Oleh: Najihus Salam
Kader IMM Pondok Hajjah Nuriyah Shabran
Al-Qur’an sebagai Petunjuk dalam Berkehidupan
Al-Qur’an memberikan kesadaran yaitu kebahagiaan sejati berpindah dari kebahagiaan relatif. Relatif kembali kepada perspektif masing-masing berdasarkan pengalaman. Bagi seorang arsitektur, kebahagiaan itu ada ketika mampu mendesain bangunan tertentu hingga terwujud. Kebahagiaan inilah yang pada akhirnya menjadi relatif karena berdasarkan dari pengalaman manusia dan latar belakang yang merasakan.
Al-Qur’an hadir sebagai petunjuk manusia untuk mengahadirkan kebahagiaan sebenarnya yang telah disediakan Allah. Allah membuka Al-Qur’an dengan detail rincian yang di mulai dengan surah al-baqarah setelah menyampaikan intisari Al-Qur’an pada surah al-fatihah.
Dalam pembuka surah al-baqarah ayat 1-5, Allah menyampaikan kepada manusia berbagai kunci amalan untuk menempuh kebahagiaan sejati. Ayat 5 nya termaktub :
اُولٰۤىِٕكَ عَلٰى هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ ۙ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ayat ini ingin menyampaikan bahwa diantara orang-orang yang mereka itu senantiasa dinaungi oleh Allah, di berikan petunjuk oleh Allah. Setiap menjalani kehidupan, pasti Allah berikan bimbingan, begitu pun dengan aktivitasnya. Jika dianalogikan seperti keadaan manusia di dunia, misal manusia yang dibimbing dengan mentor saja, bisa jadi tugas dan pekerjaannya menjadi mudah. Apalagi jika manusia yang di bimbing secara langsung oleh Allah, maka rasionalnya tidak ada yang menjadi sulit bagi Allah. Semua itu secara otomatis akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang sebenarnya menurut perspektif Al-Qur’an.
Kunci Menempuh Kebahagiaan Sejati
Pertama, kebahagiaan sejati diawali keyakinan yang paripurna. Jika ingin bahagia, manusia itu yakin, jangan ragu untuk menyiapkan langkah-langkah positif untuk menghadirkan kebahagiaan. Puncak keyakinan itu adalah ketangguhan untuk menautkan segala bentuk aktivitas harapan apapun kepada Allah, walaupun belum tampak dihadapan manusia atau ghaib sifatnya, tetapi karena kuat keyakinan yang ditautkan secara totalitas kepada seluruh ketetapan Allah, maka sikap positif ini adalah pengantar menempuh kebahagiaan sejati.
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
Tanpa ragu sedikitpun dengan menekankan seluruh harapan kepada Allah. Inilah yang disebut iman. Keimanan paripurna akan memberikan jaminan pengantar pada kebahagiaan.
Konektivitas dengan Allah dan Menjaga Hubungan dengan sesama Manusia
Kedua, setelah penuh keyakinan secara paripurna. Membangun hubungan koneksi dengan Allah, tidak cukup hanya dengan yakin. Tapi dibuktikan dengan mendekat kepada Allah. Manusia yang dekat dengan penguasa sangat rasional jika dimudahkan mendapatkan akses yang difasilitasi oleh penguasa, begitu pula dengan yang lainnya. Ketika manusia dekat dengan Allah, akan dimudahkan urusannya. Allah yang mengusai segalanya tanpa batas.
Membangun koneksi dengan Allah, berarti menyambungkan diri manusia hingga membangun kedekatan istimewa dengan Allah, bisa dibuktikan dengan shalat, disebutkan lanjutan potongan ayat 3 al-baqarah sebelumnya.
وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
Disebut dengan shalat akar kata turunan nya “washala-yashilu-shilatan” kemudian ada menjadi “shalatan” secara kebahasaan akar katanya bisa diartikan sesuatu yang tersambung dengan erat. Shalat juga diartikan doa, karena ketika berdoa posisi manusia sedang tersambung erat dengan Allah.
Ibadah shalat juga melatih diri manusia agar tersambung erat dengan Allah, maka dari itu seluruh dalam shalat, baik mulai dari gerakan hingga bacaan yang ada dalam shalat, seluruhnya membangun hubungan kedekatan dengan Allah. Dan harapannya pasca shalat, manusia harusnya menjadi terkoneksi dengan Allah.
Ketiga, kunci selanjutnya untuk menempuh kebahagiaan yaitu disebutkan dipotongan ayat selanjutnya:
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Antusias dalam kepudulian sesama manusia, penuh dengan kepudulian social, senang berbagi. Berbagi dalam bentuk pikiran, harta benda. Dalam konteks infaq, seperti pakaian, makanan dan uang.
Diharapkan ketika koneksivitas dengan Allah itu baik, kemudian sekaligus hubungan antar manusia juga baik. Hal inilah yang membawa manusia untuk menempuh kebahagiaan sejati.
Yakin dengan Kitab Terdahulu
Keempat, yakin apa yang telah diturunkan kepada Rasul adalah kebenaran, seperti apa yang disebut dalam potongan ayatnya, yaitu:
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
Interaksi dengan Al-Qur’an mendatangkan ketenangan. Dalam surah al-hijr ayat 9 Allah menyebutkan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan itu sebagai dzikir. Surah ar-ra’d ayat 28 menyebutkan bahwa hanya dengan berdzikir akan membuat ketenangan. Maka berintraksi dengan Al-Qur’an adalah bentuk berdzikir. Inilah yang proses menempuh untuk mengahadirkan kebahagiaan sejati.
Kelima, meyakini bahwa benar adanya apa yang diturunkan sebelum Al-Qur’an seperti taurat, injil, dan lain-lainya, seperti di sebutkan lanjutan potongan ayatnya:
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
Mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah masa lalu. Karena semua pernah terjadi dimasa lalu agar menjadi inspirasi untuk bertindak kedepannya. Mempelajari kisah-kisah terdahulu yang telah menjadi pelajaran dan juga mengambil contoh untuk diterapkan dikemudian hari.
Terakhir keenam, yaitu:
وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Puncaknya yaitu harus yakin dengan kehidupan akhirat, mengingat kehidupan akhirat karena kehidupan dunia sifatnya sementara. Kehidupan sebenarnya adalah kehidupan akhirat. Bukan tentang kapan berpulang menuju akhirat, tapi dalam kondisi apa berpulang kelak. Allah memberikan rincian proses tersebut agar ada harapan untuk wafat dalam keadaan bahagia, tempatnya nyaman dan mulia dalam keabadian, disitulah manusia merasakan kebahagian sejati. Yaitu kehidupan di surga.
Allah menghadirkan petunjuk bagi orang-orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan agar menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan. Oleh karena itu, jangan pernah meragukan isi Al-Qur’an, mari pelajari, pahami kemudian amalkan sebagai pedoman menuju kebahagiaan sejati. Wallahu a’lam bissawab.