siapa pun senantiasa dianjurkan. Rasulullah sendiri menegaskan bahwa silaturahmi akan memperluas rezeki dan mengokohkan atsar, yaitu jejak-jejak peradaban (H.R. Bukhari dan Muslim). Atsar dapat pula diartikan dengan legasi peradaban maupun heritage untuk panduan generasi selanjutnya.
Jika dilihat kemajuan yang dicapai umat Islam di masa lalu, sebenarnya prinsip silaturahmi menjadi ruh dalam meraih kemajuan itu. Umat Islam sangat percaya diri dan tidak merasa khawatir iman mereka akan terpapar dengan pemahaman yang datang dari luar. Shilatul fikr (interaksi pemikiran) terjadi antara filosof-filosof Yunani, seperti; Socrates, Plato, Aristoteles dengan filosof-silosof Muslim seperti: Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd melahirkan gerakan pencerahan yang dibingkai semangat religius. Pertukaran budaya tersebut mengantarkan umat Islam menjadi kiblat peradaban dunia. Iman otentik yang dimiliki para ilmuan Muslim itu menjadi dasar untuk membangun dialog peradaban. Bagi mereka, iman harus diuji di ruang terbuka.
Menjaga iman bukan berarti lari dari kenyataan dan menghindari tantangan kehidupan. Sebaliknya, iman otentik menjadi suluh untuk melahirkan inovasi untuk meraih berbagai kemajuan. Iman otentik secara fungsional menjadi dasar pemecah berbagai persoalan kehidupan. Allah sendiri menegaskan bahwa diinul qayyimah yang berarti agama yang lurus, atau yang secara esensial mengandung semangat kemajuan, didasari oleh ketulusan, hubungan vertikal kepada Allah yang diwujudkan melalui ritual shalat, dan kerja-kerja kemanusiaan yang diwujudkan melalui aktifitas mengeluarkan zakat (Q.S. Al-Bayyinah/ 98: 5). Bahkan dapat dimengerti bahwa aktifitas mengeluarkan zakat terkait erat dengan gagasan profesionalisme pengelolaan lembaga filantropi sehingga menjadi salah satu solusi atas persoalan umat dan kemanusiaan. Kerja-kerja tersebut tidak bisa dilakukan sendirian melainkan dilakukan secara kolektif.
Demikian pula yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan. Iman otentik membimbingnya untuk membangun silaturahmi kepada siapa pun. Berbagai hikmah dikejar, mulai dari pemikiran Ibnu Taymiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Dalam lingkup nusantara, K.H. Ahmad Dahlan membangun silaturahmi kepada tokoh dr. Wahidin, pendiri Budi Utomo, bahkan ia menjadi salah satu anggota di dalamnya. K.H. Ahmad Dahlan juga bersilaturahmi kepada H. Samanhudi dan H.O.S. Tjokroaminoto, pendiri Syarikat Dagang Islam dan Syarikat Islam yang sangat maju ketika itu. Hasil silaturahmi tersebut memberi inspirasi kepada K.H. Ahmad Dahlan untuk menggerakkan Islam secara organisatoris dan berkemajuan.
Keberanian K.H. Ahmad Dahlan dalam membangun silaturahmi memang dianggap tidak lazim ketika itu. Namun ketidaklaziman tidak selalu bermuara pada kesalahan. Aktifitas silaturahmi yang agak dianggap lebih ekstrim adalah dialog antara K.H. Ahamad Dahlan dengan tokoh komunis seperti Semaun. Dari Pastor Vanlith, tokoh Katolik, K.H. Ahmad Dahlan mendapatkan pencerahan bagaimana memajukan umat Islam melalui schooling (pendidikan), curing (rumah sakit), caring (pelayanan sosial). Tradisi tersebut senantiasa dipertahankan sampai saat ini karena menjadi sekoci-sekoci penting untuk memperkaya dan memajukan gerakan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah.
Munculnya istilah Krismuha (Kristen Muhammadiyah) sesungguhnya merupakan konsekuensi dari tradisi silaturahmi antar peradaban yang dilakukan Muhammadiyah. Meskipun ada sebagian orang yang mengkritik istilah tersebut, namun hakikatnya Krismuha merupakan varian sosiologis yang tidak akan mendangkalkan akidah umat Islam. Justru dengan varian tersebut, banyak non Muslim bersimpati kepada Muhammadiyah dan pada akhirnya melakukan konversi iman dari non Muslim kepada Islam. Selain itu, rasa simpati juga diekspresikan melalui dukungan moral dan material untuk kemajuan Muhammadiyah.
Pilar Islam Berkemajuan
Silaturahmi, tidak dapat tidak, harus dilakukan. Esensi silaturahmi tidak saja mencakup relasi antar pribadi, keluarga dan kelompok, tapi juga terwujudnya kolaborasi dalam lingkup yang luas. Silaturahmi adalah pilar untuk mewujudkan gagasan Islam Berkemajuan. Gagasan besar dan bernas tersebut tidak produktif, mengawang, berdaya jangkau sempit, dan terbatas tanpa aktifitas silaturahmi. Implementasi dan diseminasi silaturahmi untuk gagasan Islam Berkemajuan dapat dilakukan dengan cara ta’aruf (saling mengenal dan bekerjasama), tafahum (saling memahami berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing), ta’awun (saling membantu), dan takaful (saling memberikan jaminan). Semoga bermanfaat.