YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Saat ini, jamaah haji asal Indonesia mulai diberangkatkan. Proses pemberangkatannya dilepas secara simbolis oleh Menteri Agama beserta jajarannya. Merespons hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Haedar Nashir, MSi menyampaikan selamat menunaikan ibadah haji seraya mendoakan agar pelaksanaannya dapat berjalan lancar, aman, dirahmati Allah SwT, dan meraih haji mabrur.
Haedar juga menyampaikan lima wejangan penting kepada jamaah haji Indonesia. Pertama, luruskan niat beribadah haji karena Allah. Haedar mengatakan bahwa melaksanakan ibadah haji itu sangat berat prosesnya, di mana istita’ah yang meliputi aspek kesehatan, termasuk fisik, mental, terukur dengan pemeriksaan medis, selain kesiapan ruhani.
“Seluruh proses insya Allah dapat dijalani dengan hati yang tuma’ninah bilamana dilandasi keikhlasan. Haji bukanlah gelar dan atribut, tetapi ibadah rukun Islam kelima, yang menuntut kepasrahan kepada Allah dalam menunaikannya untuk meraih ridha dan karunia Allah SWT. Disertai segala kegiatan yang seksama sesuai yang disyariatkan Islam dan pelaksanaannya sejalan ketentuan yang berlaku,” katanya pada Ahad (12/5).
Kedua, ibadah haji berjamaah secara luas melibatkan jutaan umat muslim-muslimah di penjuru buana. Dalam pelaksanaannya, ibadah haji tidak hanya jamaah haji Indonesia, tapi berasal dari berbagai latarbelakang yang beragam. Sementara, lokasi ibadah haji hanya terbatas kendati telah diperluas di berbagai titik dengan segala fasilitas yang lengkap oleh Pemerintah Saudi maupun Pemerintah Indonesia.
“Keterbatasan dan kemampatan berhaji dalam seluruh prosesnya, termasuk di Aramina, menuntut jiwa kebersamaan. Para jamaah tidak bisa egois. Karenanya perlu niat untuk berbagi, peduli, dan saling membantu serta memberi kelonggaran antar jamaah. Dalam berhaji itulah ukhuwah Islamiyah yang mesti dipraktikkan,” imbuhnya.
Ketiga, ikuti seluruh prosesi ibadah haji sesuai syariat Islam. Ikuti segala ketentuan yang berlaku, baik yang diterapkan pemerintah Saudi maupun pemerintah Indonesia. Dalam beribadah haji lakukan dengan syariat dan sunnah Nabi serta lakukan dengan khusyuk. Bila ada perbedaan dalam praktik ibadah yang sifatnya khilafiyah jangan saling menyalahkan, sehingga diperlukan toleransi atas perbedaan cara (tanawu’).
“Namun jangan pula saling menonjolkan perbedaan, belajarlah beribadah sesuai Sunnah Nabi agar semakin mendekatkan kesamaan. Selebihnya, ambil makna dan fungsi terbaik dari ibadah haji agar tujuannya tercapai, yakni menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya guna meraih kemabruran yang diridhai Allan. Beribadah haji dengan khusyuk dan penuh pengharapan kepada Allah, menjauhi hal-hal yang tidak diperlukan dalam berhaji agar tercapai tujuanya,” jelasnya.
Keempat, meraih haji mabrur. Mabrur itu segala kebaikan yang digariskan syariat Islam dan yang menjadi kebaikan umum yang dibenarkan syariat. Berhaji yang mabrur bukan hanya selama prosesi ibadahanya, tetapi tidak kalah penting sesudahnya dalam kehidupan sehari-hari.
“Bila selama haji dilarang mengucapkan ujaran yang rafas (jorok), fusuq (inkonsisten, khianat), dan jadal (bertengkar) maka dalam kehidupan sehari-hari setelah berhaji perangai buruk itu jangan dilakukan, termasuk dalam bermedia sosial dan interaksi sosial lainnya. Semakin banyak kaum muslim berhaji, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perusakan sumberdaya alam, dan segala perbuatan buruk tidak terjadi di negeri ini,” tegasnya.
Kelima, kepada pemerintah dan seluruh institusi penyelenggaraan haji Indonesia diharapkan semakin meningkatkan fasilitas dan pelayanan terbaik agar tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
“Seluruh pimpinan dan petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan haji Indonesia saya percaya semakin tinggi penkhidmatannya dalam melayani dan menyukseskan pelaksanaan ibadah haji dalam seluruh prosesnya. Para pejabat negara yang bertugas maupun atasnama negara menunaikan ibadah haji diharapkan uswah hasanahnya di hadapah para jamaah haji, sehingga selain dapat mengayomi juga menjadi teladan terbaik yang mengutamakan kepentingan seluruh jamaah haji ketimbang diri dan keluarga sendiri,” tutup Guru Besar Sosiologi UMY ini. (Adam/Cris)