Asal-Usul Shalat Tarawih

Publish

13 March 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
973
Doc. Istimewa

Doc. Istimewa

Oleh: Donny Syofyan

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas


Pada bulan Ramadhan, ada shalat khusus yang dilakukan oleh umat Islam, yang disebut shalat Tarawih. Dalam bahasa Arab, istilah itu sendiri berarti istirahat atau relaksasi. Nama ini dilekatkan dengan shalat ini karena ia merupakan shalat yang panjang, baik 20 atau 8 rakaat. Bagi mereka yang berpuasa di musim panas, malamnya pendek sehingga tidak banyak masa untuk istirahat lebih lama, paling-paling hanya untuk istirahat sejenak, jeda, atau sekadar menarik napas sejenak. 

Di Indonesia dan di sejumlah tempat, juga dibarengi dengan ceramah singkat selama waktu istirahat itu. Hanya sedikit ulama yang berpendapat bahwa shalat Tarawih yang panjang ini masuk kategori sunnah muakkadah, yang berarti sunnah yang ditekankan sampai-sampai jika Anda mengabaikannya maka Anda akan berdosa karena tidak melakukannya. 

Shalat Tarawih sebenarnya tidak disebutkan dalam Al-Qur`an. Bahkan bila dibaca dengan cermat apa yang dikatakan Al-Qur`an tentang puasa dan malam Ramadhan dan seterusnya, orang tidak akan mendapatkan kesan dari Al-Qur`an bahwa ada shalat yang panjang di malam hari. Al-Qur`an mengatakan, “Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar” (QS 2: 187). Al-Qur`an memberikan gambaran bahwa Muslim akan makan dan minum di malam hari. Jelas jika kita makan dan minum sepanjang malam, ini akan bertentangan dengan semangat Ramadhan. Kita harus memahami Al-Qur`an dengan cara yang rasional. 

Di tempat lain Al-Qur`an berbicara tentang orang-orang yang bangun dari tidur mereka untuk beribadah kepada Tuhan di malam hari. Jika itu berlaku di bulan lain, tentu ini lebih diutamakan selama bulan Ramadhan. Ini menjadi kesimpulan bahwa kita juga akan shalat di malam-malam Ramadhan. Tetapi lagi-lagi ini tidak menyimpulkan ada shalat yang panjang dan khusus. Banyak hal yang harus dilakukan di bulan Ramadhan, yang pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas menjalankan puasa, yaitu menjauhi makan dan minum serta hubungan seksual.

Al-Qur`an menyatakan “Carilah apa yang telah Allah tetapkan untukmu.” (QS 2: 187). Sejumlah ulama menafsirkan ayat ini bahwa kita harus memperhatikan shalat yang telah Allah tetapkan untuk kita. Tetapi tidak sedikit yang berpendapat bahwa ini bukan tafsir yang baik karena Allah tidak menetapkan shalat yang kita sebut sebagai Tarawih dalam Kitabullah. 

Di beberapa tempat di mana malamnya sangat pendek di musim panas, misalnya di Kanada dan di banyak negara Skandinavia, lazimnya shalat Tarawih yang biasanya permalam satu juz selesai tengah malam. Bahkan di sejumlah daerah, semisal Toronto di Kanada, shalat Tarawih selesai sekitar pukul 12:30 pagi. Karenanya tak sedikit ulama yang berpendapat agar hati-hati dan penuh perhitungan dalam menyelenggarakan Tarawih dengan memperhatikan aspek tempat dan waktu.

Lalu, bagaimana dengan hadits? Ada riwayat yang menyebutkan suatu malam di bulan Ramadhan Nabi Muhammad SAW keluar menuju masjid. Kita perlu tahu apa maksud ‘keluar rumah dan masuk masjid’ karena pintu rumah Nabi mengarah ke masjid. Jadi ketika beliau keluar dari rumahnya maka beliau langsung masuk ke atau menuju masjid. 

Beliau shalat bersama para sahabatnya. Mereka kemudian memberi tahu sahabat atau jemaah lainnya yang tidak hadir. Jadi pada malam berikutnya lebih banyak orang datang. Karena pada malam ketiga terjadi peningkatan jumlah yang shalat, Nabi Muhammad SAW tidak keluar rumah untuk shalat bersama mereka. Kita bisa menemukan pelbagai riwayat tentang beragamnya reaksi orang-orang di masjid. Beberapa riwayat mengatakan bahwa ada yang membuat kehebohan, seperti berdeham dan sebagainya, dengan harapan Nabi akan mendengar dan keluar dari rumah. Bahkan ada yang melempar kerikil ke pintu rumah Nabi. 

Namun demikian, Nabi Muhammad SAW tidak keluar sampai shalat subuh. Beliau kemudian berbicara kepada mereka, “Aku tahu apa yang kalian rencanakan, tetapi aku tidak keluar karena aku khawatir shalat ini menjadi wajib bagi kalian.” Artinya shalat Tarawih sejauh itu ibadah sunnat dan sukarela. Nabi khawatir ini akan menjadi wajib bagi kaum Muslimin. Jadi itulah mengapa beliau tidak keluar rumah. 

Riwayat ini menjadi pembenaran bagi banyak kalangan umat untuk melaksanakan shalat Tarawih seperti yang kita lakukan di masjid. Dalihnya bahwa praktik ini bukanlah sepenuhnya baru. Ia bukanlah bid’ah. Mengapa? Karena Nabi Muhammad SAW memang melakukannya selama beberapa malam. Namun ada pula pendapat yang menyanggah karena Nabi berhenti melakukannya. Beliau bersabda, “Fashalluu ayyuhannaas fii buyutikum” (Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian).

Jadi, apakah Nabi juga shalat di rumahnya? Mungkin saja beliau shalat di rumahnya, tapi berapa rakaat dan lain sebagainya? Ada riwayat lain di mana Aisyah, istri Nabi, mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah shalat lebih dari 8 rakaat saat beliau menunaikan shalat sunnah dan kemudian 3 rakaat witir di rumah di kala malam.

Karena memang tidak ada riwayat bahwa Nabi shalat berjamaah setelah tiga malam itu, mereka yang menolak pelaksanaan Tarawih secara berkaum-kaum di masjid ini berdalih, “Karena Nabi Muhammad SAW berkata, 'Shalatlah di rumah kalian,' lalu mengapa kalian tidak shalat di rumah, mengapa kalian shalat di masjid?" 

Jawabannya adalah bahwa Nabi SAW menghentikan shalat ini di masjid karena suatu alasan. Kini alasan itu sudah tidak ada lagi. Beliau khawatir Allah akan mewajibkan shalat ini kepada umat Islam. Dan penetapan Allah untuk mewajibkan sesuatu hanya bisa terjadi saat beliau masih hidup. Setelah Nabi wafat, tidak ada lagi wahyu yang turun kepada orang lain atau siapapun, termasuk mewajibkan shalat Tarawih. Jadi karena alasannya sudah tidak ada, kita tidak perlu takut. Kita bisa shalat Tarawih di masjid seperti yang kita lakukan sekarang. 

Para sahabat Nabi tahu bahwa shalat tarawih adalah shalat sunnat. Kita bisa shalat di rumah, kita bisa shalat di masjid, kita bisa shalat sendiri, atau kita bisa shalat berjamaah. Tradisi shalat Tarawih berjamaah ini tak bisa dilepaskan dari sosok Umar bin Khattab. Beliau menyaksikan orang-orang shalat dalam kelompok yang berbeda dan beliau mengumpulkan mereka semua di belakang satu imam. Itulah yang menjadi praktik hingga saat ini. 

Jadi, beliau kemudian berkata, "Ini adalah bid'ah hasanah" (perbuatan baru yang baik). Ini sudah menjadi praktik sejak saat itu. Merupakan hal yang baik bahwa umat Muslim berada di sana dan mereka membaca Al-Quran bersama-sama, ini membangun semangat kebersamaan dan lain sebagainya. Tetapi itu tidak berarti bahwa praktik ini berasal dari cara yang digambarkan, yaitu Nabi Muhammad SAW shalat selama tiga malam berturut-turut. Sepertinya ini adalah proyeksi ke belakang dari orang-orang yang melihat fakta bahwa kita memiliki hal baru ini. Tidak ada yang ingat bahwa Nabi Muhammad SAW meninggalkan amalan ini seperti ini. 

Yang orang ingat bahwa pada masa Abu Bakar, shalat Tarawih ini tidak dilaksanakan. Orang bertanya-tanya, bagaimana kita bisa melakukan shalat Tarawih yang sebelumnya tidak dilakukan? Ini adalah hal baru. Meskipun hal itu baik, tapi apakah ada preseden atau contohnya dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW untuk ini? Mereka yang tidak mau melaksanakan tarawih ini bersandar pada riwayat bahwa Nabi hanya shalat selama tiga malam dan kemudian beliau berhenti melakukan shalat itu di masjid. Karena beliau berhenti, maka kita tidak memiliki alasan yang kuat untuk membalikkan penghentian itu, maka pada dasarnya kita masih terjebak dengan hal baru yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. 

Adapun alasan yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW khawatir Allah akan menjadikan shalat ini sebagai shalat wajib bila terus belau lakukan juga menyisakan problem. Tidak masuk akal untuk mengaitkan hal itu kepada Nabi Muhammad SAW. Bertahun-tahun sebelum ini dalam kisah Isra’ Mi’raj, kita tahu bahwa Nabi dalam perjalanan malamnya menerima wahyu dari Allah bahwa ada lima shalat wajib. Allah menjanjikan bahwa shalat 5 waktu sama pahalanya dengan shalat 50 rakaat. Jadi tidak ada alasan untuk takut bahwa Allah akan menambahkan shalat wajib lain menjadi enam. Kalaupun Nabi khawatir bahwa Allah akan menetapkan shalat wajib keenam, lalu apakah dengan menghentikan shalat Tarawih Allah akan berubah pikiran? Wallâhu a’lam.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Mohammad Fakhrudin Warga Muhammadiyah Tinggal di Magelang Kota   JABATAN   Jaba....

Suara Muhammadiyah

27 February 2024

Wawasan

Hikmah Syawalan: Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Ibadah Oleh: Tito Yuwono, Ph.D, Dosen....

Suara Muhammadiyah

24 April 2024

Wawasan

Oleh: Abdul Rohman, Mahasiswa Institut Agama Islam Al Ghuraba Jakarta Media sosial saat ini sudah t....

Suara Muhammadiyah

7 December 2024

Wawasan

Pilkada dalam Ancaman Ketidakpercayaan Warga  Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting....

Suara Muhammadiyah

2 December 2024

Wawasan

Oleh: Turrachman, PPM Zaenab Masykur JPSM Indonesia Hujan di sore hari di Kota Malang  baru s....

Suara Muhammadiyah

12 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah