Ismail dalam Al-Qur`an dan Alkitab

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
205
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Ismail dalam Al-Qur`an dan Alkitab

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Dalam Al-Qur`an , Ismail memiliki peran yang sangat penting, sementara dalam Alkitab, perannya tidak begitu menonjol. Meskipun tidak sering disebut namanya, Ismail dianggap sebagai putra yang dimaksud dalam kisah pengorbanan dalam Al-Qur`an. Al-Qur`an juga secara khusus menyebutkan namanya dalam surat ke-19 (Maryam), menggambarkannya sebagai orang saleh yang diberi karunia doa dan sedekah, serta diperintahkan untuk mengajarkan hal yang sama kepada keturunannya.

Alkitab memang menceritakan kisah para nabi secara lebih rinci, sedangkan Al-Qur`an hanya menyinggungnya secara singkat untuk menyampaikan pelajaran moral yang lebih luas. Namun, menariknya, bahkan dalam Alkitab sendiri, kisah Ismail terasa kurang menonjol dibandingkan tokoh-tokoh lain di sekitarnya, terutama jika dibandingkan dengan saudaranya, Ishak.

Ini cukup mengherankan mengingat Ismail adalah putra sulung Abraham menurut narasi Alkitab. Namun, narasi tersebut justru lebih berfokus pada Ishak, yang menjadi nenek moyang bangsa Israel. Sementara itu, Ismail digambarkan sebagai sosok yang hebat dengan banyak keturunan, tetapi juga digambarkan sebagai "keledai liar" yang akan selalu berkonflik dengan orang lain.

Dalam tradisi Islam, Ismail dipandang sebagai leluhur Nabi Muhammad, sehingga namanya lebih sering disebut dalam Al-Qur`an dibandingkan Ishak. Ini seolah menjadi penyeimbang bagi tradisi Yahudi-Kristen yang lebih menonjolkan Ishak. Kedua putra Abraham ini memiliki peran penting dalam agama masing-masing.

Kisah Ismail dalam Al-Qur`an dimulai dengan Abraham meninggalkannya bersama Hagar di tanah tandus, yang diyakini adalah Mekah. Abraham berdoa agar Tuhan memberikan rezeki dan menarik hati orang-orang kepada keturunannya di sana. Tujuannya jelas: agar mereka bisa beribadah kepada Tuhan di tempat baru tersebut. Ini seperti mendirikan "gereja" baru dalam istilah Kristen, di mana kehadiran mereka akan membangun komunitas yang menyembah Tuhan.

Namun, Alkitab menceritakan kisah ini dengan nuansa berbeda. Ismail adalah putra pertama, namun ketika Ishak lahir, kecemburuan Sarah mendorong Abraham untuk meninggalkan Hagar dan Ismail di padang gurun. Alasan ini berbeda dengan versi Al-Qur`an yang menekankan perintah Tuhan. Alkitab juga menceritakan tentang Ismail yang "tertawa" atau "bermain" dengan Ishak saat masih kecil. Kata Ibrani untuk tindakan ini ambigu, bisa berarti mengejek atau bermain. Jika diartikan sebagai ejekan, ini bisa menjelaskan kemarahan Sarah yang ingin mengusir Hagar dan Ismail.

Abraham terpaksa menuruti permintaan Sarah dan meninggalkan Hagar serta putranya di tengah gurun yang tandus. Meskipun dikatakan bahwa Tuhan memerintahkan Abraham untuk mendengarkan istrinya, tindakan ini tetap menimbulkan pertanyaan moral. Bagaimana mungkin meninggalkan seorang ibu dan anak kecil dengan bekal seadanya di tempat yang begitu keras? 

Namun, keajaiban terjadi. Tuhan mengirimkan malaikat untuk memberikan pertolongan, dan dalam tradisi Islam, muncullah sumur Zamzam yang hingga kini terus mengalirkan air. Sumur ini juga disebutkan dalam Alkitab. Sumur Zamzam di Mekah menjadi bagian penting dalam ibadah haji umat Muslim. Di dekatnya, terdapat Masjid al-Haram yang megah, mengelilingi Ka'bah. Tradisi Islam menceritakan bagaimana Hagar berlari antara dua bukit mencari air untuk putranya, dan hingga kini jemaah haji, terutama laki-laki, melakukan Sa'i, yaitu berlari kecil antara dua titik yang menandai usaha Hagar tersebut.

Mari kita bahas kisah pengorbanan agung yang diceritakan dalam Alkitab maupun Al-Qur`an . Pada dasarnya, kedua kisah ini memiliki kesamaan: Abraham diperintahkan oleh Tuhan untuk mengorbankan putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah ujian iman yang luar biasa, menunjukkan ketaatan Abraham yang tak tergoyahkan.

Namun, ada perbedaan penting dalam detailnya. Alkitab (Kejadian 22:1) menyebutkan bahwa putra yang dimaksud adalah Ishak. Sedangkan dalam tradisi Islam, terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa putra yang dimaksud, meskipun mayoritas meyakini bahwa itu adalah Ismail.

Perbedaan lainnya terletak pada konsep korban itu sendiri. Dalam Alkitab, korban bakaran adalah praktik umum, di mana hewan dikorbankan dan dibakar seluruhnya sebagai persembahan kepada Tuhan. Sedangkan dalam Islam, pengorbanan hewan dilakukan, tetapi dagingnya dikonsumsi dan dibagikan kepada sesama. Al-Qur`an menegaskan bahwa Tuhan tidak membutuhkan daging dan darah korban, melainkan ketakwaan dan keikhlasan hati. 

Terdapat kebingungan yang cukup besar mengenai siapa putra yang dimaksud untuk dikorbankan—apakah itu Ishak atau Ismail? Banyak Muslim meyakini bahwa yang dimaksud adalah Ismail. Dalam tafsir klasik Islam terhadap Al-Qur`an , kedua pandangan tersebut muncul. Beberapa ulama awal, seperti Al-Tabari, berpendapat bahwa putra yang akan dikorbankan adalah Ishak, berdasarkan apa yang diyakini oleh kaum Yahudi dan Kristen.

Namun, ulama Muslim lainnya, seperti Ibnu Katsir, berpendapat dengan alasan yang kuat bahwa putra yang dimaksud adalah Ismail, merujuk pada petunjuk-petunjuk dalam teks Al-Qur`an itu sendiri. Saya mendukung pandangan ini, terutama seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Suyuti dalam karyanya, Al-Hawi lil-Fatawi, yang merupakan kumpulan fatwa Islam.

Pandangan bahwa putra yang akan dikorbankan adalah Ismail telah menjadi pandangan mayoritas, dan ini masuk akal, terutama jika kita memperhatikan kata-kata dalam Kejadian 22:1 yang menyatakan, "Ambillah putramu, putramu satu-satunya." Satu-satunya saat di mana Abraham memiliki putra tunggal adalah ketika Ismail satu-satunya putra selama sekitar 14 tahun sebelum Ishak lahir.

Abraham memiliki dua putra, sehingga mungkin ada yang berargumen bahwa "satu-satunya putra Ishak" bisa berarti Abraham telah mengusir putranya yang lain, sehingga secara teoritis hanya ada satu putra. Namun, Alkitab tetap menegaskan bahwa Ismail adalah putra Abraham, dan tidak merendahkan statusnya sebagai putra. Jadi, saat itu, Ismail memang satu-satunya putra Abraham.

Dalam kisah pengorbanan yang mengharukan, Al-Qur`an menyajikan perspektif yang berbeda dari Alkitab. Abraham secara terbuka berkomunikasi dengan putranya tentang mimpi pengorbanan, dan sang putra dengan berani menerima takdirnya, menunjukkan ikatan yang kuat dan ketaatan kepada Tuhan.

Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya komunikasi terbuka dan kerja sama dalam keluarga, terutama dalam menjalankan perintah Tuhan. Penggantian hewan kurban pada akhirnya menegaskan bahwa Tuhan tidak menginginkan pengorbanan manusia, sebuah nilai yang juga dijunjung tinggi dalam Alkitab.

Tradisi pengorbanan hewan tetap relevan dalam Islam, terutama bagi masyarakat Arab yang menganggap diri mereka sebagai keturunan Ismail. Perayaan Idul Adha menjadi pengingat akan kisah ini, dan Ka'bah yang dibangun oleh Ismail dan Abraham di Mekah menjadi simbol penting yang tidak tercatat dalam Alkitab. Kisah ini kaya akan makna dan mengajarkan kita tentang keimanan, pengorbanan, dan pentingnya keluarga dalam menjalankan perintah Tuhan.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Islam dan Leluhur Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mengapa oran....

Suara Muhammadiyah

8 July 2024

Khazanah

Pemalsuan Hadits (Bagian ke-1) Oleh: Donny Syofyan Berbicara tentang hadits, kita memahaminya seba....

Suara Muhammadiyah

7 December 2023

Khazanah

Begini Cara Pak Kasman Memahami Perempuan dalam Islam Oleh Mu’arif Sebenarnya, Kasman Singod....

Suara Muhammadiyah

25 September 2023

Khazanah

Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-1) Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andala....

Suara Muhammadiyah

12 February 2024

Khazanah

Haruskah Wanita Safar Bersama Mahram? Oleh: Safwannur, Alumnus Ponpes Ihyaussunnah Lhokseumawe dan ....

Suara Muhammadiyah

10 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah