Anak Saleh (27)
Oleh: Mohammad Fakhrudin
"Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang panjang dan penuh tantangan."
Dalam ikhtiar menjadi teladan bagi anak dalam hal akidah yang tegak lurus, sungguh banyak dan berat tantangan yang dihadapi. Namun, jika sejak awal telah ada komitmen pada semua pihak, terutama pasutri, seberat dan sesulit apa pun tantangan itu dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sejak menjemput jodoh calon suami dan calon istri harus benar-benar telah mempunyai komitmen yang kuat untuk berakidah tegak lurus.
Anak Saleh (AS) 27 ini berisi uraian lanjutan tentang keteladanan pasutri dalam hal akidah yang tegak lurus di lingkungan yang berbeda.
Sebagaimana sering dipaparkan bahwa tantangan dapat bersifat internal dan dapat pula bersifat eksternal. Pasutri yang sudah berakidah tegak lurus yang tinggal di dekat masjid atau musala tidak berarti terbebas dari tantangan dalam mendidik anaknya agar berakidah tegak lurus juga. Sangat mungkin mereka tinggal di dekat masjid atau musala yang para jamaahnya menjelang shalat wajib melakukan puji-pujian yang liriknya bertentangan dengan akidah yang diamalkannya. Berikut ini adalah contoh puji-pujiannya.
Shalawat Shohibus Syafa’at, Sholi wa Sallim Daiman Alahmada
صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا عَلَى احْمَدَا
وَالْآلِ وَالْأَصْحَابِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
أَحْمَدُ الْمُصْطَفَى ذَوَا السَّمَاحَةْ
مُنْقِذُ مَنْ لِذَنْبِهِ نَدَامَةْ
بِهِ أَرْجُو الرِّضَا وَقَبُوْلَ التَّوْبَةْ
تَوَسَّلْنَا بِجَاهِكَ يَا طَيْبَةْ
فِيْ نَيْلِ عَدَدِ الْمُنَى يَا طَيْبَةْ
وَالْآلِ وَالْأَصْحَابِ وَالذُّرِّيَّةْ
تَقَبَّلْ يَا اَللهْ فِيْنَا شَفَاعَتَهْ
عَنْ كُرْبِ دِيْنِنَا وَأَمْرِ الْعَاجِلَةْ
بِجَاهِ الْمُصْطَفَى صَاحِبِ الشَّفَاعَةْ
(Sumber: iNews.ID, Rabu, 24 Januari 2024)
Selanjutnya, shalawat itu dijadikan puji-pujian dengan disisipi lirik bahasa Jawa sebagai berikut.
Sholi wasalimda iman 'alahmada
Sholi wasalimda iman 'alahmada
Wal 'ali wal ash'hab
Wal 'ali wal ash'hab
Fi man qodwahada
Saben malem jumat ahli kubur mulih nang umah
Kanggo njaluk dungo wacan quran najan sak kalimat
Lamun ora dikrimi banjur bali mbrebes mili
Bali nang kuburan mangku tangan tetangisan
Kebacut temenan ngger anak turunku
Kowe ora wirang podo mangan tinggalanku
Lamun aku biso bali neng alam ndunyo
Lamun aku biso bali neng alam ndunyo
Bakal tak ringkesi donyoku seng iseh ono
Sholi wasalimda iman 'alahmada
Sholi wasalimda iman 'alahmada
Wal 'ali wal ash'hab
Fi man qodwahada
Wal 'ali wal ash'hab
Fi man qodwahada.
(Sumber: WartaPontianak.Com)
Dalam hubungannya dengan akidah, benarkah tiap Kamis malam (Jawa: malam Jumat) ahli kubur pulang ke rumah untuk minta doa bacaan Al-Qur’an meskipun satu kalimat? Jika tidak dikirimi, (ahli kubur itu) lalu kembali dengan berkaca-kaca matanya. Kembali (ia) ke kuburan berpangku tangan, lalu menangis berkepanjangan.
Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus, tentu selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunah. Jika tidak sesuai (apalagi bertentangan) dengan kedua sumber itu, tentu tidak ada alasan untuk mengikutinya.
Timbul masalah pada anak yang sudah aktif shalat berjamaah di masjid atau musala itu jika ayah dan/atau ibunya—karena uzur syar’i—tidak dapat mendampinginya. Namun, jika anak sudah dibiasakan berdoa setelah shalat sunah sesuai dengan tuntunan syar’i (misalnya shalat sunah sebelum shalat subuh atau duhur), kiranya masalah itu dapat diatasi dengan baik.
