Bersenang-senang dalam Islam

Publish

1 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1858
sumber gambar: pixabay.com

sumber gambar: pixabay.com

Oleh: Donny Syofyan

Islam menjadikan kesenangan dan kenikmatan sebagai bagian dari agama. Apa artinya? Ini berarti bahwa bersenang-senang adalah bagian dari keislaman seorang. Bersenang-senang  bukanlah konsep di luar Islam, sehingga kita harus memilih; menjadi religius atau menjadi orang yang suka bersenang-senang. Padahal seorang Muslim bisa menjadi keduanya, tanpa terperangkap mesti memilih salah satu di antaranya.

Seringkali kita menganggap orang-orang beragama sebagai sosok yang serius. Yang terbayang dalam benak orang bahwa para imam, mullah dan pemimpin agama pada umumnya berwajah batu, bertampang serius. Terkadang banyak yang tegang dan gugup ketika berhadapan dengan tokoh-tokoh agama. Gambaran yang sama juga kita bisa temui atau baca dalam agama-agama lain. Dalam Perjanjian Lama, nyaris tidak ditemukan apa pun yang mengatakan bahwa Musa tertawa.

Hal yang sama juga dengan Yesus. Dalam Alkitab Yesus tidak pernah ditemukan tertawa atau bersenang-senang, bahkan murid-muridnya juga. Mereka semua dilukiskan melakukan pekerjaan serius, sibuk berkhotbah, dan sebagainya. Bekerja artinya keseriusan. Pada saat yang sama, kita juga menemukan bahwa Musa marah dan Yesus terkadang juga marah. Sisi keseriusan lebih ditekankan daripada gambaran sebagai sosok yang menyenangkan ketika berbicara tentang pesan agama. Bahkan sementara kaum Muslimin juga terjebak dengan asumsi dasar bahwa seorang imam dan ulama haruslah figur-figur yang serius.

Inilah asumsi yang keliru. Sebenarnya, ketika kita masuk lebih dalam, kita akan menyadari bahwa Islam menyambut aktivitas bersenang-senang sebagai bagian religiusitas. Diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi SAW didekati oleh salah satu sahabatnya yang merasa gelisah karena ketika dia berada dekat Rasulllah, dia serius. Begitu dia pulang ke rumah, dia tertawa dan suka bersenang-senang dengan keluarganya. Lalu Nabi SAW meyakinkannya bahwa hal demikian tidak apa-apa. Ada waktu untuk serius dan ada ada masa juga untuk tertawa dan menjadi periang. Jadi bersenang-senang itu halal dan bagian dari seorang Muslim yang baik. 

Bahkan diriwayatkan bahwa Nabi SAW juga tertawa pada sejumlah kesempatan. Beliau pernah menceritakan satu atau dua lelucon. Nabi SAW menggunakan kecerdasan dan humor untuk meringankan percakapan antara dia dan para sahabatnya. Misalnya, ketika Nabi SAW memberi tahu seorang nenek bahwa nenek-nenek tidak masuk surga. Sang nenek terpana sejenak hingga Nabi menjelaskan bahwa semua orang yang masuk surga menjadi muda kembali. Akhirnya nenek itu tertawa. Rasulullah adakalanya berupaya meringankan momen dalam percakapan, nasihat atau sabdanya dengan umat.

Nabi SAW sendiri diketahui membolehkan permainan rebana, terutama pada hari Idul Fitri. Di banyak negara-negara Muslim, sekarang rebana sering digunakan dalam pesta pernikahan dan sebagainya. Diriwayatkan juga bahwa pada hari Idul Fitri, Nabi berbaring dan dua gadis bernyanyi dan memukul rebana. Abu Bakar berusaha mencegah mereka, tetapi Nabi berkata, "Biarkan mereka karena ini adalah hari Idul Fitri. Ini adalah hari hari bersenang-senang." Beliau menyebutnya dengan istilah bahjah (بَهْجَة), yang berarti kenikmatan, kesenangan, atau perayaan. Nabi SAW mengizinkan perayaan dan kegembiraan, terutama pada hari Idul Fitri dan acara-acara khusus lainnya.

Apa artinya? Ini berarti bahwa Allah menyambut kita sebagai manusia yang memiliki dua sisi kita. Di satu sisi, kita ingin menyenangkan Tuhan. Kita serius dalam beragama dan beribadah. Kita juga serius dalam sumpah-sumpah kita, dan lain-lain. Tetapi pada saat yang sama, kita perlu bersenang-senang. Kita perlu relaks dan menyenangkan diri sendiri secara halal.

Tatkala Idul Fitri menjelang, Al-Qur’an mengingatkan kita bahwa Allah memerintahkan kita menyelesaikan jumlah hari puasa dan bersyukur kepada-Nya. Ini disebutkan dalam Kitabullah, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur” (QS 2:185).

Itulah yang kita lakukan pada hari Idul Fitri. Kita merayakan dan mengumandangkan pujian kepada Allah. Kita pergi shalat Idul Fitri dengan bertakbir. Di beberapa negara, masjid-masjid menyediakan balon dan mainan untuk anak-anak. Ini untuk menciptakan suasana yang menggembirakan. Ada juga permen yang dibagi-bagikan, bahkan permainan untuk anak-anak, seperti kastil goyang. Jadi biarkan itu menjadi hari yang menyenangkan dan jadikanlah kesenangan menjadi bagian dari agama kita.

Nabi SAW juga mendorong umat Islam untuk berolahraga. Beliau sangat suka berenang, menunggang kuda dan memanah. Diketahu bahwa kadang-kadang beliau juga balapan bersama istrinya, Aisyah. Dalam riwayat beliau tercatat melakukannya dua kali. Pada suatu kesempatan, orang-orang Habsyah melakukan semacam tarian rakyat dengan tombak dan perisai di masjid Nabi. Saat itu Nabi berdiri di ambang pintu. Beliau tidak hanya membiarkannya tetapi juga ikut menyaksikannya bersama Aisyah.

Semua ini menunjukkan bahwa Nabi SAW memiliki sikap sarat toleransi. Beliau adalah figur yang menaruh perhatian kepada kehidupan akhirat, yang merupakan urusan sangat serius. Beliau memiliki misi untuk menyampaikan dakwah pesan kepada manusia, dan ini tugas yang sangat berat. Beliau mengabdikan diri untuk itu. Tetapi pada saat yang sama, Nabi SAW punya waktu untuk relaks dengan menggunakan kecerdasan dan humor. Beliau ikut dalam perlombaan dan bahkan dalam pertandingan gulat, tentu dengan cara-cara yang bersahabat, dengan seorang pria yang bertubuh besar dan menantangnya untuk melakukan pertarungan.

Jadi Nabi SAW melakukan semua itu. Itu menunjukkan bahwa kita dapat menggabungkan religiusitas dengan aktivitas bersenang-senang yang baik, halal, bersih. Ini adalah salah satu alasan baik dan indahnya menjadi seorang Muslim. Itu membuat kita menjadi holistik, tidak serius sepanjang waktu, tetapi juga bersenang-senang. Itu membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik karena kita menjadi orang yang lebih bahagia. Kita lebih produktif. Kita tidak hanya mampu menjaga diri sendiri tetapi juga menjaga orang-orang di sekitar. Kita mencerahkan hari-hari mereka dengan senyum dan tawa, dengan kecerdasan dan humor. Allahu Akbar.

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Pentingnya Menjaga Batik sebagai Warisan Budaya dan Pilar Ekonomi Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat ....

Suara Muhammadiyah

2 October 2024

Wawasan

Oleh: Mu’arif “Bukan H. Akis, tapi H. Anis,” demikian tulis Mh. Djamaluddin Anis ....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Wawasan

Oleh: Suko Wahyudi Kehidupan dunia adalah sementara, yang kekal hanyalah kehidupan akhirat. Namun, ....

Suara Muhammadiyah

5 December 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Allah berfirman, “Apabila....

Suara Muhammadiyah

26 January 2024

Wawasan

Kelas Bawah Mu dan Solusinya Oleh: Saidun Derani, Dosen UM-Surby, UM-T dan UIN Syahid Jakarta, akti....

Suara Muhammadiyah

26 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah