Menyemai Harapan untuk Ibadah Haji yang Lebih Baik

Publish

8 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
80
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Oleh: Muhammad Akhyar Adnan, Ketua Divisi Kajian Ekonomi Syariah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dosen Prodi Akuntansi FEB Universitas Yarsi. Anggota Dewan Pengawas BPKH 2017-2022

 

Pelaksanaan ibadah haji 2025 menjadi sorotan tajam, ditandai dengan kekisruhan yang jauh lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Keluhan bermunculan: jemaah terpisah dari rombongan, visa tertunda, fasilitas di bawah standar, hingga pelayanan kesehatan yang lamban. Kekacauan ini bukan hanya soal logistik, tetapi juga menyentuh hati jutaan umat yang mendambakan ibadah khusyuk. Apa yang salah? Dan bagaimana kita memastikan haji di masa depan berjalan lebih mulia? Mari kita uraikan penyebabnya dan semai harapan melalui solusi nyata.

Akar Kekisruhan Haji 2025

Sistem Syarikah yang Kacau

Pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem syarikah, menggantikan pengelolaan berbasis kloter dengan perusahaan profesional untuk layanan akomodasi dan logistik. Namun, implementasinya bermasalah. Jemaah dari satu kloter terpecah ke hotel-hotel berbeda, bahkan berjarak kilometer, karena alokasi syarikah yang tidak sinkron.

Akibatnya, pasangan suami-istri, lansia, atau jemaah disabilitas terpisah dari pendamping, menyulitkan ibadah dan koordinasi. Kasus seperti koper jemaah kloter SUB 10 yang diturunkan kembali akibat miskomunikasi dengan syarikah menunjukkan lemahnya koordinasi. Perbedaan bahasa dan minimnya teknologi komunikasi memperparah situasi.

Keterlambatan dan Ketidakjelasan Visa

Kebijakan ketat Arab Saudi untuk mencegah haji ilegal, seperti penutupan visa ziarah per 13 April 2025, berdampak besar pada jemaah haji furoda (non-kuota). Ribuan jemaah, termasuk selebritas, gagal berangkat karena visa mujamalah tidak terbit tepat waktu. Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) kesulitan melaporkan jumlah visa yang dikeluarkan karena proses yang tidak transparan. Ketidakpastian ini memicu kebingungan dan kekecewaan, dengan pertanyaan besar: siapa yang bertanggung jawab, PIHK atau pemerintah?

Fasilitas di Bawah Standar

Laporan Tim Pengawas Haji DPR 2024, yang relevan untuk 2025, mencatat masalah seperti tenda overkapasitas, jemaah tidur di lorong, antrean toilet hingga dua jam, dan kurangnya kasur. Pada 2025, keluhan serupa berlanjut, ditambah keterlambatan bus, akomodasi tidak sesuai maktab, dan minimnya fasilitas bagi lansia. Suhu ekstrem 51,6°C di Makkah memperburuk kondisi, terutama bagi jemaah yang terpaksa menunggu transportasi berjam-jam.

Tantangan Kesehatan dan Lansia

Dengan 37% jemaah berusia lanjut dan 73% memiliki komorbiditas (data 2024), risiko kesehatan tetap tinggi. Penyakit jantung menyebabkan 37,9% kematian jemaah pada 2024, tren yang kemungkinan berulang pada 2025. Keterlambatan ambulans dan prosedur ketat—di mana jemaah yang meninggal harus diperiksa aparat keamanan sebelum petugas kesehatan—menghambat penanganan cepat. Jemaah lansia dan disabilitas sering kekurangan fasilitas seperti kursi roda atau pendampingan memadai.

Minimnya Edukasi dan Sosialisasi

Banyak jemaah tidak memahami sistem syarikah, aturan baru seperti aplikasi Nusuk untuk visa, atau tata cara ibadah seperti miqat dan thawaf. Kurangnya sosialisasi membuat jemaah bingung, bahkan berisiko melakukan pelanggaran syariat yang membatalkan haji. Edukasi pra-keberangkatan, seperti penggunaan aplikasi Adahi untuk kurban, juga minim, mempersulit pelaksanaan ibadah.

Solusi untuk Haji yang Lebih Baik

Pemerintah Indonesia harus bernegosiasi dengan otoritas Saudi untuk memastikan sistem syarikah tidak memecah kloter. Pengelolaan berbasis kloter perlu dipertahankan untuk menjaga kebersamaan rombongan. PPIH Arab Saudi dapat membentuk tim khusus untuk menangani jemaah yang terpisah, menyediakan hotel transit, dan menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi yang kehilangan dokumen. Teknologi seperti aplikasi pelacak jemaah dapat memudahkan koordinasi.

Kementerian Agama harus mewajibkan PIHK melaporkan jumlah visa furoda secara transparan dan real-time. Integrasi aplikasi Nusuk dengan sistem Indonesia akan mempermudah verifikasi visa. Sosialisasi aturan visa harus dimulai setidaknya enam bulan sebelum keberangkatan, melibatkan asosiasi travel haji dan Kanwil Kemenag di daerah.

Investasi pada tenda berkapasitas memadai, bus dengan jadwal ketat, dan toilet yang cukup adalah keharusan. Malaysia menjadi contoh baik dengan mempersingkat masa tinggal jemaah di Arab Saudi menjadi sekitar 30 hari (dibandingkan 41 hari untuk Indonesia), melalui perencanaan logistik yang efisien dan negosiasi kuat dengan pihak Saudi. Indonesia dapat meniru model ini dengan mempercepat proses di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), serta menyediakan fasilitas ramah lansia seperti jalur khusus dan kursi roda.

Penambahan tenaga medis dan ambulans di titik-titik krusial seperti Mina dan Arafah sangat dibutuhkan. Pelatihan petugas kesehatan untuk menangani lansia dan komorbiditas harus ditingkatkan. Skema vaksinasi pra-keberangkatan, seperti yang direncanakan untuk 2025, perlu dijalankan dengan ketat, dengan fokus pada penyakit menular dan dehidrasi.

Program bimbingan manasik haji harus mencakup simulasi sistem syarikah dan penggunaan aplikasi seperti Nusuk dan Adahi. Sosialisasi berbasis digital, termasuk video panduan dalam berbagai bahasa daerah, dapat menjangkau jemaah pedesaan. Pelatihan intensif bagi petugas kloter untuk membimbing jemaah lansia atau yang kurang melek teknologi juga penting.

Pemerintah perlu membentuk satgas evaluasi pasca-haji untuk mengidentifikasi kelemahan setiap tahun. Kerja sama lintas sektor, seperti yang dikoordinasikan Kemenko PMK pada Mei 2025, harus diperluas, melibatkan Kementerian Kesehatan, Transportasi, dan asosiasi PIHK. Skema tanazul (pengalihan jemaah ke kloter lain) di Mina juga perlu dioptimalkan untuk mengurangi kepadatan.

Menyemai Harapan Baru

Kisruh haji 2025 adalah cambuk untuk bangkit. Dengan sinergi antara pemerintah, PIHK, dan masyarakat, kita bisa mewujudkan ibadah haji yang maslahat, selamat, dan khusyuk. Malaysia telah menunjukkan bahwa efisiensi dan perencanaan matang dapat meminimalkan masalah. Kini giliran Indonesia untuk berbenah, bukan sekadar mengejar kuota, tetapi memastikan setiap jemaah pulang dengan hati damai dan haji mabrur. Mari kita wujudkan haji yang tidak hanya menjadi rukun Islam, tetapi juga cerminan kebanggaan bangsa!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Islam dan Zoroastrianisme Oleh: Donny Syofyan/Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Persa....

Suara Muhammadiyah

21 February 2025

Wawasan

Menyoal Garis Kemiskinan Bank Dunia: Membaca Ulang Realitas Kemiskinan Indonesia Oleh: Mohammad Nur....

Suara Muhammadiyah

7 May 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Kisah-kisah Israiliyat disinggu....

Suara Muhammadiyah

10 May 2024

Wawasan

Berbangsa dan Bernegara dengan Menjunjung Hukum dan Etika Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Trok....

Suara Muhammadiyah

11 October 2024

Wawasan

Oleh: Racha Julian Chairurrizal Dalam sejarahnya, manusia adalah makhluk yang selalu bisa beradapta....

Suara Muhammadiyah

2 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah