Anak Saleh (24)
Oleh: Mohammad Fakhrudin
"Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang sangat panjang dan penuh tantangan."
Fokus kajian di dalam “Anak Saleh” (AS) 24 ini adalah akhlak pemaaf. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa agar memiliki akhlak pemaaf, setiap muslim mukmin perlu waktu lama untuk melakukan internalisasi dan pelatihan.
Menjadi muslim mukmin yang mudah memaafkan dan sulit marah merupakan hal yang sangat berat. Namun, siapa pun yang mau berdoa, didoakan, dan berikhtiar sungguh-sungguh, pasti tidak sia-sia. Sesulit apa pun bagi manusia, pasti mudah bagi Allah Subḥanahu wa Ta'ala.
Oleh karena itu, muslim mukmin, terutama pasutri yang sedang membekali diri, harus memulainya dengan berlatih memaafkan orang lain dari kesalahan atau kekurangan yang sangat ringan atau kecil. Agar proses itu berlangsung dengan baik, berdoa dan didoakan menjadi langkah yang sangat penting.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan doa misalnya
اَللَّهُمَّ اهْدِنِى لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِى لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا، لَا يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
"Ya Allah, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukkannya, kecuali Engkau. Dan palingkanlah dariku kejelekan akhlak, tidak ada yang dapat memalingkannya, kecuali Engkau."
Perintah Menjadi Pemaaf
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada muslim mukmin agar menjadi pemaaf banyak terdapat di dalam Al-Qur’an. Berikut ini dikemukakan beberapa ayat dari ayat-ayat yang berisi perintah tersebut.
surat al-A’raf (7): 199
خُذِ الۡعَفۡوَ وَاۡمُرۡ بِالۡعُرۡفِ وَاَعۡرِضۡ عَنِ الۡجٰهِلِيۡنَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”
al-Hijr (15): 85
وَمَا خَلَقْنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۗ وَإِنَّ ٱلسَّاعَةَ لَءَاتِيَةٌ ۖ فَٱصْفَحِ ٱلصَّفْحَ ٱلْجَمِيلَ
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”
an-Nur (24): 22
وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖوَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Perintah agar muslim mukmin menjadi pemaaf terdapat pula di dalam surat Ali ‘Imran (3): 134,
an-Nisa (4): 149, dan asy-Syura: 40.
Sementara itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hubungannya dengan akhlak pemaaf bersabda di dalam HR Muslim berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره
“Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya), kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)."
Perintah memaafkan terdapat juga di dalam hadis HR at-Thabrani berikut ini.
اسمحوا يسمح
"Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah)."
Keutamaan Memaafkan
Dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam an-Nur (24): 22 dan HR at-Thabrani sebagaimana telah dikutip, kita ketahui bahwa pemaaf memperoleh ampunan. Muslim mukmin yang memohon ampunan atas dosanya memperoleh kenikmatan yang sangat besar.
Sementara itu, di dalam surat Hud (11): 3 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.''
Jika muslim mukmin telah diampuni, berarti dia bersih dari dosa. Bersih dari dosa merupakan salah satu syarat dikabulkannya doa sebagaimana dijelaskan di dalam HR Ahmad
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa yang tidak mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi, melainkan Allah pasti akan mengabulkannya dengan satu dari tiga cara: entah disegerakan pengabulannya, atau disimpan untuknya hingga hari kiamat, atau Allah menghindarkannya dari kejelekan yang sebanding dengan doanya.”
Kiranya dengan mudah dapat kita ketahui di dalam kehidupan sehari-hari orang-orang yang doanya tidak tertolak. Mereka adalah orang-orang saleh. Orang saleh tentu mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apalagi diminta, tidak diminta dan kepada orang jahat pun beliau memaafkan sebagaimana dijelaskan di dalam HR al-Bukhari dan HR Muslim berikut ini.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ رَجُلاً أَتَانِى وَأَنَا نَائِمٌ فَأَخَذَ السَّيْفَ فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِى فَلَمْ أَشْعُرْ إِلاَّ وَالسَّيْفُ صَلْتًا فِى يَدِهِ .فَقَالَ لِى: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّىّ. قَالَ قُلْتُ: اللَّهُ. ثُمَّ قَالَ فِى الثَّانِيَةِ: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّى. قَالَ قُلْتُ: اللَّهُ . قَالَ فَشَامَ السَّيْفَ فَهَا هُوَ ذَا جَالِسٌ. ثُمَّ لَمْ يَعْرِضْ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم» [أخرجه البخاري و مسلم]
“Ada seseorang yang datang padaku dan ketika itu aku sedang tertidur, lalu dirinya menghunuskan pedang, aku pun terbangun, dan dia berdiri tepat diatas kepalaku namun aku tidak merasakannya dengan pedang terhunus yang berada ditangannya. Kemudian, dia berkata padaku, 'Siapakah sekarang yang akan membelamu?' Aku menjawab, 'Allah' Kemudian, dia mengulangi kembali, 'Siapakah yang akan menolongmu?' Aku menjawab kembali, 'Allah.' Beliau mengatakan, 'Seketika itu ia menyarungkan pedangnya, lalu dirinya duduk dan Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak membalasnya." Dalam redaksi lain, “Kemudian, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyakiti orang tersebut.”.
Orang saleh tidak hanya pemaaf, tetapi juga berikhtiar menjemput rezeki dengan cara yang halal. Dia menyadari bahwa ikhtiar menjemput rezeki dengan cara yang haram merupakan dosa dan dosa menjadi salah satu penyebab tertolaknya doa sebagaimana dijelaskan di dalam HR Muslim berikut ini.
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya, Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu, melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya, Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.’ Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya sehingga rambutnya kusut, masai, dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai, Tuhanku! Wahai, Tuhanku’ padahal makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?”
Allahu a’lam