Abdul Kahar Muzakkir dan Diplomasi Muhammadiyah untuk Palestina
Oleh: Mu’arif
Pada tahun 1929, Muhammad Amin Al-Husaini, Mufti Besar Jerusalem, sedang melakukan penyelidikan atas dampak ekonomi, sosial, dan politik pasca keputusan politik luar negeri Inggris Raya (2 November 1917) yang dikenal dengan Balfour Declaration. Gelombang imigrasi bangsa Yahudi terus-menerus menimbulkan konflik yang tidak terselesaikan sehingga pada tahun 1930, penyelidikan yang dipimpin Muhammad Amin Al-Husaini mengeluarkan the passfield white paper (20 Oktober) supaya: 1) imigrasi Yahudi dihentikan selama masih ada orang Arab yang belum dapat pekerjaan, 2) orang Yahudi tidak diperkenankan membeli tanah selama masih ada orang Arab yang belum punya tanah. Jewish Agency didukung pemerintah Inggris menolak white paper karena merugikan kaum Yahudi. Dari sinilah akar konflik Israel-Arab (Palestina) dimulai (Susmiihara, “Konflik Arab-Israel di Palestina”, Jurnal Adabiyah vol. 11 nomor 1/2011).
Seorang mahasiswa asal Indonesia (Hindia-Timur) menyaksikan dan berpartisipasi dalam gerakan yang dipimpin oleh Muhammad Amin Al-Husaini. Bahkan ia sangat akrab dengan sang Mufti Besar Jerusalem itu. Ketika sang Mufti membentuk gerakan perlawanan diplomatik tingkat tinggi lewat pembentukan Arab High Committee yang salah satu instrumennya adalah Muktamar Alam al-Islam, sang mahasiswa asal Indonesia ini turut bergabung dalam gerakan ini. Dialah Abdul Kahar Muzakkir, mahasiswa asal Indonesia, tepatnya dari Yogyakarta, yang mengenyam Pendidikan di Universitas Darul Ulum Mesir Fakultas Agama, Pendidikan dan Sastra Arab sejak tahun 1925-1936 (lihat A. Basit Adnan, “Prof. Abdul Kahar Muzakkir”, Suara Muhammadijah, no. 16/Th. Ke-79/1994).
***
Abdul Kahar Muzakkir adalah putra seorang abdi dalem Ketib Anom, lahir pada tahun 1908. Pendidikan di masa kecilnya di SD Kauman, Yogyakarta, kemudian melanjutkan ke Pondok Tremas, Pacitan, tapi hanya satu tahun saja. Sebab, pada 1922, Kahar Muzakkir pindah ke Madrasah Aliyah Mambaul Ulum Surakarta—sebuah Lembaga Pendidikan formal yang didirikan oleh Kasunanan Surakarta yang bertujuan untuk mencetak kader ulama. Tidak sampai tamat di Mambaul Ulum, Kahar Muzakkir mendapat tawaran studi ke Mesir. Sebelum menempuh studi di Mesir, ia terlebih dahulu ngangsu kawruh di Makkah, yaitu singgah di rumah K.H. Muhammad Baqir yang tidak lain adalah kerabat K.H. Ahmad Dahlan—sejak 1924-1925. Kurang lebih setahun ngangsu kawruh di kediaman Kiai Baqir di Makkah, Kahar Muzakkir melanjutkan studi di Universitas Darul Ulum pada Fakultas Agama, Pendidikan, dan Sastra Arab (lihat “Prof. Kahar 4 Setengah Bulan di Luar Negeri,” Suara Muhammadijah, no. 13/Djuli, 1970).
Kahar Muzakkir muda adalah sosok yang pandai bergaul, ditopang dengan penguasaan bahasa asingnya, seperti Bahasa Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Hebrew, dan Suryani, sehingga memudahkan baginya untuk menjalankan diplomasi. Kedekatan Kahar Muzakkir dengan para pemimpin Arab yang tergabung dalam Arab High Committee dibuktikan ketika instrument organisasi ini hendak dibentuk di Indonesia (Hindia-Timur), dengan cepat langsung direspon baik. Pembentukan Muktamar Alam Islam cabang Hindia-Timur (Muktamar Alam al-Islam far’u al-Hindi al-Syarqiah/MAIHS) diketuai oleh K.H. Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang juga alumni Timur Tengah. Pasca kepemimpinan K.H. Mas Mansur, Kahar Muzakkir menggantikan posisi sebagai ketua Muktamar Alam Islam cabang Hindia-Timur. Ia memiliki kedekatan dengan Ketua Muktamar Alam Islam, Muhammad Amin Al-Husaini—Mufti Besar Jerusalem, dan Sekjen Inamul Khan.
