YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam perspektif hubungan internasional, konsep keamanan terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan isu-isu global. Tidak lagi hanya berdasarkan sudut pandang negara yang melibatkan militer, lingkup dari konsep keamanan telah meluas hingga isu yang berdasarkan sudut pandang masyarakat.
Isu ini secara khusus ditelaah oleh dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Rahmawati Husein, MCP., Ph.D. yang menyebutkan bahwa ancaman bagi keamanan yang bersifat non-tradisional di Indonesia dapat disebabkan oleh fenomena alam seperti bencana dan penyebaran penyakit, maupun oleh sindikat ilegal seperti perdagangan manusia. Peran dari aktor non-negara dianggap krusial oleh Rahmawati dalam menangani ancaman keamanan non-tradisional, atau dikenal juga sebagai keamanan manusia.
Dalam agenda International Conference on Humanity Issues (ISCOHI) pada Rabu (22/5) di UMY, Rahmawati selaku salah satu keynote speakers mengemukakan bahwa aktor non-negara seperti Muhammadiyah memiliki kelebihan jika terlibat dalam berbagai isu-isu keamanan manusia. Ini dikarenakan peran Muhammadiyah sebagai organisasi akar rumput yang tersebar di seluruh Indonesia, dan memungkinkan untuk melakukan penanganan dengan lebih cepat sekaligus memahami karakteristik permasalahan dengan baik.
“Aktor non-negara seperti Muhammadiyah memainkan peran yang signifikan dan efektif atas keterlibatannya dalam keamanan manusia, karena memiliki kedekatan dengan lokasi dimana kemanan tersebut terancam. Seperti ketika terjadi bencana alam, Muhammadiyah dapat hadir bahkan sebelum, saat dan setelah bencana tersebut terjadi. Dampaknya adalah, penanganan dapat langsung dilakukan dan tidak perlu untuk mendatangkan sumber daya dari tempat yang jauh,” ujar Rahmawati.
Dosen Ilmu Pemerintahan UMY ini menambahkan bahwa selama satu dekade terakhir respon Muhammadiyah atas berbagai krisis kemanusiaan semakin meningkat. Tidak hanya untuk bencana alam, namun sektor lain dalam keamanan non-tradisional seperti perubahan iklim, penyebaran penyakit menular, kemiskinan, hingga kejahatan transnasional. Menurutnya, keterlibatan Muhammadiyah menjadi sangat mudah termobilisasi karena memiliki banyak relawan yang tersebar hingga lebih dari 2.000 dan fokus di berbagai isu seperti kesehatan dan sosial-ekonomi.
Sejak 1994, keamanan non-tradisional memang memiliki lingkup yang sangat luas namun juga mencakup pemahaman yang lebih mendalam. Rahmawati menyebutkan bahwa ini merupakan bentuk evolusi atas konsep kemanan menjadi banyak isu yang signifikan bahkan tidak dibatasi oleh wilayah, seperti kejahatan siber dan penyebaran disinformasi dan propaganda.
“Keamanan manusia dalam skala internasional pun mencakup beberapa isu, seperti perlindungan terhadap pengungsi atau tahanan di imigrasi suatu negara seperti yang terjadi di Rohingya, Myanmar. Muhammadiyah merespon dengan memberikan bantuan dan logistik seperti pembangunan sekolah darurat, pemberian sembako dan bantuan kesehatan. Hingga saat ini Muhammadiyah masih aktif dalam mengakomodir serta menangani konflik dan bencana di berbagai negara seperti Palestina, Somalia, Filipina, Turki dan Maroko,” imbuhnya.
Rahmawati pun menegaskan bahwa yang dilakukan oleh Muhammadiyah telah selaras dengan prioritas dari PBB, di mana salah satu tujuan utama dari penanganan isu kemanusiaan yang merupakan keamanan non-tradisional adalah untuk meningkatkan kemuliaan manusia. Ini telah digunakan sebagai landasan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dari keamanan non-tradisional di seluruh dunia. (ID)