YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Islam telah menjadi agama mayoritas yang dianut oleh umat manusia di muka bumi. Hal ini tentu berkat metode penyebarannya yang dirancang dengan cermat, sehingga Islam berkembang pesat hingga sekarang. Metode tersebut dapat dilakukan melalui kesenian dan kebudayaan.
Demikian yang disampaikan Pegiat Seni dari Bantul Tri Kadar Nugroho saat Talkshow Ndesa (Nderek Srawung) produksi Siswa kelas XI Jurusan Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu (11/5) tayang secara langsung melalui channel KMUHITV sebagai projek semester genap.
“Kesenian dan kebudayaan pada dasarnya bisa untuk menjadi fasilitas apa saja, termasuk fasilitas penyebaran agama (Islam). Karena pada dasarnya adalah sesuatu yang sehari-hari dilakukan masyarakat,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Kadar mengaku sangat bangga dan mengapresiasi setinggi-tingginya dengan kegiatan tersebut. Menurutnya, generasi muda sangat penting untuk belajar ihwal kesenian dan kebudayaan sebagai salah satu metoda penyebaran agama, khususnya agama Islam.
“Saya sangat apresiasi kepada kalian anak-anak muda peduli sekarang mengangkat kesenian dan kebudayaan. Ini adalah sesuatu yang luar biasa. Kalian semua harus mengenal kesenian dan kebudayaan, Jawa khususnya. Karena itu adalah bekal bagi kalian semuanya,” katanya.
Kadar merasa gundah dengan potret generasi muda sekarang yang cenderung kepada Kesenian Korea. Banyak di antara kalangan mereka mulai meninggalkan pada kesenian asli Indonesia. Lebih-lebih kesenian Jawa yang sarat dengan niai-nilai luhur, pendidikan, dan penghayatan spiritual yang menghunjam.
“Sekarang banyak anak-anak muda lebih peduli dengan kesenian Korea. (Justru) melupakan kesenian-kesenian tradisi di Jawa. Padahal, kesenian Jawa itu sangat banyak sekali yang bisa menuntun unggah-ungguh perilaku kita untuk lebih baik,” katanya.
Kegiatan ini juga menghadirkan Muhammad Taqwim Luqis selaku Dalang Jawa. Ia menyebut peranti kewayangan sebagai komparasi dari kehidupan. Dikatakan demikian, karena wayang mereprsentasikan watak dan laku dari manusia itu sendiri.
“Wayang itu sebenarnya bayangan dari kehidupan manusia atau karakter manusia. Cerita-cerita (dalam perwayangan) di komparasikan dengan isu atau kondisi masyarakat tertentu. Makanya bisa dijadikan percontohan atau pembelajaran,” jelasnya.
Taqwim menyebut sejak tahun 2003, warisan budaya Indonesia ini telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Diungkapkannya, wayang menjadi peranti menyemai ajaran agama Islam. Salah satu wali songo yang mempelopori pengunaan wayang sebagai media penyebaran agama adalah Sunan Gunung Jati atau nama asli Maulana Syarif Hidayatullah. Yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan Kalijaga.
“Awal mula sebenarnya mempelopori wayang sebagai media dakwah adalah Sunan Gunung Jati. Selain ahli politik, guru agama, seorang ahli spiritualis, beliau juga seniman (dalang), dan raja di Cirebon. Cikal bakal Sunan Kalijaga mendalang sebagai media dakwah itu yang mengutus Sunan Gunung Jati,” ungkapnya.
Taqwim menyebut Sunan Kalijaga menyemai dakwah Islam dengan lewat syair lir Ilir, Turi Putih, Gundul-gundul Pacul dan Sluku-sluku Bathok. Dari syair-syair ini kemudian, agama Islam mengalami penyebaran masif dan diterima oleh masyarakat.
Untuk itu, sedemikian vitalnya, Kadar dan Taqwim berharap kepada generasi muda agar jangan patah arang belajar dan mencintai kesenian dan kebudayaan.
"Jangan pernah berhenti untuk mencintai tradisi. Karena dari situ kalian akan terjaga budi pekerti. Obrolan di talkshow ini mudah-mudahan dapat diwujudkan, karena pada dasar nya Agama dan budaya itu berjalan beriringan memiliki satu tujuan,” tutup mereka. (Cris/Allegra)