Bencana Sebagai Pengingat Diri: Refleksi Kemanusiaan dan Tanggung Jawab Lingkungan

Publish

2 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
88
pixabay

pixabay

Bencana Sebagai Pengingat Diri: Refleksi Kemanusiaan dan Tanggung Jawab Lingkungan

Oleh: Ahmad Afwan Yazid, M.Pd, Wakil Kepala SD Muhammadiyah 4 Kota Malang, Praktisi Pendidikan dan Parenting Keluarga

Akhir tahun seringkali menjadi momen refleksi bagi sebagian besar masyarakat. Namun, bagi bangsa Indonesia, menjelang akhir tahun 2025 diselimuti oleh rentetan musibah yang seakan tak pernah putus. Dari banjir bandang di Sumatera, hingga erupsi Gunung Semeru di Lumajang, sederet bencana datang berturut-turut. Kejadian-kejadian yang mengakibatkan korban jiwa, luka-luka, dan rusaknya infrastruktur prasarana kehidupan, seharusnya tidak hanya dilihat sebagai deretan berita duka, melainkan sebagai pengingat kolektif yang sangat mendesak bagi setiap individu.

Dalam pandangan Islam, musibah dan bencana bukanlah semata-mata kutukan atau siksaan yang diturunkan tanpa tujuan. Sejatinya, bencana yang menimpa kita semua bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan. Allah menegaskan bahwa Dia tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Oleh karena itu, tantangan ini adalah ujian, sekaligus memorandum penting bagi kita semua.

Ketaqwaan Sebagai Bekal Utama

Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sepatutnya kita membekali diri dengan ketaqwaan. Ketakwaan bukan sekadar kata-kata, tetapi membutuhkan pembuktian dalam perbuatan. Ketakwaan membuktikan bahwa kita benar-benar menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Ia adalah benteng yang membentengi diri kita dari hal-hal yang berbau maksiat, dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana firman Allah:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al-Baqarah [2]: 197).

Ketakwaan inilah yang menjadi penawar ketika kita dihadapkan pada realitas kerusakan lingkungan yang pelik di tanah air: pencemaran udara, banjir, gempa bumi, longsor, dan sebagainya.

Tangan Manusia, Akar Kerusakan

Fakta menyedihkan menunjukkan bahwa sebagian besar masalah lingkungan justru disebabkan oleh ulah tangan manusia sendiri. Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41).

Ayat ini adalah tamparan keras. Lingkungan yang dulunya indah/cantik, kini telah bertransformasi menjadi kusam akibat perilaku perusakan. Contoh konkret terlihat saat musim hujan, di mana daratan sungai di berbagai wilayah meluap akibat tidak mampu menahan debit air yang melampaui batas. Akar di balik luapan itu bersumber dari benih sampah yang menumpuk dan menggenangi tubuh sungai. Aktor di balik ini semua, sekali lagi, adalah ulah tangan manusia itu sendiri. Manusia seakan tidak mensyukuri bentangan keelokan yang disuguhkan oleh Raja Alam Semesta dan menentang peringatan-Nya.

Allah telah memperingatkan:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَحِهَا

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya." (QS. Al-A'raf [07]: 56).

Tiga Pelajaran Penting dari Bencana

Melalui bencana alam yang menghantam negeri kita, kita mendapatkan setidaknya tiga pengajaran penting untuk membersitkan pikiran dan nurani yang jernih.

1.         Jagalah Lingkungan.

Banyak kelestarian lingkungan yang telah rusak akibat sifat ketamakan manusia, sehingga membuat segala hal dilakukan tanpa memikirkan kemaslahatan dan kemudaratannya. Manusia yang tinggal dibantaran sungai dengan serampangan membuang sampah tanpa memikirkan efek panjangnya, menyebabkan bencana banjir. Menjaga lingkungan seyogyanya dilatih sejak dini, sehingga mampu menstimulasi kecintaan terhadap alam. Dengan demikian, di masa dewasanya nanti, perusakan terhadap lingkungan tidak akan terjadi.

2.         Gelorakan Spirit Ta'awun.

Hadirnya bencana alam ini menjadi wahana kita untuk menggelorakan spirit kemanusiaan kita kerucutkan sebagai tolong-menolong tanpa memandang etnik. Sebagai seorang Muslim, kita mesti menolong saudara kita yang mengalami ketimpangan sosial akibat problematika kehidupan, khususnya bencana alam saat ini. Mereka sangat membutuhkan uluran tangan dari kita. Allah mewajibkan kita untuk menggalakkan tolong-menolong ini:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (QS. Al-Maidah [05]: 02).

3.         Lakukan Muhasabah.

Kita harus mengevaluasi dan mengintrospeksi diri atas gelimang dosa. Dosa manusia, baik besar maupun kecil, tetap buruk dalam pandangan Allah. Kiranya dosa inilah yang membenamkan manusia untuk berbuat kerusakan terhadap lingkungan, sehingga muncullah bencana alam secara berkelanjutan. Introspeksi ini didasarkan pada firman Allah:

يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

"Duhai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Kembalilah ke Kampung Halaman Sesungguhnya

Sebagai seorang muslim, bencana, musibah maupun cobaan sudah seharusnya menjadi manifestasi atas kesadaran diri. Sadar bahwa kita mendekam di bumi pertiwi ini hanya sekadar 'kontrak', atau orang Jawa bilang "mung mampir ngombe" (hanya mampir minum), setelah itu akan berpulang ke kampung halaman yang sesungguhnya. Selama mengontrak di bumi, perilaku manusia banyak yang menyimpang dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Seluruh bencana dan musibah adalah janji Allah: "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" (al-Baqarah: 155). Kabar gembira itu bisa berupa kenikmatan di dunia, di surga, atau bahkan keduanya.

Kejadian bencana alam saat ini hendaknya mampu membangkitkan kesadaran diri bahwa sudah saatnya lingkungan harus kita jaga, rawat, dan lestarikan, sehingga kehidupan bisa terbebas dari bencana. Hadirnya bencana juga momentum untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Marilah kita menjaga hubungan kita dengan alam semesta, terutama lingkungan sekeliling kita, setelah menjaga hubungan dengan Sang Pencipta dan hubungan dengan sesama manusia. Semoga Allah senantiasa menjadikan kita pemelihara kelestarian alam ciptaan-Nya yang dikaruniakan kepada umat manusia. Amin.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Drh. H. Baskoro Tri Caroko Bekerja adalah suatu keadaan yang diinginkan oleh semua orang. Kar....

Suara Muhammadiyah

13 November 2023

Wawasan

Menakar (Baik-Buruk) Pemimpin Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso,....

Suara Muhammadiyah

2 January 2025

Wawasan

Perjuangan di Ujung Waktu Oleh: Alif Syarifuddin Ahmad (Pengasuh PPTQ Masa Keemasan/Lansia Kota Teg....

Suara Muhammadiyah

3 October 2025

Wawasan

Oleh: Mohammad Nur Rianto Al Arif Ketua PD Muhammadiyah Jakarta Timur Dakwah kultural menjadi top....

Suara Muhammadiyah

19 March 2024

Wawasan

Oleh: Mukhaer Pakkanna Sejak 1987, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan setiap 31 Mei s....

Suara Muhammadiyah

29 May 2025