YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Kunci dari tabligh adalah sampainya pesan dari mubaligh ke jamaah. Hal ini disampiakan oleh Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Dr. Adib Sofia S.S., M.Hum dalam acara Pengajian Ramadhan 1446 H, yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kota Yogyakarta.
Pengajian Ramadhan ini mengkat tema “Penguatan Ghirah dan Komitmen ber’Aisyiyah”, yang berlangsung di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, Sabtu (8/3).
Term di Muhammadiyah itu bukan dakwah tapi tabligh, dan yang menyeru kabaikan bukan da’i, tetapi mubaligh dan mubalighah. Maka akan sangat baik jika disesuaikan dengan strategi tabligh di ‘Aisyiyah, karena sudah menjadi term atau merk di Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah.
Arti dari tabligh yaitu menyampaikan, kata kunci dari itu adalah sampai. Maka bukan hanya memanggil namun juga sampai. “Apa yang kita pikirkan dalam storage of main ini harus sampai, qaulan balighan harus kita pikirkan sampai atau tidak, efektif atau tidak,” ucap Adib Sofia.
Tujuan utama berdakwah pesan yang sampai kepada audience bukan hanya menyeru saja. Dalam hal ini sebagai penyeru kebaikan, penting untuk mengerti siapa yang diajak bicar, tahu apa dan bisa apa? Sehingga tidak sekedar menyiapkan konten atau materi.
“Dan ini seringkali yang menjadi tatangan kita, banyak mubaligh mubalighah kita fokus pada kontennya. Tetapi tidak fokus pada kompetensi dan strategi serta evaluasi,” ungkapnya.
Adib Sofia menjelaskan mubaligh mubalighah memiliki aura sebagai subjek tabligh, sehingga mempunyai karakter dan wibawa sendiri bagi masyarakat.
Menurut Adib karakter mubalighat ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah dapat dilihat dari sisi konten ciri khas. “Dibuku apapun ‘Aisyiyah selalu mengawali dengan Al-Anbiya ayat 107. Karena menyadari bahwa yang namanya manusia itu diutus tidak hanya untuk orang Islam saja, tapi seluruh alam,” tuturnya.
Prinsip tabligh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang pertama adalah tauhid. Setelah itu baru prinsip keadilan, prinsip rahmah, prinsip hikmah dan prinsip mauidotil hasanah.
Ia juga menyinggung mengenai retorika dakwah mubalighah, atau seni berbicara dalam berdakwah. ’Aisyiyah harus menutup kekuarangannya yaitu menghadirkan selebritas yang dapat membuat konten menarik bagi audience. Dengan menerapkan strategi retorika yang disukai audience
Hal ini disampaikan oleh Adib, bahwa dakwah ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah terlalu serius. Dalam hal konten dan cara penyampaian yang kaku. Menurutnya, akan lebih baik jika ditambahkan dengan strategi smiling voice.
“Maka kita harus memberikan senyum, termasuk di dalam beretorika dakwah. Bagaimana caranya untuk memukau audiance? Tunjukkan rasa kita kepada audience,” tegasnya.
Tidak kalah penting dengan kompetensi yaitu konten atau isi materi, mubalighan harus paham betul apa yang dibutuhkan audience. Sehingga isi konten disesuaikan dengan kebutuhan audience.
“Konten itu Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah adalah jagonya, yang tidak jago adalah strategi penyampaiannya,” katanya.
Dari sisi strategi penyampaian, Adib menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah belum berkemajuan. Maka perlu menumbuhkan micro-micro selebritas dalam dakwah era digital, karena ini merupakan era tersebut.
Menyikapi strategi dakwah berkemajuan di era kekinian, Adib menegaskan ‘Aisyiyah harus punya alokasi anggaran untuk marbot-marbot digital (pengelola media sosial). “Strateginya adalah alokasi anggaran untuk marbot digital harus banyak,” pungkasnya. (Tia)