Buku ini menyoroti isu penting yang kerap menjadi semacam dilema ketika harus memilih kriteria kader yang akan mengabdi di Muhammadiyah. Manakah yang harus diprioritaskan, apakah mereka yang punya wawasan luas dan cemerlang, termasuk wawasan kemuhammadiyahan, keislaman, dan bidang yang ditekuni? Ataukah para kader yang memiliki jejak rekam di organisasi serta punya komitmen menggerakkan dakwah Persyarikatan?
Wawasan dan komitmen sama-sama menjadi kriteria penting. Penulis buku ini menyebut bahwa wawasan merupakan visi besar yang di dalamnya mengandung seperangkat pengetahuan dan sekaligus ruh yang menjadi energi penggerak bagi tercapainya suatu tujuan mulia. Muhammadiyah mengembangkan wawasan tajdid. Dalam manhaj tarjih disebutkan beberapa unsur wawasan atau perspektif dalam Muhammadiyah, meliputi wawasan paham agama (Islam Berkemajuan); wawasan tadjid yang meliputi dinamisasi dan purifikasi; wawasan toleransi; wawasan keterbukaan; dan wawasan tidak berafiliasi mazhab.
Komitmen juga sangat penting, sebab komitmen berfungsi “untuk menjaga keutuhan dan kebersamaan jamaah dalam menggerakkan mission gerakan Islam dakwah amar makruf nahi munkar” (hlm 6). Sebab itu, bagi para kader yang telah mempunyai komitmen pada Muhammadiyah, diperlukan adanya forum yang memungkinkan pengembangan wawasan secara berkelanjutan, guna mengasah dan memperluas cakrawala pemikiran dan wawasan.
Dakwah Muhammadiyah bisa menyebar hingga ke seluruh penjuru, tidak hanya digerakkan oleh mereka yang berwawasan tinggi, tetapi juga oleh para mubaligh dengan pemahaman Islam yang terbatas tetapi punya ketulusan dan konsistensi tinggi. Penggerak dakwah dengan penguasaan ilmu yang terbatas ini sering dijuluki sebagai kiai taraktu fikum atau kiai bungistu. Ayat atau hadits yang mereka sampaikan hanya “itu-itu saja.” Yaitu, “Taraktu fiikum amraini ma in tamassaktum bihima lan tadhillu abadan: kitaballahi wa sunnatarasulihi” atau hadits “Innama bu’istu liutammima makarimal akhlak.”
Para kiai taraktu fikum atau kiai bungistu ini menjadi panutan dalam masyarakat bawah. “Meski dalilnya sedikit, tapi kehebatan mereka terletak pada ketaatan pada dalil yang mereka anjur-anjurkan” (hlm 8). Mereka bergerak dengan penuh daya juang, semata mengharap balasan ilahi. Tentu idealnya, mereka perlu memperluas wawasan keagamaan, guna lebih memantapkan penyampaian dakwah sembari tetap merawat akhlak, ketulusan, dan militansi.
Muhammadiyah juga digerakkan oleh banyak warga atau anggota yang “seringkali mengambil peran seperti lilin” (hlm 11) yang menerangi banyak orang meskipun dengan mengorbankan diri sendiri. Immawan yang terinspirasi dari Hanan Muhtarom, mengibaratkan mereka seperti pasukan patehan, yaitu orang yang kerjanya menyiapkan teh dalam setiap hajatan di kampung.
Para patehan adalah orang-orang yang menentukan kesuksesan, menentukan tersenyum atau kecewa para tamu dalam keramaian hajatan. Mereka penuh disiplin, bekerja di pojokan atau di belakang. Mereka suka khawatir kalau gula-tehnya kurang atau lebih. Telinganya selalu terbuka jika tiba-tiba ada komando: keluarkan minuman! Mereka bekerja lebih pagi dari empunya hajatan, dan pulang paling akhir untuk merapikan semua peralatan, ketika semua tamu telah pulang dengan tersenyum. Di Muhammadiyah, banyak kader akar rumput yang memainkan peran seperti itu, mereka jarang dikenal, tetapi kerja tulusnya nyata. (Muhammad Ridha Basri)
Judul : Muhammadiyah: Wawasan dan Komitmen
Penulis : Immawan Wahyudi
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : I, September 2022
Tebal, ukuran : xiv + 189 hlm, 16 x 23 cm