“Super Flu” Ramai di AS, Dosen Kedokteran Unismuh Ingatkan Kewaspadaan

Publish

30 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
70
Foto Istimewa

Foto Istimewa

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah — Istilah “super flu” kembali ramai dibicarakan setelah lonjakan kasus influenza di Amerika Serikat dikaitkan dengan Influenza A (H3N2) subclade K, subvarian yang pada musim flu 2025/2026 juga dilaporkan mendominasi di sejumlah wilayah Eropa.

Menanggapi kekhawatiran publik soal kemungkinan “super flu” masuk Indonesia, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unismuh Makassar, dr. Nurmila, M.Kes, Sp.PD, meminta masyarakat menempatkan isu ini secara proporsional. “Bukan untuk panik, tetapi untuk memperkuat kewaspadaan dan pencegahan,” ujarnya, saat dikonfirmasi pada Selasa, 30 Desember 2025.

“Pertama, kita luruskan dulu istilahnya. Super flu itu label media. Secara ilmiah yang dibahas adalah H3N2 subclade K—dan sampai saat ini, laporan lembaga kesehatan menunjukkan tidak ada bukti kuat bahwa varian ini otomatis lebih mematikan. Namun, ia bisa membuat kasus meningkat cepat dan layanan kesehatan kewalahan,” kata dr Nurmila.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), potensi masuknya varian ini dinilai besar karena mobilitas lintas negara tinggi. Bahkan, disebut “kemungkinan sudah ada” jika merujuk pola penyebaran penyakit pernapasan lintas negara.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan hingga November 2025 belum ditemukan kasus flu akibat infeksi subclade K. Surveilans genomik yang dilakukan NIC juga dilaporkan masih menunjukkan dominasi H3N2 clade 3C.2a dan belum menemukan clade baru yang berbeda dari yang bersirkulasi global.

Menurut dr Nurmila, dua informasi itu dapat dibaca bersamaan. Risiko masuk tetap ada, tetapi kepastian membutuhkan kemampuan deteksi subvarian melalui pemeriksaan genomik yang tidak selalu menjadi pemeriksaan rutin di layanan kesehatan.

Dr Nurmila mengingatkan, influenza, termasuk H3N2, secara klinis umumnya menyerupai flu musiman, seperti demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sakit kepala, pegal, dan lemas. Namun, kelompok tertentu lebih rentan mengalami kondisi berat, terutama anak balita, lansia, ibu hamil, serta penderita komorbid.

Karena itu, ia meminta orang tua memusatkan perhatian pada pencegahan penularan di rumah dan pengenalan tanda bahaya. Pencegahan, kata dia, dapat dimulai dari vaksin influenza tahunan terutama pada kelompok rentan sesuai rekomendasi dokter, membiasakan cuci tangan dan etika batuk-bersin, serta menggunakan masker saat bergejala. Jika anak sakit, ia menyarankan anak beristirahat di rumah agar tidak menularkan ke sekolah maupun anggota keluarga lain.

Adapun tanda bahaya yang perlu segera diperiksakan, menurut Nurmila, antara lain napas cepat atau sesak disertai tarikan dinding dada atau bibir kebiruan; demam tinggi yang menetap atau anak tampak sangat lemas; tanda dehidrasi seperti jarang buang air kecil, mulut kering, dan menolak minum; serta kejang atau penurunan kesadaran.

“Yang sering jadi masalah bukan hanya virusnya, tapi keterlambatan mengenali tanda bahaya dan keterlambatan akses layanan,” ujarnya.

Pada level kebijakan, Nurmila menilai langkah antisipasi yang paling relevan adalah memperkuat surveilans influenza dan pemeriksaan genomik pada sampel sentinel, terutama di pintu masuk serta rumah sakit rujukan. Dengan begitu, jika subclade tertentu mulai muncul, pergerakannya dapat cepat terpantau.

Ia juga menekankan pentingnya komunikasi risiko yang jernih agar publik tidak terseret istilah yang terlanjur menakutkan. “Kalau masyarakat paham bahwa ini influenza yang bermutasi, bukan ‘virus misterius’, maka responsnya lebih rasional: vaksin, PHBS, dan cepat berobat bila ada gejala berat,” kata Nurmila.

Terkait pertanyaan apakah vaksin influenza masih berguna di tengah fenomena drift, Nurmila menyebut vaksin tetap penting, terutama untuk menurunkan risiko sakit berat dan rawat inap meski efektivitasnya bisa bervariasi antar musim.

Pada akhirnya, ia menegaskan isu “super flu” semestinya menjadi pengingat bahwa influenza bukan penyakit remeh, terutama bagi kelompok rentan. Kewaspadaan, vaksinasi, dan perilaku hidup bersih, serta keputusan cepat mencari pertolongan saat gejala mengarah pada kondisi berat, tetap menjadi kunci.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

Jadi Wadah Kader PK IMM Blue Savant Bercerita SURABAYA, Suara Muhammadiyah - Hadirnya bidang immawa....

Suara Muhammadiyah

2 November 2023

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah melakukan diseminasi hasil ases....

Suara Muhammadiyah

27 June 2024

Berita

TULANG BAWANG, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Menggala kembali menggelar ke....

Suara Muhammadiyah

12 November 2025

Berita

PADANG, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah Disaster Managemen Center Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Su....

Suara Muhammadiyah

25 March 2024

Berita

MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Rapat Senat Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar telah m....

Suara Muhammadiyah

18 May 2024