BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Pendidikan Islam saat ini menghadapi tantangan besar di tengah derasnya perkembangan teknologi, perubahan masyarakat, dan kebudayaan yang semakin kompleks. Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Hendar Riyadi menegaskan bahwa tantangan ini tidak hanya menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana teknologi dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai fundamental Islam.
“Pengetahuan apa yang mesti kita ajarkan kepada anak didik agar mampu menghadapi tantangan global ini? Ini bukan hal mudah, terutama bagi pendidikan Islam. Kita harus mampu mengintegrasikan berteknologi dan berindustri dengan spirit Islam yang kini semakin tergerus,” ujar Hendar dalam seminar internasional PAI di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Gedung UM Bandung, Senin (16/12/2024).
Hendar menyoroti bahwa tantangan utama dunia pendidikan Islam adalah menciptakan desain pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan pengetahuan yang benar, tetapi juga mampu merespons persoalan global. Integrasi antara ilmu pengetahuan dan spiritualitas Islam menjadi kunci penting dalam membentuk generasi yang kompeten sekaligus berkarakter.
Selain itu, Hendar mengkritisi kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Ia menyoroti fenomena “defisit gelar kesarjanaan,” di mana keahlian lulusan tidak selalu sejalan dengan tuntutan pekerjaan. “Hal ini memunculkan tantangan tersendiri yang berujung pada tingginya angka pengangguran terdidik. Kita harus menemukan solusi agar pendidikan Islam mampu menyeimbangkan tuntutan akademik dan kebutuhan dunia kerja,” tegasnya.
Isu lain yang turut disampaikan Hendar adalah mahalnya biaya pendidikan yang masih menjadi beban berat bagi masyarakat. Menurutnya, universitas harus terus berinovasi menjaga mutu akademik, tetapi idealnya biaya pendidikan tidak sepenuhnya dibebankan kepada mahasiswa. Ia mengingatkan kembali masa kejayaan Islam, di mana negara memberikan apresiasi tinggi kepada ilmuwan dan pendidik.
“Dulu, buku karya ilmuwan ditimbang dengan emas sebagai penghargaan luar biasa kepada pendidik. Seharusnya, kesejahteraan dosen juga bisa dibiayai negara sepenuhnya, bukan dibebankan kepada masyarakat. Pendidikan Islam juga diharapkan bisa berkolaborasi dengan negara untuk meringankan biaya pendidikan,” jelas Hendar.
Selain itu, Hendar juga menekankan pentingnya pendidikan alternatif yang berbasis kebudayaan dan kebutuhan lokal. Menurutnya, pendidikan Islam harus memiliki kontribusi nyata dalam menyelesaikan persoalan umat. “Untuk apa ada universitas Islam jika tidak mampu membangun daya saing umat? Kita harus merespons berbagai tantangan pokok di masyarakat,” tandas Hendar.
Ia mendorong kampus-kampus Islam untuk menghasilkan inovasi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Contoh inovasi yang diharapkan, misalnya, bagaimana menciptakan teknologi pengolah air banjir, teknologi pemanfaatan air hujan, hingga solusi air bersih yang lahir dari penelitian kampus Islam. “Kontribusi ini penting untuk menjawab kebutuhan umat dan memperkuat peran pendidikan Islam di tengah masyarakat,” pungkas Hendar.
Hendar optimistis, dengan mengatasi berbagai tantangan tersebut, pendidikan Islam dapat menjadi solusi nyata bagi peradaban umat di tengah perubahan global yang cepat dan semakin kompleks. Ia berharap kolaborasi dan inovasi dari semua pihak dapat mendorong kemajuan pendidikan Islam secara berkelanjutan.*