Berkenaan dengan kemungkinan timbulnya masalah itu, ayah dan/atau ibu idealnya membiasakan mendampingi anak sehingga setelah shalat sunah dapat berdoa. Jika tidak mengerjakan shalat sunah sebelum ikamah, anak mengikuti ayah dan/atau ibunya berdoa juga.
Jadi, sebelum anak dapat memahami tuntunan bagi jamaah ketika menunggu ikamah, pembiasaan berdoa merupakan cara yang sangat tepat. Tidak perlu anak diberi penjelasan berpanjang-panjang lebih-lebih yang bersifat konfrontatif.
Shalawat Nariyah
Shalawat nariyah sering juga dijadikan puji-pujian sebelum ikamah. Berikut ini adalah bacaan shalawat tersebut.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلىٰ سَيِّدِنَا مُحَــمَّدِ ࣙالَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلىٰ اٰلِهِ وِصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَ نَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, pada setiap detik dan embusan napas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau,”
(Sumber: NU Online Jabar, 24 Jun 2022)
Jika ditinjau dari segi akidah, kiranya di dalam shalawat itu ada masalah juga karena ada narasi berikut ini.
“… dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujan pun turun, ….”
Narasi tersebut berisi pujian terhadap Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam. Namun, dari segi akidah, isi pujian itu berlebih-lebihan karena beliau dinarasikan sebagai penyebab (1) semua kesulitan dapat terpecahkan, (2) semua kesusahan dapat dilenyapkan, (3) semua keperluan dapat terpenuhi, (4) semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan (5) berkat dirinya yang mulia hujan pun turun.
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, perlu kita pahami bagaimanakah sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menerima pujian. Beliau menjelaskannya sebagaimana terdapat dalam hadis al-Bukhari yang artinya, ”Janganlah kalian puji aku berlebih-lebihan, sebagaimana kaum Nashrani memuji berlebih-lebihan terhadap (al-Masih) Ibnu Maryam. Namun, katakanlah aku (Muhammad) adalah hamba-Nya (hamba Allah) dan pesuruh-Nya.”
Membaca Kitab Barzanji
Ada lagi tradisi sebagian jamaah masjid atau musala, yakni membaca kitab Barzanji mulai 1 sampai 12 Rabiu’ul Awal. Waktu penyelenggaraannya ada yang setelah shalat magrib dan ada pula yang setelah shalat isya. Bagi keluarga yang berakidah tegak lurus, tentu ada catatan kritis terhadap isi kitab tersebut. Dikatakan demikian karena di dalamnya terdapat narasi yang bertentangan dengan akidah misalnya narasi berikut ini.
“Aku ucapkan shalawat dan bahagia atas cahaya yang bersifat mula pertama, yang berpindah-pindah di ubun-ubun dahi-dahi yang mulia.”
Narasi tersebut dikritisi oleh Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan/atau as-Sunnah yang dapat dijadikan rujukan. Di samping itu, cukup banyak orang yang memahaminya bahwa nur atau cahaya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwujud sebelum ada wujud-wujud yang lain, dan adanya segala makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala karena nur Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu.
(Baca juga: “Mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi wa Sallam”, Suara Muhammadiyah, 6 November 2021)
Terhadap tradisi tersebut, pasutri harus arif juga dalam membimbing anak. Tentu mereka tidak perlu memberikan penjelasan yang berpanjang-panjang apalagi yang konfrontatif. Kiranya cukup arif jika pasutri mengajak anak membaca dan/atau mendengarkan pembacaan kitab misalnya Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyurrahman al-Mubarkafuri yang merupakan Juara I dalam lomba penulisan sirah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diadakan oleh Rabithah al-Alam al.-Islami Saudi Arabia. Dapat juga anak diajak membaca atau mendengarkan pembacaan kitab Riwayat Lengkap Pribadi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Iman al-Hafizh abu Isa at-Tirmidzi yang diterjemahkan oleh PABKIM Nasyrul Ulum dengan editor A. Chairan Marzuki, berisi narasi secara lengkap pribadi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan cara demikian, anak memperoleh teladan dari orang tuanya dalam menjaga tegak lurusnya akidah tanpa menimbulkan konflik dengan sesama muslim mukmin yang berbeda pemahaman dan pengamalannya.
Allahu a’lam