Antara Ilmu dan Amal

Publish

14 April 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
97
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Antara Ilmu dan Amal

Oleh: Suko Wahyudi/PRM Timuran Yogyakarta

 

Ilmu merupakan pondasi utama dalam kehidupan manusia. Ia bagaikan cahaya yang menerangi jalan kehidupan, membimbing setiap langkah agar tidak tersesat dalam kegelapan kebodohan.

Katakanlah (Muhammad), ''Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar [39]: 9)

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadilah [58]: 11)

Dalam setiap tindakan, ilmu menjadi penentu arah, memberi batas antara yang benar dan yang salah, antara yang maslahat dan yang mudarat. Karena itu, ilmu haruslah didahulukan sebelum amal, sebagaimana api yang didahulukan sebelum memasak, atau kompas yang digunakan sebelum memulai perjalanan.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan:

"Ilmu adalah imamnya amal, dan amal adalah pengikutnya. Amal tidak akan lurus kecuali dengan ilmu."

Amal yang dilakukan tanpa ilmu ibarat orang yang berjalan dalam gelap tanpa arah. Bisa jadi langkahnya semakin menjauh dari tujuan, bahkan membahayakan dirinya dan orang lain. Tidak sedikit orang yang dengan semangat ingin berbuat baik, tetapi karena kurangnya ilmu, justru berakhir dengan kerusakan atau kesesatan. Maka dalam Islam, amal yang benar adalah amal yang dilandasi oleh ilmu yang sahih.

Para ulama salaf selalu menekankan pentingnya ilmu sebelum amal. Imam Bukhari, misalnya, mencantumkan dalam Shahih-nya sebuah bab berjudul, “Ilmu sebelum berkata dan beramal.” Ini menunjukkan betapa pentingnya mendahulukan ilmu sebelum melakukan tindakan apa pun. Hal ini berlaku dalam semua aspek kehidupan, baik dalam ibadah, muamalah, dakwah, maupun dalam kehidupan sosial.

Imam Bukhari mengemukakan alasan pentingnya ilmu sebelum amal dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi SaW. Salah satu ayat yang dijadikan referensinya adalah,

Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin… (Muhammad [47]: 19)

Adapun dalil dari yang berasal dari hadits ialah sabda Rasulullah SaW, 

"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka dia akan diberikan pemahaman tentang agama. " (HR. Bukhari) 

Ilmu menjadi peta yang menunjukkan jalan keselamatan. Ia mengajarkan mana yang halal dan haram, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari. 

Allah memberikan hikmah (ilmu dan pemahaman) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah [2]: 269)

Ilmu adalah bentuk karunia Allah SwT yang besar. Dengan ilmu, seseorang bisa mengetahui cara beribadah yang benar, cara bermuamalah yang adil, dan cara berinteraksi yang sesuai dengan tuntunan syariat. Oleh karena itu, semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya semakin lurus pula amalnya.

Namun ilmu saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan amal. Ilmu tanpa amal akan menjadi beban yang memberatkan. Bahkan dalam Al-Qur’an, orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya diumpamakan seperti keledai yang memikul kitab. Maka meskipun ilmu harus didahulukan, amal tetap menjadi keharusan yang tidak boleh diabaikan. Keduanya ibarat dua sayap yang harus seimbang agar dapat terbang menuju ridha Allah SwT.

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak mengamalkannya, adalah seperti perumpamaan keledai yang memikul kitab-kitab yang besar. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Jumu'ah [62]: 5)

Dalam Tafsir Al-Jami' li Ahkam Al-Qur’an, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini turun sebagai teguran bagi Bani Israil yang diberikan kitab Taurat, namun mereka tidak mengamalkannya. Menurutnya, keledai dalam ayat ini adalah simbol dari makhluk yang memikul beban tanpa memahami isi atau makna dari yang dipikulnya. Begitulah orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya, ia hanya menjadi tempat tumpukan pengetahuan yang tidak membentuk pribadi atau perilaku.

Seseorang yang beramal dengan ilmu akan lebih bijak dan tidak tergesa-gesa. Ia memahami bahwa niat yang benar, cara yang benar, dan tujuan yang benar hanya bisa diraih jika amalnya berdasarkan ilmu. Ia tidak mudah terpengaruh oleh tren atau ajakan yang salah, karena ilmunya menjadi pelindung dari tipu daya. Dengan ilmu, ia bisa bersikap tenang, penuh pertimbangan, dan tidak mudah tergelincir dalam kebodohan atau kesalahan.

Katakanlah, ''Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'' Sesungguhnya hanya orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar [39]: 9)

Ilmu juga menjaga seseorang dari sikap fanatik buta. Ia tahu bahwa kebenaran tidak selalu identik dengan kebiasaan atau tradisi, tetapi harus ditimbang dengan dalil dan argumentasi yang kuat.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al-Isra' [17]: 36)

Dan apabila dikatakan kepada mereka, ''Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,'' mereka menjawab, ''Tidak! Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.'' Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk? (Al-Baqarah [2]: 170)

Maka, orang yang berilmu tidak hanya rajin dalam beramal, tetapi juga kritis dalam memastikan bahwa setiap amal yang dilakukan sesuai dengan tuntunan agama. Ia menyadari bahwa kualitas amal jauh lebih penting daripada kuantitasnya, karena Allah SwT menilai siapa yang paling baik amalnya, bukan siapa yang paling banyak amalnya. 

Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Al-Mulk [62]: 2)

Amal yang baik bukan hanya dinilai dari niat, tetapi juga harus sesuai dengan syariat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SaW, “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan itu tertolak” (HR. Muslim). Inilah yang membedakan antara amal yang bernilai ibadah di sisi Allah SwT dengan amal yang hanya menjadi rutinitas kosong tanpa makna spiritual. 

Dalam konteks sosial, ilmu mencegah seseorang dari menjadi hakim atas orang lain tanpa pemahaman yang benar. Banyak kerusakan dalam masyarakat yang terjadi karena seseorang beramal atau berdakwah tanpa ilmu yang memadai. Ia merasa sedang menolong agama, padahal yang dilakukannya justru mencederai nilai-nilai agama itu sendiri.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl [16]: 125)

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu...(Ali-Imran [3]: 159)

Contohnya, sikap mudah menghakimi, mencaci maki, atau memaksakan pendapat atas nama kebenaran seringkali lahir dari semangat yang tak dibarengi oleh pemahaman yang mendalam. Alih-alih membawa rahmat, tindakan semacam ini justru menambah luka dan perpecahan di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, belajar dan memahami ajaran agama dengan benar menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, terutama di era media sosial yang penuh dengan informasi simpang siur. Ilmu melatih seseorang untuk bersikap tenang, objektif, dan bijaksana dalam menghadapi perbedaan. Ia juga menumbuhkan sikap tawadhu, karena semakin dalam ilmu seseorang, semakin ia menyadari betapa luasnya lautan pengetahuan yang belum ia jangkau. Dengan ilmu, seseorang tidak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan suasana masyarakat yang damai, toleran, dan penuh rahmat.

Kesimpulannya, ilmu harus selalu didahulukan sebelum amal. Ia adalah lentera yang menerangi amal, penunjuk arah agar amal tidak tersesat, dan pelindung agar amal tidak sia-sia. Ilmu menjadikan amal lebih terarah, lebih bernilai, dan lebih diterima oleh Allah SwT. Karena itu, marilah kita selalu menuntut ilmu, menghidupkan majelis-majelis ilmu, dan menjadikan ilmu sebagai panduan utama dalam seluruh aspek kehidupan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Suko Wahyudi Al-Qur'an adalah kitab suci kaum Muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang p....

Suara Muhammadiyah

23 February 2024

Wawasan

Menjaga Kepribadian Muhammadiyah di Era Perubahan Oleh: Rusydi Umar, S.T. M.T., Ph.D., Anggota MPI ....

Suara Muhammadiyah

3 February 2025

Wawasan

Oleh: Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd  Islam adalah agama yang mencakup berbagai ajaran dan prinsip....

Suara Muhammadiyah

26 October 2023

Wawasan

Mengenal Syariah Lebih Dekat Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas H....

Suara Muhammadiyah

20 November 2024

Wawasan

Meneladani Akhlak Manusia Agung dalam Kehidupan di Era Digital Oleh: Rumini Zulfikar Setiap tangga....

Suara Muhammadiyah

3 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah