Amankah Menitipkan Anak di Daycare?
Belajar Dari Kasus Penganiayaan Yang Mengguncang Publik
Oleh : Ns. Andri Praja Satria, M.Biomed
Dosen di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Daycare atau tempat penitipan anak seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar, bermain, dan bersosialisasi. Namun demikian, serangkaian kasus penganiayaan yang terjadi di daycare belakangan ini telah mengguncang publik dan memunculkan serangkaian pertanyaan kritis mengenai keamanan anak-anak di tempat penitipan. Kepercayaan para orang tua yang telah menitipkan anak mereka pun terguncang, menimbulkan dilema antara kebutuhan untuk bekerja dan di sisi lain khawatir akan keselamatan anak.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Video rekaman kekerasan yang tersebar begitu masif di media sosial menunjukkan betapa rentannya anak-anak di bawah pengawasan orang dewasa yang tidak bertanggung jawab. Kasus-kasus ini menjadi cerminan dan pengingat bahwa tidak semua daycare memiliki standar keamanan dan pengawasan yang memadai.
Beberapa contoh kasuh di Indonesia dapat kita simak bersama,
Kasus Penganiayaan di Daycare Depok. Kasus ini melibatkan seorang pemilik daycare yang juga merupakan influencer parenting, Meita Irianty. Rekaman CCTV menunjukkan Meita melakukan kekerasan fisik terhadap balita berusia 2 tahun. Kasus ini menjadi viral dan memicu kemarahan publik.
Kasus Penganiayaan di Daycare Jakarta Timur. Seorang pengasuh di daycare di Jakarta Timur terekam kamera CCTV sedang memukul dan mencubit seorang balita. Pengasuh tersebut kemudian ditangkap dan diproses hukum.
Kasus Penganiayaan di Daycare Tangerang Selatan. Seorang balita meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh pengasuh di daycare. Kasus ini masih dalam penyelidikan polisi.
Penting bagi kita untuk memahami akar masalah ini, bagaimana bisa terjadi dan mencari solusi yang tepat. Keamanan dan kesejahteraan anak-anak tentunya harus menjadi prioritas utama. Artikel ini akan membahas penyebab kekerasan di daycare, dampaknya terhadap anak-anak, kasus-kasus yang telah terjadi, serta beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk melindungi anak-anak dari bahaya penganiayaan.
Penyebab Kekerasan di Daycare
Pertama, Kualifikasi Pengasuh yang Tidak Memadai: Tentu tidak dapat kita generalisir bahwa banyak daycare yang mempekerjakan pengasuh tanpa latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai dalam pengasuhan anak. Akan tetapi, beberapa bukti menunjukkan hal tersebut seperti minimnya persyaratan dalam lowongan kerja, testimoni dari mantan pengasuh atau orang tua, kasus-kasus penganiayaan yang telah terjadi, belum ada standar nasional yang mewajibkan pengasuh di daycare untuk memiliki sertifikasi kompetensi, dan beberapa studi dan penelitian juga menunjukkan bahwa banyak pengasuh di daycare di Indonesia tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai.
Mirisnya, fenomena ini diperberat dengan minimnya standar kualifikasi yang ditetapkan oleh sebagian besar daycare dengan hanya memprioritaskan pengalaman kerja atau bahkan hanya koneksi pribadi, tanpa mengkaji apakah calon pengasuh memiliki pemahaman komprehensif tentang psikologi anak, penanganan emosi, dan teknik disiplin secara positif. Akibatnya, ketika pengasuh dihadapkan pada situasi sulit seperti anak yang rewel atau tantrum, maka pengasuh yang tidak terlatih cenderung akan menggunakan kekerasan sebagai solusi instan, tanpa menyadari dampak jangka panjang yang dapat merusak bagi perkembangan anak.
Selain itu, rendahnya gaji yang ditawarkan oleh beberapa daycare juga menjadi faktor penting yang membuat tenaga profesional enggan berkembang dan berkarier di bidang ini. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan di mana daycare kesulitan mendapatkan pengasuh berkualitas, sementara anak-anak menjadi korban dari pengasuhan yang tidak kompeten. Dalam hal ini. penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk segera mengambil langkah sistematis dan tegas dalam meningkatkan standar kualifikasi pengasuh dan memastikan bahwa setiap anak mendapatkan pengasuhan yang layak dan aman.
Kedua, Stres dan Beban Kerja yang Tinggi. Pengasuh di daycare seringkali bekerja dengan beban kerja yang tinggi dan jam kerja yang panjang. Rasio pengasuh dan anak-anak yang dijaga tidaklah seimbang, hal ini dapat menyebabkan stres dan kelelahan, sehingga pada gilirannya memicu perilaku agresif terhadap anak-anak.
Beban kerja yang tinggi diatas tidak hanya diakibatkan oleh jumlah anak yang harus dijaga, tetapi juga dari tuntutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan anak, seperti memberi makan dan minum, mendampingi aktivitas bermain, memandikan, mengganti popok, dan menidurkan. Kurangnya waktu istirahat dan minimnya dukungan dari manajemen daycare dan atau rekan kerja dapat semakin memperburuk kondisi kelelahan fisik dan mental yang dialami pengasuh.
Ketika tingkat stres dan kelelahan diatas mencapai titik tertentu, pengasuh mungkin kehilangan kesabaran dan kendali emosi mereka. Hal ini dapat berujung pada tindakan impulsif seperti mendorong, menyubit, membentak atau bahkan memukul anak-anak tersebut. Meskipun tidak semua pengasuh yang mengalami stres akan melakukan kekerasan fisik, namun kecenderungan dan risiko terjadinya penganiayaan dapat meningkat secara signifikan disaat pengasuh berada dalam kondisi tertekan dan tidak memiliki mekanisme penanganan ataupun koping stres yang sehat.
Ketiga, Kurangnya Pengawasan dan Sistem Pelaporan: Beberapa daycare tidak memiliki sistem pengawasan yang lengkap dan ketat, sebagai contoh kamera CCTV atau kunjungan berkala dari pihak berwenang. Hal ini dapat menciptakan peluang bagi pengasuh untuk melakukan kekerasan tanpa terdeteksi. Selain itu, kurangnya sistem pelaporan yang jelas membuat korban atau saksi enggan melaporkan kejadian penganiayaan.
Tidak adanya kamera CCTV atau pengawasan langsung lainnya membuat sulit untuk membuktikan adanya penganiayaan, terutama jika anak masih terlalu kecil untuk berbicara atau mengingat detail kejadian. Hal ini membuat korban dan saksi merasa tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk melaporkan kejadian tersebut.
Selain itu, kurangnya sistem pelaporan yang transparan dan jelas juga menjadi hambatan. Jika tidak ada prosedur yang jelas tentang bagaimana pelaporan terhadap dugaan penganiayaan, maka korban atau saksi mungkin merasa takut, tidak tahu harus bagaimana ataupun melapor kepada siapa. Ketakutan akan konsekuensi atau ketidakpercayaan terhadap sistem dan manajemen daycare juga dapat membuat mereka enggan untuk berbicara.
Beberapa kekerasan di daycare yang terjadi akan menimbulkan dampak, diantaranya :
1.Trauma Fisik dan Psikologis
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan di daycare dapat mengalami luka fisik, seperti memar, patah tulang, atau bahkan cedera kepala. Selain itu, mereka juga dapat mengalami trauma psikologis yang mendalam, seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kecemasan, depresi, dan gangguan tidur.
Dampak traumatis ini tidak hanya terjadi dalam jangka pendek, tetapi juga dapat berlanjut hingga anak dewasa. Anak-anak yang mengalami trauma di masa kecil berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, kesulitan dalam menjalin hubungan, dan masalah perilaku di kemudian hari. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan dalam belajar dan berkonsentrasi, yang dapat mempengaruhi prestasi akademik mereka.
Selain itu, trauma psikologis juga dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami trauma memiliki perubahan struktur dan fungsi otak yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatur emosi, belajar, dan mengingat. Hal ini akan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.
2.Gangguan Perkembangan
Kekerasan di daycare dapat mengganggu perkembangan anak secara keseluruhan. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa, kognitif, dan sosial-emosional. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan memiliki masalah perilaku di kemudian hari.
Keterlambatan perkembangan pada bahasa bisa terlihat dari kesulitan anak dalam memahami dan menggunakan bahasa, baik secara verbal maupun nonverbal. Mereka mungkin kesulitan mengungkapkan perasaan atau kebutuhan mereka, yang pada gilirannya dapat menghambat kemampuan mereka untuk bersosialisasi dan belajar.
Sementara itu, gangguan kognitif dapat memengaruhi kemampuan berpikir, belajar, dan memecahkan masalah. Anak-anak yang mengalami kekerasan di daycare mungkin kesulitan berkonsentrasi, mengingat informasi, atau mengikuti instruksi. Hal ini dapat berdampak negatif pada prestasi akademik mereka di kemudian hari. Di sisi lain, gangguan sosial-emosional dapat membuat anak kesulitan mengelola emosi, menjalin hubungan yang sehat dengan teman sebaya, dan memahami isyarat sosial. Mereka mungkin cenderung menarik diri, agresif, atau cemas dalam situasi sosial. Semua gangguan perkembangan ini dapat berdampak jangka panjang pada kehidupan anak, termasuk kesulitan dalam pendidikan, pekerjaan, dan hubungan interpersonal.
Lantas Upaya Pencegahan apa saja yang harus kita lakukan?
Pertama, Peningkatan Standar Kualifikasi Pengasuh. Pemerintah perlu menetapkan standar kualifikasi yang lebih tinggi bagi pengasuh di daycare. Pengasuh harus memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan yang memadai dalam pengasuhan anak. Selain itu, mereka juga harus menjalani tes psikologi untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan melakukan kekerasan.
Kedua, Pengawasan yang Ketat. Daycare harus memiliki sistem pengawasan yang ketat, seperti kamera CCTV yang terpasang di setiap ruangan dan kunjungan berkala dari pihak berwenang. Orang tua juga harus diberikan akses untuk memantau kegiatan anak mereka di daycare melalui kamera CCTV atau aplikasi khusus.
Ketiga, Sistem Pelaporan yang Efektif. Daycare harus memiliki sistem pelaporan yang jelas dan mudah diakses bagi korban atau saksi penganiayaan. Pihak daycare juga harus segera menindaklanjuti setiap laporan penganiayaan dan melaporkannya kepada pihak berwenang.
Keempat, Edukasi bagi Orang Tua: Orang tua perlu diberikan edukasi tentang cara memilih daycare yang aman dan berkualitas. Mereka juga perlu diajarkan tentang tanda-tanda penganiayaan anak agar dapat segera mengambil tindakan jika mencurigai anak mereka menjadi korban kekerasan.
Kasus-kasus penganiayaan di daycare telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan orang tua. Namun, tidak semua daycare memiliki risiko yang sama. Dengan memilih daycare yang tepat dan melakukan upaya pencegahan yang efektif, orang tua dapat meminimalkan risiko anak mereka menjadi korban kekerasan.
Penting bagi kita semua untuk bekerja sama dalam melindungi anak-anak dari bahaya penganiayaan.
Pemerintah, pemilik daycare, pengasuh, orang tua, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dengan sehat, jiwa dan raga.