Tanda Mabrur Selepas Jumrah

Publish

11 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
109
Jamaah haji di area Mina Foto Kemenag

Jamaah haji di area Mina Foto Kemenag

MAKKAH, Suara Muhammadiyah - Ribuan langkah telah terlewati segenap jamaah haji dari berbagai penjuru dunia. Setelah wukuf di padang Arafah, lalu mabit di Muzdalifah, prosesi haji beranjak ke Mina. Selain mabit juga di Mina, jamaah haji turut melempar jumrah. Kerikil-kerikil yang dipungut di Muzdalifah adalah simbol senjata melawan setan yang terus menerus menggoda jiwa manusia untuk berpaling dari Allah SwT.

Selain memenuhi syarat dan rukun haji, seperti terungkap dalam khutbah wukuf, beberapa tanda jamaah meraih haji yang mambrur adalah menghindari pertentangan, perdebatan, dan pertengkaran. Termasuk ridha atas ketetapan Tuhan dan tidak banyak mengeluh. Karena esensi dari ibadah haji lebih dari sekadar melaksanakan ritual sejak dari perjalanan dari tanah air hingga melaksanakan rangkaian ibadah di Tanah Suci, ibadah haji merupakan awal menjadi pribadi yang paripurna. Baik secara vertikal diri sendiri dengan Allah Swt sekaligus horizontal dalam kehidupan sesama manusia dan makhluk lainnya di muka bumi ini.

Syahdan, ada keluarga dari Indonesia masuk resto negeri Jiran di seberang jamarat yang menjadi oase jamaah yang ingin mengisi kembali energi setelah ribuan langkah di Mina. Pelayanan resto dengan sigap menyajikan pesanan makanan dan minuman yang cukup familiar bagi jamaah nusantara. Ada nasi campur yang seperti nasi rames dengan sayuran, semur daging, dan kerupuk. Ada juga bakso serta nasi goreng. Untuk minuman ada teh panas, teh susu, dan jus yang menyegarkan. Terang saja makanan dan minuman itu mampu melepas dahaga dan kerinduan makanan yang rasanya sesuai dengan makanan rumahan.

Saat menyeruput teh yang baru disajikan, sang bapak refleks mengaduh, “panas banget,” ucapnya dengan nada “agak” kesal dengan dahi yang mengernyit. Memang teh yang disajikan di gelas cup berwarna merah itu masih ada uap yang membumbung ke udara tanda masih panas. Langsung saja sang istri yang persis di sampingnya menuang air mineral ke gelas suaminya dengan wajah tenang dan sabar. Bagi sebagian orang, mungkin pemandangan itu adalah sesuatu yang biasa. Wajar saja orang mengeluh dan kesal. Namun jika dikaitkan dengan perjalanan haji yang sudah dijalankan selama 1 bulan di Tanah Suci kita patut mencontoh sang ibu.

Mungkin rasa lelah masih menyelimuti, apalagi jika sebelumnya dari hotel ke Arafah menggunakan kendaraan, begitu pula dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina ada kendaraan yang mengantar. Meskipun ada segelintir jamaah yang berjalan dari Muzdalifah ke Mina akibat padatnya lalu lintas. Belum lagi ketika sampai Mina, perlu mengencangkan ikat pinggang dan menguatkan langkah untuk berjalan menuju jamarat (tempat melempar jumrah) yang bagitu luas. Rasa capek terkadang membuat orang mengeluh dan berkesah, hal yang tak mengenakan bisa menjadi masalah, namun bagi bagi kita yang memiliki hati yang lapang, berbagai masalah tak ada apa-apanya. Tentu atas kuasa Allah SwT. Apalagi setelah berbagai prosesi ibadah haji yang telah berhasil dilalui.

Haji Sejati Bersemayam di Dalam Diri

Ada lagi contoh dari sang ibu di meja makan itu. Hanya dia sendiri yang memesan bakso. Suami dan anak-anaknya memesan nasi campur dan nasi goreng. Tiga anaknya yang ikut berhaji sudah dewasa, satu putri dan dua putra, namun anak baginya tetaplah buah hati yang telah dididik dan dibesarkan dengan sepenuh hati sejak lahir ke dunia ini. Tak mau sendirian menikmati nikmatnya bakso, sang ibu menawarkan ke anaknya. “Ini enak loh,” ujarnya sembari menyodorkan bakso dengan kuah kaldu yang pasti sangat dirindukannya.

Sempat mengborol selintas, ternyata keluarga tersebut berasal dari Pasuruan. Momen kecil dan akrab di meja makan ini, yang memperlihatkan secara halus mengisyaratkan esensi sejati dari ibadah haji. Ini adalah pengingat kuat bahwa tanda-tanda telah menunaikan ibadah haji jauh melampaui penampilan luar.

Haji, rukun Islam kelima, adalah perjalanan spiritual yang mendalam dengan persyaratan khusus bagi mereka yang mampu. Kewajiban menunaikan ibadah haji dibebankan kepada setiap Muslim yang memenuhi syarat "istitha'ah" — kemampuan untuk melakukan perjalanan. Kemampuan ini mencakup kesiapan fisik, finansial, dan, yang terpenting, pengetahuan. Seperti dalam firman Allah SwT, "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh." (QS Surat Al-Hajj : 27)

Di luar persyaratan logistik, haji juga merupakan panggilan. Mereka yang merasakan panggilan mendalam ini, insya Allah, dapat berangkat ke Tanah Suci melalui cara yang makruf dan sesuai dengan ketentuan resmi. Bagi jemaah haji yang mengambil nafar awal, lontar jumrah di hari kedua tasyrik menjadi rangkaian akhir prosesi haji di Mina.

Indikator sejati dari haji yang bermakna tidak ditemukan dalam pakaian, gelar, atau oleh-oleh. Mereka terjalin dalam kehidupan sehari-hari, dalam tindakan kebaikan kecil, iman yang semakin mendalam, kerendahan hati, dan ikatan yang lebih kuat yang dibawa oleh para jemaah haji di dalam diri mereka. Adegan di meja makan, di mana seorang ibu, meskipun telah berhaji, terus memelihara dan berbagi dengan anak-anaknya, dengan sempurna mewujudkan kebenaran ini. Dalam interaksi yang tulus dan sepenuh hati ini, serta dalam praktik nilai-nilai Islam yang berkelanjutanlah, semangat sejati haji bersinar paling terang.

Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa "tanda haji" — tanda telah menyelesaikan ibadah haji — tercermin dari penanda eksternal: peci putih, gamis, pakaian ala Arab, atau bahkan dipanggil secara formal "Bapak Haji" atau "Ibu Haji." Seperti kata pepatah, jika ingin dipanggil "haji," pergi saja ke pasar Tanah Abang — Anda pasti akan dipanggil haji! Hehe. (Riz/PPIH)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

MEKKAH, Suara Muhammadiyah - Di bawah terik langit yang membentang di atas Padang Arafah, ribuan jem....

Suara Muhammadiyah

5 June 2025

Berita

PEKANBARU, Suara Muhammadiyah -  Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universita....

Suara Muhammadiyah

14 December 2023

Berita

PONOROGO, Suara Muhammadiyah – Belum lama ini Muhammadiyah menerima Penghargaan Zayed Award fo....

Suara Muhammadiyah

21 February 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Program Studi S1 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FIS....

Suara Muhammadiyah

27 August 2024

Berita

CILACAP, Suara Muhammadiyah - Perhimpunan Mahasiswa Manajemen (HIMAMA) Sekolah Tinggi Ilmu Ekon....

Suara Muhammadiyah

29 July 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah