Muhammadiyah Menjawab Zaman

Publish

5 June 2024
pdm

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
204
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Muhammadiyah Menjawab Zaman

Oleh: Saidun Derani

Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Suarabaya akan mengadakan Pentaloka (Penataran dan Lokarya) digitalisasi Administrasi dan Keuangan Pimpinan Cabang (PCM) se-Surabaya. Sebuah kegiatan yang menantang dilihat dari aspek ormas Islam moderen.

Pelaksanaannya akan dihelat pada 26 Mei 2024 dengan tema “Tertib Administrasi dan Keuangan Menuju Organisasi Yang Ideal”. Pertimbanganngannya mengapa perlu diadakan Pentaloka argumentnya adalah semakin rapi administrasi dan keuangan organisasi maka dipastikan kinerja organisasi itu juga ikut rapi (tertib) (https://suaramuhammadiyah.id/read/88-pucuk-pimpinan-cabang-muhammadiyah-se-kota-surabaya-ikuti-pentaloka).

Periode Melinium kedua ini sudah seharusnya Muhammadiyah untuk berbenah diri ke internalnya. Penulis pikir Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya atas arahan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur cerdas menangkap jiwa zamannya.

Ada dua masalah pokok yang dihadapi Muhammadiyah secara umum yaitu persoalah administrasi dan ekonomi financial. Dan kedua masalah ini sudah beberapa kali penulis sampaikan dan dipublikasikan Suara Muhammadiyah Online.

Dalam konteks kedua masalah pokok inilah menurut penulis makna “cerdas” yang penulis sampaikan kepada Pimpinan Muhammadiyah Jawa Timur di atas karena memahami betul tuntutan Muhammadiyah Melinium Kedua ini adalah masalah tertib administrasi/pendataan dan ekonomi-financial.

Dahlan Menjawab Zamannya

Teori sosial yang disebut dengan Challange and Respons ini ingin menerangkan apa saja tantangan yang dihadapi sebuah masyarakat baik internal dan ekternal pada zaman itu. Dan sangat menarik memang jika penerapan teori di atas dibantu dengan analisis SWOT (Kekepan: Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) sehingga cara pandang ini lebih dekat dengan cara pemikiran sunnatullah dan sunnatur rasul.

Pada tulisan penulis dengan judul “Dahlan Menjawab Zamannya” yang telah dipublish Suara Muhammadiyah Online, 23 Mei 2024 (https://suaramuhammadiyah.id/read/dahlan-menjawab-zamannya) sudah dijelaskan bahwa tantangan yang dihadapi Dahlan pada wakti itu sehingga beliau perlu mendirikan organisasi Islam moderen.

Sekurang-kurangnya ada tiga challenges yang dihadapi Dahlan  masa itu yaitu sebagai reformis keagamaan, pelaku perubahan sosial, dan kekuatan politik (kelompok kepentingan).

Sebagai reformis  keagamaan, Muhammadiyah bertujuan memurnikan agama Islam dengan memberantas praktek-praktek takhayul, khurafat-khurafat, dan bid’ah-bid’ah. Akan tetapi ketika Dahlan dan kawan-kawan berdakwah di tengah-tengah masyarakat, beliau tidak pernah ”menghujat” perilaku ritual keagamaan masyarakat Muslim yang dipandang ”belum murni” itu. Jadi berbeda dengan cara dakwah penerus Dahlan sekarang yang cendrung ”rigid dan hitam-putih”. 

Argumennya cukup sederhana. Kemurniaan itu lahir dan riil seiring dengan tingkat kemajuan pendidikan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Sebab itu bagi Dahlan dan kawan-kawan peningkatan jumlah lembaga pendidikan dan memperbanyak peserta didik muslim  (peningkatan kualitas SDM Muslim bukan berarti diabaikan) menjadi prioritasnya. Dengan cara-cara ini maka rakyat Indonesia tertarik bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah.

Sebagai pelaku perubahan sosial, Muhammadiyah bertujuan memodernisasi umat Muslim Indonesia agar terangkat dari ketertinggalannya mencapai tempat terhormat di dunia moderen. Perubahan bagi Dahlan dan kawan-kawan diartikan dengan mengubah cara pikir dan mentalitas anak bangsa yang sedang mengalami keterjajahan (rendah diri).

Untuk itu beliau dan kawan-kawan meningkatkan pendidikan Umat Muslim dengan menerapkan metode-metode dan sistem-sistem baru, dan merintis pekerjaan-pekerjaan dalam kesejahteraan sosial, seperti dalam bidang-bidang kesehatan dan penyantunan anak-anak yatim. Hal-hal ini mengindikasikan bahwa upaya Muhammadiyah untuk memainkan peranan sebagai pelaku perubahan sosial di Indonesia.

Dalam pandangan Dahlan dan kawan-kawan bahwa Islam tidak memisahkan antara agama dan politik. Ia dianggap sebagai konstitusi yang tidak memisahkan antara bidang kekuasaan Tuhan (Allah)  dan kekuasaan Kaisar, atau dalam hal itu antara bidang etika dan bidang hukum. Muhammadiyah berpegang teguh dan yakin dengan pandangan ini. 

Dalam konteks cara pandang semacam ini maka Muhammadiyah sama sekali tidak dapat memisahkan dirinya dengan masalah-masalah politik sebagaimana yang ditunjukkan tujuan-tujuan dan kegiataan-kegiatannya yang nyata-nyata non-politik. Persoalannya bagaimana mengetahui Muhammadiyah benar-benar terlibat dalam politik. Hal ini dapat dilakukan dengan menganalisis perkembangan Muhammadiyah sebagai ”kelompok kepentingan”. 

Jika disimpulkan bahwa pada periode awal Dahlan dan kawan-kawan menghadapi persoalan internal umat Islam; lemah persatuan (politik), lemah ekonomi dan financial, dan lemah pendidikan (iman dan ilmu), dan masalah eksternal yaitu keterjajahan (masalah ketidakadilan dengan mentality yang rendah dan direndahkan serta menghambat misi Zending dan Misionaris (Alwi Sihihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, 1998).

Karakteristik Ormas Islam Berkemajuan

Bagi Prof. Dr. KH. Abdul Muk’ti paling tidak ada lima karakteristik ciri pokok Islam berkemajuan yang menjadi karakter Muhammadiyah yaitu tauhid yang murni, memahami Alqur’an dan sunnah secara mendalam, melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif, berorientasi kekinian dan masa depan, dan terakhir bersikap toleran, moderat dan suka berkerjasama (Abdul Mu’ti, ”Sebuah Pengantar Lima Fondasi Islam Berkemajuan”, dalam ”Islam Berkemajuan: Kisah Perjuangan Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal”, 2009, vii-xxiii).

Masalah menanamkan tauhid yang murni ini sangat menarik paparan dan uraian yang dinarasikan Abdul Mu’ti. Spirit tauhid menggerakkan para pemeluknya untuk membebaskan diri dari ketergantungan kepada yang lain selain Allah yang Esa yang pada akhirnya mendorong jiwa untuk bergerak. Gerakan jiwa inilah melahirkan semangat ”melawan” hal-hal yang dipandang menduakan yang Esa itu.

Munculnya penyimpangan bertauhid di tengah masyarakat Indonesia pada umumnya dalam bentuk ”penyembahan” kepada kuburan dan orang-orang yang dianggap ”suci” (wakil Tuhan di bumi) sehingga melahirkan fatwa Ahmad Dahlan mengharamkan ziarah kubur. Jelas sudah fatwa ini menimbulkan kehebohan di masyarakat Nusantara dan tudingan kepada Dahlan dan persyarikatan Muhammadiyah dengan beragam label yang bersifat negatif.

Menurut Abdul Mu’ti-ini yang jarang dipahami secara mendalam jiwa umat Islam pada waktu itu-sebenarnya Dahlan menggunakan metode dakwah Makkah hitam-putih, syirik dan tidak syirik sehingga perlu diberi terapi yang sifatnya dadakan dan menghunjam ke dasar jiwa dan hati pemeluk Islam, terutama kepada para elite agamanya.

Lahir sebuah ketabahan yang luar biasa bagi pemeluk Islam karena didorong keyakina tauhid yang murni kepada Sang Khalik yang pada akhirnya menjadi landasan perlawanan Muhammadiayah terhadap kolonialisme Belanda.

Dalam konteks inilah memahami sikap keras Muhammadiyah terhadap Belanda bukan disebabkan mereka beragama Kristen tetapi masalah penjajahan dan ekploitasi Belanda kepada manusia di bumi Nusantara. Indikasi ini terlihat ketika Dahlan mengizinkan murid-murid Kristen mengikuti pelajaran agama Islam yang diadakan di OSVIA Magelang dan Kweekschool di Jetis, Yogyakarta.

Mehami Algur’an dan sunnah itu secara mendalam merupakan suatu kebutuhan. Dalam  hal ini tidak hanya dilihat kedua sumber hukum Islam itu sebatas teks, akan tetapi lebih jauh harus dimengerti konteksnya.

Islam itu memudahkan dan sebaliknya tidak menyusahkan pemeluknya. Ketika ditanya sahabat doa apa yang paling banyak dibaca, maka Rasul menjawab minta kehabagian hidup di dunia dan Akhirat ( QS 2: 201). Memaknai ayat ini tidak sekedar teks, tetapi yang dimaksud adalah terpenuhi kebutuhan dasar manusia  seperti pangan, sandang, papan dan berkeluarga (basic need) tanpa melupakan yang memberikan Razzaknya.

Cukup kiranya pengakuan Kyai Suja’ seorang murid Mbah Dahlan bahwa lahirnya amal usaha di Muhammadiyah seperti lembaga pendidikan, kesehatan dan yang lainnya karena spirit jiwa Alqur’an dan Sunnah. Jadi bukan faktor  profit oriented ansich.

Abdul Mu’ti mengkritisi perkembangan akhir-akhir ini ada  kecendrungan menguatnya kelompok konservatif (rigid) di Muahammadiyah karena ”malas” mendalami ilmu-ilmu keagamaan Islam.

Dalam konteks melembagakan amal solih yang fungsional dan solutif dimaknai oleh Abdul Mu’ti dengan adanya keseimbangan antara ibadah yang bersifat pribadi dan ibadah sosial. Inilah pentingnya warga Muhammadiyah mengkonektingkan keduanya menjadi sebuah kekuatan yang sifatnya menyatu dalam diri dan jiwa pemeluk Islam.

Zikir dengan asyik maksyuk menyepi dan menyendiri bukan berarti dilarang. Akan tetapi menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dalam arti luas seperti pengadakan transportasi, suprastruktur dan infrastruktur tidak kalah penting dalam tataran ibadah sosial. Persoalan demografis, masalah pangan, ekonomi dan tuntutan perubahan sosial juga merupakan hal-hal yang kudu diopenin karena masuk koridor ibadah sosial.

Ciri lain dari ormas Islam yang berkemajuan itu adalah berorientasi kekinian dan masa depan. Dengan bahasa lain ormas Islam moderen itu memiliki para pengurusnya yang visioner dan kredibel serta accountable.

Kata Mu’ti memberi contoh Islam berkemajuan itu dicirikan dengan melihat Islam sebagai sebuah realitas kekinian dan kedisinian. Lalu kedisinian itu dijaikan konteks dan kondisi untuk merancang masa depan yang lebih baik. Wujudnya lihat cara berfikir Suja’ pada zamannya ingin merancang mendirikan hospital, armenhuis (rumah miskin), dan weeshuis (rumah yatim) (pada waktu itu ditertawakan teman-temannya yang lain dianggap aneh pemikirannya itu).

Mu’ti menilai spirit (ruh) keagamaan itu yang sekarang ada sebagian  (kecil) pengelola dan ”pekerja” pada AUM tidak sekuat dan sekokoh gedung-gedung yang mentereng itu. Bahkan ditengarai sebagian mereka telah kehilangan ruh dan jiwanya rapuh. Orientasi kebendaan dan kekuasaan terlalu dominan. Sangat disayangkan sekali jika demikian adanya.

Terakhir jelas Abdul Mu’ti bahwa Islam yang berkemajuan itu bercirikan moderat, tolerance, dan suka bekerjasama. Akan tetapi kesan sebagian masyarakat bahwa Muhammadiyah adalah ormas Islam para elite, orang-orang kaya, intelektual, priyayi dan pejabat.Bahkan sebagian masyarakat yang lain menilai anggota Muhammadiyah bersikap elitis dan eksklusif. 

Fanatisme dan militansi menggerakkan Islam murni  yang berlebihan terkadang membuat sebagian anggota Muhammadiyah over reaktif, ofensif dan alienatif kepada mereka yang berbeda ”keyakinan” dan ”berlainan pemahaman”. Jelas Abdul Mu’ti lagi bahwa masalah-masalah keagaman yang remeh temeh semacam ini menjadi sebab mereka tidak ”luwes” bergaul, rigid dan kaku.

Paparan yang disampaikan Sekjen PP Muhammadiyah di atas kalau penulis simpulkan bahwa ormas Islam yang mengusung Islam Yang Berkemajuan memiliki pemahaman agama yang mumpuni dan pada sisi lain mengelola persyarikatan dan AUMnya dicirikan visioner, accountabel dan kredible, mampu menjawab kekinian dan kedisinian dengan menerapkan sains dan teknologi dalam prosesnya. 

Jika masalah-masalah ini tidak diterapkan maka Islam Yang Berkemajuan hanya sebatas slogan saja. Sebab itulah pentingnya lembaga selectifitas yang bersifat sunnatulah dalam memilih kader untuk memimpin AUM dan Persyarikatan.

Ke Depan How

Jangan sekali-kali mengklaim ormas Islam moderen dan berkemajuan kalau cara kerja Muhammadiyah sekarang masih kayak Muhammadiyah masa awal abad kedua puluh, tegas Prof. Abdul Mu’ti. 

Sekarang ormas Islam Muhammadiyah sudah masuk pada melinium kedua abad ini dan  seharusnya menerapkan tata cara kerja moderen kekinian dan kedisinian sembari menyiapkan generasi serba bisa 2045. Menjangkau masa depan penting dan lebih penting lagi menyiapkan pondasi yang kuat sekarang ini.

Sebagaimana penulis kutip di awal tulisan ini bahwa PWM Jatim sudah memulai menyiapkan pondasi yang kokoh dengan menerapkan sains dan teknologi dalam pengelolaan Muhammadiyah, baik yang di Persyarikatan sebagai owner dan AUM sebagai pelaksana.

Kebutuhan akan data riil berapa jumlah anggota Muhammadiyah sebenarnya se-Indonesia sudah tak bisa ditawar lagi dilihat sebagai ”kelompok Kepentingan”.  Semua pembuatan perencanan dan program kerja merujuk kepada data riil ini. Harus pandai berhitung dan berbagi berapa kekuatan dan berapa kelemahan, bagaimana peluangnya dengan mempertimbangkan competiter yang sifatnya bukan lagi lokal dan nasional bahkan mondial.

Masalah pontensi ekonomi Muhammadiyah yang melimpah ruah sebagaimana sering digaungkan Ketua PWM Banten dan pelaku bisnis Anggota Persyarikatan jangan lagi diserahkan pengelolaannya kepada ”orang lain”. 

Sudah waktunya PP Muhammadiyah memiliki BUMM yang kredibel dan accountabel sehingga rencana kerja yang strategis dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Tanpa ekonomi dan financial yang ajek sangat sulit Muhammadiyah berdampingan dengan  Komunitas Oligarki dan Macan apalagi alih-alih mau adu sprint.

Menutup tulisan ini penulis ingin mengutip kata-kata Sekjen MUI ketika membuka Rakerwil ke-2 PWM Banten, Ahad, 5 Mei 2024  di Gedung Pusat Dakwah PWM Banten, Serang, bahwa  pada kahirnya yang menjadi pemenang Pilpres tahun 2024 NKRI adalah kekuatan Bansos. Allah ”alam bi as-shawab

Penulis adalah akitivis PWM Banten 022-027 ; dosen Pascasarjana di UM-Surby dan UM-Tangerang serta UIN Syahid Jakarta


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Sambut Dzulhijjah, Bulan Penuh Kasih Sayang Oleh: Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I. Allah telah ....

Suara Muhammadiyah

15 June 2024

Wawasan

Indonesia, Muhammadiyah, dan Pasar Oleh: Saidun Derani Mukaddimah Tulisan Dr. Mukhaer Pakkana, Se....

Suara Muhammadiyah

7 November 2023

Wawasan

Refleksi Pilpres 2024 (1) Oleh: Mohammad Fakhrudin, Warga Muhammadiyah Tinggal di Magelang Kota JA....

Suara Muhammadiyah

19 February 2024

Wawasan

Menuju Kesiapan Hidup Berumah Tangga Oleh: Teguh Pamungkas, Penyuluh Keluarga Berencana Perwakilan ....

Suara Muhammadiyah

5 April 2024

Wawasan

Oleh: Said Romadlan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta   ....

Suara Muhammadiyah

12 January 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah