Begini Latar Belakang Sejarah Berdirinya PKO

Publish

4 October 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
3586
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Begini Latar Belakang Sejarah Berdirinya PKO

Oleh: Mu’arif

Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) adalah satu di antara empat bagian (departemen) yang pertama kali dibentuk dalam sejarah Muhammadiyah (17 Juni 1920). Tiga bagian lainnya adalah: Bagian Sekolahan, Bagian Taman Poestaka, dan Bagian Tabligh. Dari keempat bagian atau unsur pembantu pimpinan pusat (hoofdbestuur) Muhammadiyah tersebut, hanya PKO yang tidak memiliki—setidak-tidaknya pada waktu itu belum ditemukan—referensi yang bersumber dari khazanah peradaban umat Islam sendiri.

Ibarat template dalam sebuah program atau aplikasi, kemunculan Bagian Sekolahan, Bagian Taman Poestaka dan Bagian Tabligh sudah ada referensinya dalam khazanah peradaban umat Islam. Misalnya, Bagian Sekolahan diusulkan berdasarkan memori kolektif umat Islam yang terrekam dalam khazanah peradaban Islam abad pertengahan ketika Madrasah Nidzamiyyah menjadi simbol kemajuan peradaban Islam.

Di samping itu, ide pembentukan Bagian Sekolahan juga berdasarkan atas kritik terhadap sistem kelembagaan pendidikan Islam (madrasah, pondok pesantren) pada masanya yang masih dinilai terbelakang. Bagian Taman Poestaka digagas atau diusulkan berdasarkan memori kolektif umat Islam yang juga terrekam dalam khazanah peradaban Islam abad pertengahan ketika perpustakaan Baitul Hikmah menjadi mercusuar pada masanya.

Ide menyelenggarakan Bagian Taman Poestaka juga hadir sebagai ikhtiar mempermudah akses sumber-sumber ilmu pengetahuan yang pada masanya amat sulit dijangkau oleh masyarakat. Dan gagasan pembentukan Bagian Tabligh tentunya sudah lazim menjadi bagian dari memori kolektif para aktor perintis Muhammadiyah mengingat adanya kewajiban menyampaikan dan menyembarkan ajaran agama Islam (dakwah). Tapi, gagasan mendirikan PKO dengan program utama mendirikan rumah sakit dan rumah miskin nyaris belum ditemukan referensinya dalam khazanah sejarah Islam, baik pada ranah global maupun nasional (tanah air) pada masanya.

Bagian PKO

Tanggal resmi berdiri Bagian PKO adalah 17 Juni 1920, tepatnya dalam Rapat Umum Terbuka (Openbare Vergadering) Muhammadiyah tahun 1920 pada masa kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan. Tapi proses inisiasi pembentukan Bagian PKO berlangsung sejak lama, paling tidak setahun sebelum Rapat Umum Terbuka (sekarang disebut Muktamar) 1920, yaitu ketika dibentuk Komite Keloed (1919) yang berkolaborasi dengan gerakan yang dimotori oleh Kiai Syujak yang disebut dengan nama PKO.    

Ketika Kiai Syujak menggalang kekuatan untuk gerakan revolusionernya, KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menggerakkan kaum remaja putri untuk melanjutkan pendidikan di luar kampung Kauman. Reaksi para ulama dan masyarakat yang tidak sependapat dengan gerakan Muhammadiyah ini kemudian ditanggapi dengan penyelenggaraan aktivitas pembinaan bagi para wanita tersebut lewat pembentukan grup-grup pengajian—Wal ’Ashri.

Seiring dengan gerakan Muhammadiyah di bawah komando KH. Ahmad Dahlan, maka Kiai Syujak yang tidak lain adalah murid ideologis pendiri Muhammadiyah ini turut memberikan dukungan dengan cara mewadahi aktivitas para wanita agar mengarah ke perjuangan Muhammadiyah. Setelah terbentuk Bagian PKO secara resmi, Kiai Syujak, Ketua Pertama Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) memberikan kesempatan dan wadah aktivitas para gadis untuk terjun langsung dalam pemberdayaan masyarakat.

Sejarawan Ahmad Adabi Darban dalam bukunya, Sejarah Kauman (2000) mengisahkan keterlibatan aktivitas para gadis Kauman dalam gerakan PKO di bawah koordinator Kiai Syujak. Pada tahun 1914, sebuah perkumpulan wanita didirikan di Kampung Kauman. Perkumpulan ini bernama Sapa Tresna diasuh langsung oleh KH. Ahmad Dahlan dan istrinya. Selain berlatih organisasi, para gadis Kauman yang telah mengenyam pendidikan standar Eropa ditugakan untuk membantu gerakan PKO. Tugas utama organisasi Sapa Tresna di dalam struktur gerakan PKO adalah menyantuni anak-anak yatim piatu wanita. Kebetulan, ketua Sapa Tresna waktu itu ialah Nyoya Syujak sendiri, dibantu oleh para gadis Kauman yang terdidik.

Gagasan Mendirikan Rumah Sakit

Sebuah dialog antara KH. Ahmad Dahlan dengan para santriwatinya patut dicatat di sini. Dalam sebuah pertemuan pengajian, sang kiai memancing pertanyaan, ”Adakah kamu tidak malu kalau sampai auratmu dilihat orang laki-laki?” Oleh para santriwatinya otomatis dijawab bahwa mereka merasa malu sekali. Dari situlah kiai memberi semangat dan menganjurkan kepada para santriwatinya agar menempuh pendidikan yang tinggi, bercita-cita menjadi dokter agar kelak umat Islam mempunyai dokter wanita untuk urusan pasien wanita. Rekaman dialog ini sebagaimana dimuat dalam buku karya Junus Salam, K.H.A. Dahlan Amal dan Perdjoangannja (1968).  

Masih menurut sumber Junus Salam, KH. Ahmad Dahlan yang pada masa-masa perintisan Muhammadiyah lebih banyak menyiapkan kader persyarikatan nyaris tidak kenal lelah bekerja siang dan malam. Sang pendiri Muhammadiyah telah berkali-kali jatuh sakit. Ketika KH. Ahmad Dahlan jatuh sakit sampai hampir sebulan terbaring di atas tempat tidur, sang kiai terlihat sangat lemah dan kurus sehingga harus dirawat di sebuah rumah sakit. Ketika dijenguk oleh para muridnya, sang kiai bertanya, ”apakah Muhammadiyah tidak bisa mengadakan seperti ini?” (apakah Muhammadiyah tidak mampu mendirikan rumah sakit seperti ini?—pen).   

Merespon pertanyaan-pertanyaan dari sang kiai, para santri angkatan muda yang pada waktu itu cukup populer dengan julukan ”Turki-turki Muda” menjadi aktor-aktor penggerak pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah awal. Mereka karena masih sangat muda usia, karena itu pula mereka mendapat julukan ”Turki-turki Muda”, belum menjadi pengurus Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah. ”Turki-turki Muda” inilah ibarat ”anak panah” yang selalu siap sedia dilepaskan ke mana saja, untuk memberikan ceramah dan pengajian Islam dan untuk memperluas gerakan Muhammadiyah.

Dalam catatan Djarnawi Hadikusuma (1978), mereka itu antara lain terdiri dari H. Mochtar yang mendapat amanah sebagai Ketua Pertama Bagian Taman Poestaka (ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah terkenal berani menghadapi pemerintah kolonial Hindia Belanda), Ki Bagus Hadikusuma, ulama dan penganjur politik Islam yang terkenal kuat pendirian (salah satu tokoh penentu dalam pembentukan falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945), H. Fachrodin, seorang yang keras dan bersemangat sebagai muballigh yang mendapat amanah sebagai Ketua Pertama Bagian Tabligh (juga dikenal sebagai politikus ulung penentang penjajahan Belanda, penganjur kaum buruh bersama-sama dengan “De Staking Koning” atau “Raja Pemogokan” Suryopranoto), dan Kiai Syujak pendiri dan Ketua Pertama Bagian PKO (termasuk pendiri Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta dan pelopor Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia).

Merujuk pada catatan Drijowongso, sekretaris Bagian PKO, cita-cita Kiai Syujak mendirikan hospital (rumah sakit) dan armhuis (rumah miskin) yang sempat ditertawakan oleh banyak orang telah terwujud pada bulan Februari 1923 ketika Bagian PKO berhasil menyelenggarakan klinik dan poliklinik yang dipimpin oleh seorang dokter pribumi bernama Somowidagdo “Kissah Pergerakan Moehammadijah Bagian P.K.O. di Djokja” (Soewara Moehammadijah no. 1 Th. 1924).

Lazimnya organisasi yang baru terbentuk, di tengah minimnya sumber daya manusia dan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, Bagian PKO sempat mengalami keruwetan administrasi sebagaimana termaktub dalam laporan resmi Komisi Verifikasi tahun 1924. Diketahui, berdasarkan data laporan tersebut, Bagian PKO dibagi menjadi subbagian yang meliputi: (1) PKO, (2) PKO Anak Yatim, (3) PKO Rumah Miskin, (4) PKO Klinik & Poliklinik.

Catatan keruwetan administrasi keuangan Bagian PKO hampir menyeluruh, terjadi pada semua subbagian dengan keterangan: ”Pengeloearan oeang banjak jang tjoemah ada bon jang ditandai tangan oleh bestuur sadja, tidak ada kwitantie dari jang menerima oeang itoe, dan tidak disertai specificatie, hingga soesah diselidiki kebenarannja...” (Soewara Moehammadijah, no. 11 Th. 1924).        

Kenyataan bahwa administrasi keuangan Bagian PKO sempat mengalami keruwetan pada masa-masa awal pembentukannya telah diakui sendiri oleh Drijowongso, sang sekretaris. Tetapi dia berdalih bahwa kerja-kerja Bagian PKO yang begitu banyak sementara sumber daya manusia yang sangat terbatas menjadikan penataan administrasi keuangan tidak tersentuh.

Tetapi fakta historis menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan PKO, khususnya klinik dan poliklinik, cukup pesat. Di luar Yogyakarta, pertumbuhan poliklinik PKO dimulai dari kota Surabaya, ketika dr. Soetomo yang secara ideologis menganut aliran teosofi ternyata sejalan dan mendukung gerakan PKO yang berasaskan atas prinsip humanisme universal.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Aisyah binti Abu Bakar: Wanita Kritis dan Pemberani Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya ....

Suara Muhammadiyah

19 February 2024

Khazanah

Tiga Alasan Ijazah Muallimin Dulu Itu Ampuh Oleh Mu’arif Ampuh alias sakti! Itulah kesan sep....

Suara Muhammadiyah

14 November 2023

Khazanah

Sebelum 1936, Muhammadiyah Telah Berdakwah di Pendowoharjo Pendowoharjo saat ini adalah salah satu ....

Suara Muhammadiyah

16 September 2023

Khazanah

Apakah Islam Mengistimewakan Arab di atas Non-Arab? Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya....

Suara Muhammadiyah

22 March 2024

Khazanah

Menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas ....

Suara Muhammadiyah

29 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah