Usia Aisyah & Bani Quraizhah: Sebuah Kajian Ulang
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Lebih dari seribu tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para akademisi dan intelektual masih terus mengkaji dan merenungkan kehidupan beliau. Salah satu karya yang menarik perhatian adalah buku Muhammad: His Character and Conduct (1988) karya Adil Salahi. Buku ini menghadirkan perspektif modern terhadap beberapa isu kontroversial yang sering muncul dalam biografi-biografi tradisional Nabi. Adil Salahi, seorang jurnalis berpengalaman yang telah lama berkecimpung di media Timur Tengah, juga dikenal sebagai penulis produktif dengan berbagai karya tentang Islam.
Buku ini bukanlah biografi pertama Adil tentang Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya, ia telah menulis biografi lengkap setebal lebih dari 800 halaman. Namun, dalam buku ini, Adil lebih memfokuskan kajiannya pada penggambaran karakter dan perilaku Nabi. Dengan pendekatan yang lebih tematik, ia menganalisis berbagai sisi kepribadian Nabi tanpa menjabarkan seluruh detail kehidupan beliau seperti dalam karya sebelumnya. Salah satu hal yang menonjol dari buku ini adalah pembahasan Adil tentang dua isu yang masih sering diperdebatkan: usia Aisyah RA saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW dan peristiwa yang menimpa kaum Yahudi Bani Quraizhah.
Adil memberikan perhatian khusus pada usia Aisyah saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW, yang ia bahas dalam konteks sosial dan politik pernikahan Nabi secara umum. Seperti banyak peneliti lainnya, Adil menunjukkan bahwa sebagian besar pernikahan Nabi didasarkan pada alasan politik dan sosial, seperti mempererat hubungan antar suku atau mengakhiri permusuhan. Namun, usia Aisyah saat pernikahannya sering menjadi perdebatan, mengingat beberapa riwayat menyebutkan bahwa Aisyah bertunangan di usia enam tahun dan pernikahannya disempurnakan di usia sembilan tahun.
Adil menyampaikan bahwa istilah "bertunangan" dan "disempurnakan" dalam konteks budaya saat itu tidak dapat disamakan dengan standar pernikahan modern. Ia juga meragukan keakuratan riwayat-riwayat yang menyebut usia tersebut, dengan alasan bahwa pencatatan usia pada masa itu tidak akurat. Orang Arab pada masa Nabi cenderung menandai waktu berdasarkan peristiwa besar, seperti "beberapa tahun setelah Tahun Gajah," tanpa sistem kalender yang terstandar. Menurut analisis Adil, usia Aisyah kemungkinan besar sekitar 18 hingga 20 tahun saat pernikahannya disempurnakan. Pendapat ini ia dukung dengan beberapa faktor, termasuk kronologi masuknya Aisyah ke dalam Islam dan waktu hijrah Nabi.
Meskipun argumen Adil cukup meyakinkan, ia terkadang menggunakan kata-kata mutlak seperti "selalu" atau "tidak pernah," yang kurang sesuai dengan standar akademis. Hal ini menunjukkan bahwa buku ini ditujukan untuk pembaca umum, bukan akademisi. Namun, pembahasannya tentang usia Aisyah tetap bernilai sebagai alternatif perspektif yang menarik.
Adapun mengenai peristiwa Bani Quraizhah, sejarah mencatat bahwa ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, terdapat tiga suku Yahudi yang menetap di sana. Dua suku diusir, sementara suku ketiga, menurut sebagian riwayat, mengalami hukuman berat: laki-laki dewasa dieksekusi, sementara perempuan dan anak-anak ditawan. Jumlah korban laki-laki dewasa yang disebutkan dalam berbagai riwayat bervariasi antara 400 hingga 900 orang. Hukuman ini sering dikritik sebagai tindakan kejam, meskipun sebagian umat Islam membela dengan berargumen bahwa keputusan tersebut sejalan dengan hukum dalam Taurat, kitab suci Yahudi.
Adil Salahi menawarkan analisis kritis terhadap riwayat tersebut. Ia menyoroti bahwa nasib Bani Quraizhah konon ditentukan oleh seorang sekutu mereka sendiri, yang dianggap menjatuhkan putusan adil berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Namun, Adil meragukan kebenaran riwayat ini dan memberikan argumen yang kuat untuk mempertanyakan keabsahannya.
Keseluruhan buku ini menggambarkan Adil Salahi sebagai seorang penulis yang berusaha menyajikan perspektif segar tentang isu-isu kontroversial dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Meskipun beberapa aspek analisisnya dapat dikritisi, karya ini tetap relevan untuk pembaca yang ingin memahami sisi kemanusiaan dan kebijaksanaan Nabi secara lebih mendalam.