Yusron Asrofie Idola Anak Muda Berprestasi
Bagi anak muda Kotagede pada zamannya, pemuda Yusron Asrofie menjadi idola. Semangat berprestasinya tinggi sekali. Pamannya, Kang Ahsan Nuri, sang motivator ulung yang sukses memimpin Pemuda Muhammadiyah Kotagede dengan pendekatan ilmiah (memimpin berbasis data empiris yang objektif) dan ahli menginvestigasi kecenderungan masyarakat serta memetakan masyarakat berdasar basis sosial politik, yang selalu memicu dan memacu semangat berprestasi. Hasilnya? Yusron Asrofie meraih prestasi kembar dalam olah pikir dan olah fisik. Prestasi yang sulit diulang dan satu-satunya prestasi yang hadir selama abad ke-20 lalu di Kotagede.
Apa itu? Pada suatu tahun, Yusron Asrofie meraih juara satu dalam lomba main catur se-Kecamatan Kotagede sekaligus menjadi pemain terbaik dalam turnamen badminton se-Kecamatan yang sama. Disiplin dalam olah pikir dan olah fisik tidak ada yang bisa menandingi dia. Muncul menjadi atlet nomor satu dalam turnamen bulutangkis adalah biasa. Demikian juga berprestasi menjadi juara satu lomba catur saja. Tapi memiliki prestasi kembar dalam olah pikir sekaligus berprestasi dalam olah fisik dalam waktu bersamaan sungguh tak terbayangkan sekarang. Dan dengan prestasi kembar itu, Yusron Asrofie menjadi manusia muda yang percaya diri.
Pada zaman ketika mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga kuliah nggowes naik sepeda dari rumah ke kampus pun dia lakoni. Pada zaman pra kejayaan motor itu, Buya Ahmad Syafii Maarif pun kuliah nggowes naik sepeda dari Kotagede ke Karangmalang.
Saya mengenal Yusron Asrofie sejak sama-sama menjadi pengasuh pengajian anak-anak. Saya mengasuh pengajian anak-anak API Masjid Besar Mataram Kotagede, dia mengasuh pengajian anak-anak Mavaza di langgar (surau) Mavaza di depan rumah kediamannya. Perkenalan berlanjut ketika sama-sama menjadi pengurus Pemuda Muhammadiyah Cabang Kotagede yang diketuai Kang Habib Chirzin. Para pengurus sering bertemu di Perpustakaan Pemuda Muhammadiyah di Wetan Pasar Kotagede.
Kebetulan saya bersama teman lain termasuk Darwis Khudori dipercaya menjadi petugas atau pengurus perpustakaan itu. Yusron Asrofie sering mampir di situ. Apalagi kalau majalah Panji Masyarakat dan Jurnal Prisma datang dan dibaca bergilir oleh yang hadir. Ngobrolnya ya tentang hal-hal yang ilmiah berbahan baku bacaan itu. Perpustakaan ini terbuka. Siapa saja boleh datang. Generasi tua seperti Kang Iran (pernah jadi agen SM) dari Semoyan, mbak-mbak NA, Cah Pemuda dan IPM, bahkan teman-teman ngaji yang ketika muda punya julukan sangar pun dengan ramah kami terima. Mereka ternyata suka melucu juga.
Kalau Yusron Asrofie jarang melucu. Apa yang dia sampaikan serius dan sangat berisi. Banyak informasi unik yang dia sampaikan tentang perilaku mulia para tokoh Muhammadiyah Kotagede generasi awal. Oleh karena itu dia sangat dekat dengan Dr. Mitsuo Nakamura yang meneliti Muhammadiyah Kotagede. Rumah keluarga istrinya di kampung Njagungan menjadi tempat Nakamura ketika meneliti Kotagede. Njagungan berdekatan dengan kampung Selakraman (rumah Kiai Amir dan Prof. Abdul Kahar Muzakkir) dan kampung Boharen (ada langgar duwur dan pendapa legendaris milik keluarga Zubair Muhsin, tempat berkumpul ulama progresif era Kiai Dahlan dan koleganya).
Yusron Asrofie yang alumnus Madrasah Muallimin Yogyakarta kemudian menerjemahkan disertasi Mitsuo Nakamura ke dalam bahasa Indonesia dan cetakan pertamanya diterbitkan Gadjah Mada Press. Mitsuo Nakamura puas dengan karya terjemahan disertasi ini. Sebuah disertasi yang membuat masyarakat Muhammadiyah Kotagede sadar bahwa sejarah itu penting. Sebenarnya tahun 1920-an Van Mook pernah meneliti Kotagede dan hasil penelitiannya diterbitkan jadi buku berjudul "Kotagede" yang menjadi salah satu rujukan Nakamura. Tapi bagi wong Kotagede, Van Mook kurang diperhatikan dan tak terasa kehadirannya.
Baru setelah hasil penelitian Nakamura diterjemahkan Yusron Asrofie, maka wong Kotagede mulai terbuka untuk mengenal siapa dirinya, "Who am I?" Setelah itu Kotagede kebanjiran peneliti yang hasil penelitiannya dulu tersimpan di PUSDOK Kotagede (Pusat Studi dan Dokumentasi) Kotagede yang kemudian bersama Dinas Kebudayaan menginisiasi Ensiklopedi Kotagede dan Living Museum Kotagede yang sekarang secara resmi berdiri di kawasan Omah Kalang barat Sungai Gajah Uwong.
Sebagaimana saat muda disiplin melakukan olah pikir, maka ketika jadi dosen dan intelektual Muslim, seorang Yusron Asrofie dikenal memegang teguh disiplin keilmuan yang dia pilih. Dia mengagumi Prof. A. Mukti Ali yang dikenal sebagai pendekar ilmu yang kokoh memegang disiplin keilmuannya. Yusron Asrofie menjadi murid setia Prof. A. Mukti Ali, walau bagi yang kurang paham terkesan kaku dalam berpendapat. Sebenarnya bukan kaku tetapi teguh dalam berpendapat. Dan semangat berkemajuannya terus menyala sampai akhir hayatnya.
Saya sebenarnya punya banyak pengalaman unik saat di Pemuda Muhammadiyah. Termasuk saat bersama-sama mengikuti Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Jakarta. Tapi karena keterbatasan ruang tak bisa saya tulis di sini.
(Mustofa W Hasyim)