BANYUMAS, Suara Muhammadiyah – Salah satu bukti nyata Muhammadiyah Boarding School (MBS) Zam-Zam sebagai lembaga pendidikan di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah telah melakukan praktik moderasi beragama yakni dengan mengamanahkan sosok perempuan sebagai Kepala SMP MBS. Hal itu dikatakan Pengawas PAI SMA, Dr. Siti Nurhidayati, M.Pd., selaku narasumber Workshop Moderasi Beragama yang digelar Rabu (22/05/2024) di aula Kampus 3 Karanglo, Cilongok.
Ungkapan itu mengawali materinya sekaligus apresiasi atas sambutan pembukaan kegiatan yang disampaikan oleh Kepala SMP MBS Zam-Zam, Evy Nurhidayati, S.Pd. Sedangkan Kasi PAI Kantor Kemenag Kabupaten Banyumas, Agus Setiawan, S.Sos.I., selain memebrikan sambutan juga membuka kegiatan bertema, ‘Islam Washathiyah, Solusi Jalan Tengah’.
Dalam materinya, Duta Moderasi Beragama Nasional yang akrab disapa -Mba inung- ini lebih mengerucutkan pembahasanya mengenai Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan dan Pesantren.
“Implementasi moderasi beragama sendiri memiliki tiga pondasi dasar yaitu, al Qur’an surat al Baqarah ayat 256, UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, kemudian Peraturan Presiden RI nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama,” kata Inung.
Ditegaskan oleh aktivis perempuan yang mengakui dirinya terlahir dari rakhim Muhammadiyah (ayah) Muslimat NU (ibu) itu, kata dia, dalam praktiknya di dunia pendidikan termasuk pesantren yaitu berupa penerapan proses pembelajaran dan asesmen bermuatan moderasi beragama. Ditunjang pula dengan penerapan nilai moderasi beragama pada kegiatan di luar kelas, saat istirahat, kegiatan ibadah dan ko kurikuler.
Lebih terang lagi ketika materi kedua yang disampaikan oleh Ketua Komisi Ukhuwah MUI Kabupaten Banyumas, Drs. M. Djohar, M.Pd. Di hadapan peserta yang terdiri dari para ustadz dan ustadzah MBS Zam-Zam, pemateri yang notabene Ketua PDM Banyumas ini mengatakan bahwa sikap wasathiyah juga tercermin dalam keyakinan bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi mazhab. Meski demikian, pandangan mazhab dapat menjadi pertimbangan putusan.
“Alasan utama Muhammadiyah tidak menisbatkan diri menjadi pengikut mazhab tertentu karena tidak ada perintah yang tegas dalam al-Qur’an maupun Sunnah untuk mengikuti pandangan mereka. Para imam mazhab juga menegaskan bahwa sekiranya pendapat mereka keliru dan menyelisihi al-Qur’an dan Sunnah, maka jangan segan untuk meninggalkannya,” urai mantan Kepala SMP MBS Zam-Zam.
Dijelaskan oleh alumni Gontor ini, prinsip keterbukaan dan toleransi yang menjadi semangat dalam Manhaj Tarjih juga merupakan cerminan dari sikap wasathiyah. Majelis Tarjih tidak menganggap dirinya sebagai satu-satunya jalan kebenaran sekaligus menegasikan pendapat yang berbeda. Apa yang telah diputuskan merupakan capaian maksimal yang mampu diraih saat mengambil dan menyusun keputusan itu. Karenanya, baik fatwa maupun putusan yang telah dikeluarkan Majelis Tarjih sangat terbuka dengan kritik dan masukan pendapat.
“Persoalan ibadah harus memiliki dimensi masa lalu yang kuat dan permasalahan muamalah harus beriorientasi ke masa depan yang cerah. Hal tersebut merupakan ciri khas dari semangat wasathiyah,” pungkas M. Djohar.
Hadir dan memberikan sambutan, Pengawas PAI SMP MBS Zam-Zam, Drs. Anas Ansori, M.Pd.I dan sambutan penutup oleh Kepala Asrama Kampus 1, Ustadz M. Thoriq Nur Ikhsan, M.Pd., hadir pula Waka Kurikulum SMA MBS Zam-Zam, Ustadzah, Ari Eka Setyaningrum, S.Pd. * (hamidin)
