PEKALONGAN, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah telah berpengalaman menjalankan sektor pendidikan lebih dari satu abad. Dari pengalaman panjang itu telah terkristal sari pati filosofi pendidikan yang menjadi acuan penyelenggaraan proses pencerdasan anak bangsa yang dijalankannya. Untuk pendidikan pada jenjang perguruan tinggi setidaknya pengalaman Muhammadiyah telah melewati masa setengah abad. Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) telah hadir sejak pertengahan abad lalu.
Kini jumlah PTMA di seluruh Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah PTMA, baik yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah maupun Aisyiyah, kini mencapai jumlah 166 buah dengan rincian: universitas sebanyak 55, sekolah tinggi 89, akademi 9, institut 8, dan politeknik 5. Prodi yang dikelola di bawah 166 PTMA itu mencapai 1.720 prodi yang melibatkan 589.421 mahasiswa dan 17.729 dosen (112 di antaranya menduduki jabatan akademik guru besar).
Dalam Munas Tarjih ke-32 di Pekalongan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar menegaskan, dengan jumlah PTMA yang banyak dan dengan pelibatan sumber daya manusia yang juga besar itu, harapannya tentu Muhammadiyah tidak hanya menyelenggarakan pendidikan tinggi sekedar mengalir mengikuti arus: mendapat mahasiswa yang banyak, mampu membangun gedung yang megah, dapat secara tehnis dan formal memenuhi tuntutan akreditasi dan pemeringkatan.
PTMA harus memiliki ciri yang membedakannya dari perguruan tinggi lain, yaitu dari segi pelaksanaan tugas perguruan tinggi itu sendiri. Di lingkungan perguruan tinggi pada umumnya dikenal tiga tugas yang wajib dijalankannya yang lazim disebut tri darma perguruan tinggi yang meliputi tugas pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara itu di lingkungan PTMA dikenal catur darma perguruan tinggi di mana darma yang keempat adalah pengembangan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Kehadiran darma keempat ini adalah konsekuensi logis belaka dari jati diri Muhammadiyah yang ditegaskan dalam Anggaran Dasarnya sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid yang bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Maka salah satu butir sari pati filosofi pendidikan Muhammadiyah, terkait pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) menegaskan, IPTEKS adalah hasil pemikiran rasional secara holistik dan kompehensif atas realitas alam semesta (ayat kauniah) dan atas wahyu dan sunnah (ayat kauliah) yang merupakan satu kesatuan integral melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang terus menerus bagi kemuliaan manusia dalam kehidupan yang lestari.
Filosofi pendidikan di atas, apabila dikaitkan dengan darma kedua perguruan tinggi (yaitu tugas penelitian), jelas menunjukkan suatu konsep pengembangan ilmu yang integratif, di mana refleksi atas ayat kauniah dan ayat kauliah merupakan satu kesatuan integral. Filosofi ini menunjukkan dengan tegas bahwa institusi pendidikan Muhammadiyah, khususnya PTMA, tidak sekedar menjadi konsumen pengetahuan yang dikembangkan orang lain, tetapi harus ikut berperan dalam upaya pengembangannya dengan dasar pandangan, filosofi, nilai-nilai, dan taradisi budaya yang sesuai dengan dan dimiliki oleh Muhammadiyah.
“Oleh karena itu tentu menjadi perlu bagi insan PTMA untuk memperhatikan masalah ini dengan serius dan mengusahakan membangun filisofi pengembangan keilmuan di PTMA yang integratif itu. Untuk itu saya mencoba ikut urun rembug bersama yang lain untuk menggali gagasan mengenai masalah tersebut. Tentang bagaimana membangun filosofi pengembangan ilmu berdasarkan nilai-nilai AIK,” ujarnya. (gsh/diko)