Oleh: Dr H Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal MUI
Buya Dr Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur lahir 1895 di Maninjau, wafat 1985 di Jakarta biasa disapa oleh kalangan alim Ulama di zamannya sebagai Buya Tuoyakni Buya yang di tuakan. Beliau adalah murid Syaikh DR Abdul Karim Amrullah (Inyiak Deer) pendiri Sumatera Thawalib Padang Panjang (Ayah dari Buya HAMKA). Dan istri Buya Dr H A.R Sutan Mansur adalah Hj.Fathimah Karim Amrullah yang merupakan kakak kandung Prof DR Buya HAMKA mantan Ketua Umum MUI pertama.
Sekitar tahun 70 an kediaman beliau menjadi titik kumpul pertemuan alim ulama dan tokoh tokoh Islam disetiap hari Rabu pagi untuk mendengar tausiyah dan nasehat agama dari beliau serta berdiskusi berbagai hal masalah umat dan bangsa.Diantara yang rutin hadir adalah Prof DR Buya HAMKA yang merupakan adik ipar beliau dan sekaligus murid beliau. Dr. Mohammad Natsir, K.H. A.R Fakhrudin, Mr.Kasman Singodimedjo, KH Hasan Basri, KH. Abdullah Syafei, Buya Malik Ahmad, Djindar Tamimi, Prof. Sumitro Djojohadikusumo (ayah Bapak Presiden Prabowo Subianto), KH Anwar Haryono, Mr Mohammad Roem dan sebagainya.
Maka jelaslah tampak siapa beliau dimata para alim ulama dan tokoh tokoh bangsa kita tersebut.Yang bahkan sebagian tokoh tokoh tersebut telah di nobatkan sebagai Pahlawan Nasional RI seperti Prof DR Buya HAMKA, Dr.Moh.Natsir, Mr.Kasman Singodimedjo dan sebagainya.
Buya Dr. Haji A.R Sutan Mansur telah mulai berkiprah dalam pergerakan nasional bersama K.H Ahmad Dahlan di Muhammadiyah Jogjakarta, HOS Cokroaminotodan K.H Agus Salim dalam Kongres Islam Hindia Belanda (1924–1926) yang menggetar kan pihak Kolonial Belanda.Menjadi salah satu Pembina dan guru di JIB (Jong Islamieten Bond) dimana Mohammad Natsir dan Kasman Singodimedjo menjadi kadernya.
Hubungan BuyaDr Haji A.R Sutan Mansur bersamaIr Sukarno, kadernya di Muhammadiyah tercatat sejak 1921 kemudian lebih intens lagi saat Ir. Sukarno dibuang Belanda ke Bengkulu tahun 1938 dari Pembuangan Ende, saat Buya Dr Haji A.R Sutan Mansur berkantor di Bengkulu pula sebagai Imam Konsul Muhammadiyah Sumatera yang menjabat tahun (1932 – 1942). Beliaulah ulama Muhammadiyah yang berada dibalik pernikahan Bung Karno dan kader Nasyiatul Aisyiyah Bengkulu bernama Fatmawati yang kelak menjadi Ibu Negara Republik Indonesia setelah Indonesia merdeka 1945.
Di masa penjajahan Jepang, Buya Dr Haji A.R Sutan Mansur menjadi anggota ShuShaNgi In dan ShyuShaNgi Kai bersama Ir Sukarno dan Drs Muhammad Hatta dan sejumlah tokohlainnya. Memasuki era Kemerdekaan Indonesia, beliau di minta menjadi Anggota Parlemen pertama NKRI yakni K.N.I.P (Komite Nasional Indonesia Pusat) bersama sejumlah tokoh Nasional.
Dalam militer ketentaraan, Buya.Dr Haji A.R Sutan Mansur mendapat penghargaan pangkat militer Mayor Jendral (Mayjend) TNI Titular yang diberikan oleh Wakil Presiden RI Drs Muhammad Hatta kepadanya, atas jasa-jasanya dalam melakukan pembelaan terhadap NKRI dalam mengusir pasukan sekutu yang dibonceng Belanda dalam Agresi I dan II di Sumatera. Banyak kader beliau dari Muhammadiyah yang mati syahid dalam peperangan itu.Termasuk beliau sendiri terluka parah akibat serangan pasukan Belanda sehingga beliau juga diminta menjadi penasehat ruhani tentara Nasional 1947 – 1950.
Ulama kharismatis kini pun kelak di daulat memimpin organisasi Islam Muhammadiyah sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, mengganti kan Kibagus Hadikusumo untuk periode jabatan (1953–1956) hasil Muktamar di Purwekerto tahun 1953 dan dipilih kembali untuk periode (1956 – 1959) hasil Muktamar di Palembang. Pemimpin harismatik karena istiqamah sebagai pejuang untuk kepentingan umat dan bangsa yang hingga kini belum ada pucuk pimpinan di PP Muhammadiyah.
Jasa beliau di bidang pendidikan diantaranya adalah tahun (1933–1937) melakukan penolakan dan perlawanan terhadap Guru Ordonansi Hindia Belanda di Sumatera, yang di pulau Jawa ketika itu KiHajar Dewantara juga melakukan perjuangan yang sama di Taman Siswa. Buya Dr Haji A.R Sutan Mansur melakukan perlawanan karena ingin menyelamatkan sekolah sekolah Muhammadiyah yang sudah tumbuh berkembang di Sumatera ketika itu. Dan perlawanan ini berhasil. Belanda membatalkan penerapan Guru Ordonansi di Sumatera.
Jasa beliau dibidang pendidikan lainnya adalah mendirikan Universitas Muhammadiyah pertama dalam sejarah Muhammadiyah yakni saat beliau menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah antara tahun (1953–1956) sehingga berdirilah UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta).Beliau menginisiasi Fakultas Hukum dan Falsafah Islam di Padang Panjang dan Padang sebagai langkah pertama, sampai beliau kembangkan ke Jakarta.
Untuk mengenang jasa beliau, Rumah kediamannya di Nagari Sungai Batang Maninjau, persis ditepi Danau Maninjau nan indah telah diresmikan menjadi Pusat Wisata Halal Ramah Muslim Sungai Batang Maninjau sebagai penghargaan mengenang jasa-jasa beliau yang diinisiasi oleh Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (LW MUI) dan Bank Indonesia (BI), pada 12 Desember 2024 tahun lalu. Dan di Rumah Gadang beliau tersebut juga akan diisi sebagai museum Buya Dr Haji A.R Sutan Mansur untuk mengangkat sejarah dan keteladanan beliau bagi generasi penerus bangsa kita.
Atas legacy kepahlawanan dan jasa jasanya Buya Dr Haji A.R Sutan Mansur layak dan pantas dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional RI dan semoga hal ini dapat diwujudkan.
Mudah mudahan kita sebagai generasi pelanjut sejarah perjuangan bangsa ini dapat melanjutkan keteladanan para alimu lama dan pahlawan yang pernah ada di negeri tercinta ini. Aamiin.