Pasca lulus dari Universitas Darul Ulum, Abdul Kahar Muzakkir menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, kemudian kembali ke tanah air. Namun gejolak politik di Timur Tengah mendorong Kahar Muzakkir kembali menjalankan misi diplomatiknya mewakili Muhammadiyah ketika merespon penjajahan Israel atas Palestina. Maka pada tahun 1937, Kahar Muzakkir membawa mandat dari 34 organisasi di Indonesia—termasuk Muhammadiyah—menghadiri Konferensi Bloudan di Syria yang menyerukan aksi pembebasan Palestina.
Bara konflik Israel-Palestina memang sulit dipadamkan, karena di balik gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina terdapat negara-negara besar sponsor berdirinya Negara Israel. Pendudukan Israel atas Palestina adalah tragedi politik dan kemanusiaan yang terus dipertontonkan kepada publik dunia sejak Deklarasi Balfour hingga berdirinya Negara Israel (15 Mei 1948) dan sampai kini semakin parah menujukkan atraksi genosida bangsa Palestina. Perampasan tanah Palestina oleh bangsa Israel dengan sponsor utama Inggris Raya dan didukung oleh negara-negara Barat lainnya mendapat respon dengan lahirnya gerakan-gerakan perlawanan yang jumlahnya sangat banyak. Dari sekian banyak gerakan-gerakan perlawanan, masing-masing memiliki misi dan tujuan sendiri-sendiri sehingga di kalangan bangsa Palestina sendiri terjadi perpecahan atau munculnya faksi-faksi perlawanan.
Pada bulan Maret 1970 digelar Muktamar Ulama Islam se-Dunia di Universitas Al-Azhar di Mesir. Abdul Kahar Muzakkir mewakili pemerintah Indonesia dan sekaligus ormas-ormas Islam di tanah air mengemban misi diplomatik memperkokoh dukungan kemerdekaan Indonesia sekaligus mendukung negara-negara Arab yang masih terjajah untuk meraih kemerdekaan. Termasuk masalah pokok yang menjadi objek permusyawaratan Muktamar Ulama adalah tentang kemerdekaan bangsa Palestina.
Selama 4 bulan lebih, Abdul Kahar Muzakkir mengemban misi diplomatik Indonesia di negara-negara Timur Tengah. Ketika kunjungan ke Jordania, Kahar Muzakkir bertemu Jasser Arafat dan menunjau Front Jordania. Di hadapan para pemimpin perlawanan bangsa Palestina, Kahar Muzakkir menyampaikan pesan diplomatik pemerintah Indonesia bahwa gerakan-gerakan perlawanan bangsa Palestina diizinkan untuk mendirikan cabang di Jakarta. Misi diplomatik Abdul Kahar Muzakkir yang mewakili pemerintah Indonesia pada waktu itu dilaporkan secara langsung kepada Ketua MPRS Jenderal A.H. Nasution dan Menteri Luar Negeri Adam Malik serta Duta Besar Republik Persatuan Arab (RPA) (Lihat, “Prof. Kahar 4 Setengah Bulan di Luar Negeri,” Suara Muhammadijah, no. 13/Djuli, 1970).
***
Abdul Kahar Muzakkir Bersama Faried Ma’ruf adalah dua tokoh Muhammadiyah yang menjadi jembatan penghubung misi diplomatik Indonesia untuk negara-negara Arab. Keduanya tidak hanya menjadi pengemban misi diplomatik pemerintah Indonesia, tetapi sekaligus membawa misi Persyarikatan Muhammadiyah di pentas negara-negara Timur Tengah. Selain sebagai tokoh nasional, keduanya adalah kader-kader terbaik Muhammadiyah alumni perguruan tinggi terkemuka di Timur Tengah.