Takziah Tetangga

Publish

5 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
117
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Takziah Tetangga

Oleh: Mohammad Fakhrudin

Telah kita ketahui bahwa memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya merupakan butir (1) dari 11 butir perilaku hidup bertetangga yang menjadi panduan warga Muhammadiyah khususnya. Hal itu dijelaskan di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456). Idealnya kesebelas butir itu menjadi panduan bagi muslim mukmin umumnya.

Dalam hubungannya dengan memperlakukan tetangga dengan sebaik-baiknya, telah diuraikan dua hal pokok, yaitu (1) menebar kedamaian dan (2) menjenguk tetangga yang sakit. Di dalam kajian ini diuraikan takziah tetangga.

Bertakziah Tetangga pada Era Modern

Pada era modern takziah dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Kita dapat takziah dengan hadir secara fisik. Dalam keadaan tertentu kita takziah melalui telepon atau melalui media sosial.

Meskipun tetangga yang meninggal tinggal di dekat rumah kita, belum tentu kita dapat takziah secara fisik sebelum jenazah dimakamkan. Bahkan, sangat mungkin kita baru dapat takziah selang sehari atau dua hari. Hal itu berkaitan dengan pekerjaan atau kesibukan lain. Dokter yang telah terjadwal melakukan operasi, pejabat yang telah terjadwal mengadakan rapat dinas, pilot yang terjadwal menerbangkan pesawat, atau tenaga profesional lain yang terikat ketat oleh jadwal adalah orang-orang yang kiranya dapat kita maklumi uzurnya.

Mereka itulah yang sering memanfaatkan telepon atau media sosial untuk takziah tetangganya. Malahan, takziah untuk keluarganya pun dilakukan dengan cara demikian.

Mengucapkan dan/atau Menulis Kalimat Takziah yang Benar

Dalam kehidupan sehari-hari, ucapan takziah yang sering digunakan, antara lain, adalah sebagai berikut.

(1)

اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ
للَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ 
(jika yang meningga  laki-laki)

اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهاَ وَارْحَمْهاَ وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهاَ 
(jika yang meninggal perempuan)

(2) 
“Ikut berduka cita atas meninggalnya (disebut namanya). Semoga amal salehnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala dosanya diampuni.”

(3) 
“Ikut bela sungkawa atas meninggalnya (disebut namanya). Semoga amal salehnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala dosanya diampuni.”

(4)
“Innalillahi wa innna ilaihi raji’un. “Ikut berduka cita atas meninggalnya (disebut namanya). Semoga amal salehnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala dosanya diampuni.”

Kadang-kadang ada juga yang mengucapkan dan/atau menulis,

(5)
“Innalillahi wa innalillahi raji'un. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya.”

(6)
“Innalillahi wainnalillahi rajiun. Semoga almarhum diampuni dari segala khilafnya. Aamiin. Dan untuk keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan kesabaran serta keikhlasan seluas samudra.”

Perlu kita pahami bahwa ucapan dan/atau tulisan “Innalillahi wainnalillahi rajiun” salah. Yang betul adalah 

اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ

Di dalam contoh ucapan takziah tersebut terdapat kata “semoga”. Agar sesuai dengan doa tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kata itu tidak kita gunakan. Kata yang kita gunakan adalah,  “Ya, Allah!” karena beliau menggunakan kalimat, اَللَّهُمَّ yang artinya, “Ya, Allah!”
 
Sementara itu, di dalam ucapan takziah (6) terdapat kalimat, “Semoga almarhum diampuni dari segala khilafnya.” Kalimat tersebut perlu kita pahami dari segi maknanya, Dari segi maknanya, kalimat itu lebih tepat jika kita bandingkan dengan kalimat, 

(a)
“Semoga amal salehnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala dosanya diampuni” 

atau 

(b)
“Semoga amal salehnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala dosanya diampuni.”

Di dalam kalimat,  “Semoga almarhum diampuni dari segala khilafnya” terkandung makna bahwa yang diampuni adalah almarhum (orang yang meninggal), sedangkan di dalam kalimat (a) dan (b) terkandung makna bahwa yang diampuni adalah dosa, bukan almarhum (orang yang meninggal).

Berdasarkan ketepatan makna, semestinya kita menggunakan kalimat, “Ya, Allah. Ampuni dia atas segala khilafnya dan terimalah amal salehnya” atau “Ya, Allah! Ampuni dia atas segala dosanya dan terimalah amal salehnya.” 

Sering ada juga ucapan, "Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran." Penggunaan kata "diberikan" di dalam kalimat itu salah. Yang betul adalah "diberi". Dengan demikian, agar konsisten, kalimat yang betul adalah, 

"Ya, Allah! Berilah keluarga yang ditinggalkan kesabaran."

atau

"Ya, Allah. Berikanlah kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkan."

Ucapan takziah yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat di dalam HR al-Bukhari dan Muslim adalah

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ ، وَلَهُ مَا أَعْطَى ، وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“Sesungguhnya, milik Allah apa yang diambil dan bagi-Nya apa yang diberikan. Segala sesuatu di sisi-Nya ajal yang telah ditentukan, maka bersabarlah dan berharap (pahala dari-Nya).” 

Namun, ucapan atau tulisan itu justru sangat jarang digunakan. Karena dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, semestinya ucapan dan/atau tulisan tersebut yang kita gunakan. Ucapan tersebut menjadi sangat lengkap jika diikuti doa,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّار.

آمِين يَا رَبّ الْعَالَمِينَ .

“Ya, Allah! Ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia dan maafkanlah kesalahannya. Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah dia dari dosa-dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Berilah dia rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Lindungilah dia dari siksa kubur dan azab neraka.”

Menyalati Jenazah

Hukum salat jenazah adalah fardu kifayah, yakni kewajiban bersama bagi mukalaf yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebagian di antara mereka, mukalaf yang lain bebas dari kewajiban itu. Namun, dengan memahami keutamaan menyalati jenazah kiranya setiap muslim mukmin yang tidak mempunyai uzur syar’i harus berusaha agar dapat mengerjakannya. Berkaitan dengan itu, sangat bagus jika laki-laki dan perempuan muslim mukmin yang akan takziah telah mempersiapkan diri untuk salat jenazah.

Banyak keutamaan bagi muslim mukmin yang mengerjakan salat jenazah dan juga bagi orang yang meninggal. Keutamaan bagi mereka yang menyalati dapat kita ketahui di dalam HR al-Bukhari dan HR Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّىَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ  . قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ  مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ

"Barang siapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyalatinya, maka baginya satu qirath. Lalu barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qirath.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qirath?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qirath itu semisal dua gunung yang besar.” 

Keutamaan bagi muslim mukmin yang meninggal yang disalati dapat kita ketahui di dalam HR Muslim. Dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّى عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلاَّ شُفِّعُوا فِيهِ
“Tidaklah seorang mayit disalati (dengan salat jenazah) oleh sekelompok kaum muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberikan syafaat (mendoakan kebaikan untuknya), maka syafaat (doa mereka) akan diperkenankan.”
 
Sementara tu, di dalam HR Muslim berikut ini dijelaskan,

عن ابن عباس قال : فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : مَا مِنْ
رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا إِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيهِ [رواه مسلم]

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, Sesungguhnya, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu empat puluh orang berdiri menyalati jenazahnya, mereka tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat melalui mereka pada orang yang meninggal tersebut.” 

Dari kedua hadis tersebut, kita ketahui tentang keutamaan salat jenazah bagi orang meninggal yang disalati, yaitu memperoleh syafaat (doa kebaikan). Di samping itu, dari kedua hadis itu kita ketahui pula jumlah muslim mukmin yang mengerjakan salat jenazah, yakni pada HR Muslim pertama adalah 100 orang, sedangkan pada HR Muslim kedua adalah 40 orang.  

Di dalam Suara Muhammadiyah nomor 13 Tahun 2014 dijelaskan bahwa inti tuntunan tentang jumlah muslim mukmin yang mengerjakan salat jenazah adalah sebanyak-banyaknya. Penjelasan itu merujuk kepada hadis sahih berikut ini.

عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ : أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ دَعَا رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى عُمَيْرِ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ حِينَ تُوُفِّىَ فَأَتَاهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى عَلَيْهِ فِى مَنْزِلِهِمْ فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَ أَبُو طَلْحَةَ وَرَاءَهُ وَأُمُّ سُلَيْمٍ وَرَاءَ أَبِى طَلْحَةَ وَلَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ غَيْرُهُمُ [رواه الطحاوى و الطبرانى و الحاكم و البيهقى]

"Diriwayatkan dari Ishaq ibn Abdullah ibn Abu Thalhah dari ayahnya bahwasanya Abu Thalhah pernah meminta Rasulullah (untuk menyalat jenazah) Umair ibn Abu Thalhah ketika ia wafat. Rasulullah mendatangi jenazah Umair dan menyalatinya di rumah mereka. Rasulullah maju (berada di posisi imam). Abu Thalhah di belakang beliau. Ummu Sulaim di belakang Abu Thalhah. Tidak ada jamaah lain selain mereka.”

Selama ini ada pemahaman bahwa saf salat jenazah diatur menjadi minimal tiga saf. Hal itu dilakukan dengan merujuk kepada hadis berikut ini. 

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَيُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِى حَبِيبٍ عَنْ مَرْثَدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْيَزَنِىِّ قَالَ كَانَ مَالِكُ بْنُ هُبَيْرَةَ إِذَا صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَتَقَالَّ النَّاسَ عَلَيْهَا جَزَّأَهُمْ ثَلاَثَةَ أَجْزَاءٍ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلاَثَةُ صُفُوفٍ فَقَدْ أَوْجَبَ [رواه ابن ماجه و ابو داود و الترمذى و الرويانى و ابو يعلى و ابو بكر الشافعى و الحاكم و البيهقى]

“at-Tirmizi meriwayatkan (lafal ini miliknya) bahwa Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Abdullah ibn al-Mubarak dan Yunus ibn Bukair menceritakan kepada kami, dari Muhammad ibn Ishaq dari Yazid ibn Abi Habib, dari Martsad ibn Abdullah al-Yazaniy. Ia berkata, Malik Ibn Hubairah apabila menyalati jenazah dan dianggapnya sedikit orang-orang yang ikut menyalati itu, maka mereka itu dibaginya menjadi tiga bagian (tiga baris). Kemudian, ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang disalati oleh tiga saf, maka ia telah wajib  (mendapatkan surga).” 

Berkaitan dengan hadis tersebut, di dalam “Fatwa Hadits tentang Pengaturan Shalat Jenazah Menjadi 3 Shaf” yang diterbitkan di dalam Suara Muhamadiyah edisi nomor 13 Tahun 2014, disimpulkan bahwa tidak ada keterangan yang dapat diverifikasi terkait dengan alasan para ulama menaikkan hadis tersebut dari daif (karena keberadaan Muhammad ibn Ishaq) menjadi hasan. Dijelaskan selanjutnya bahwa telah ditemukan sejumlah komentar negatif dari para ulama hadis tentang Muhammad ibn Ishaq. 

Ketika takziah semestinya kita lebih banyak merenung  tentang kematian bahwa "Mati tak pernah kompromi dengan siapa pun, kapan pun, di mana pun, dan bagaimana pun. Mati tak selalu melalui tua atau sakit dulu, dapat datang kala menyanyi atau mengaji, bermaksiat atau beribadat, nyinyir atau zikir, marah atau ramah." 

Dalam kenyataan ada muslim mukmin yang sedang takziah, tetapi berbicara dan tertawa lepas. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan tujuan takziah. Harus kita pahami baik-baik bahwa menghibur "keluarga duka" berbeda dari menghibur "keluarga suka".

Ikut Mengantar Jenazah ke Makam

Dengan merujuk kepada hadis tentang keutamaan takziah, sangat baik jika kita dapat ikut mengantarkan jenazah sampai ke makam. Dalam hubungannya dengan mengantarkan jenazah ke makam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaiamana terdapat di dalam HR Abu Daud dan HR Ahmad, 

لَا تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ وَلَا نَارٍ

“Janganlah jenazah diiringi dengan suara atau pun api.”

Bismillah! Mari, kita ikuti contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Memahami Hari Kiamat Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Apa seben....

Suara Muhammadiyah

1 March 2024

Wawasan

Menjaga Lisan dalam Kehidupan Penulis: Suko Wahyudi, PRM Timuran Dalam kehidupan sehari-hari, lisa....

Suara Muhammadiyah

14 December 2024

Wawasan

Pandangan Masyarakat Sekitar “Kisruh” Muhammadiyah Vs BSI Oleh: Muhammad Akhyar Adnan, ....

Suara Muhammadiyah

10 July 2024

Wawasan

Mencari Dunia Tanpa Harus Melupakan Akhirat Oleh: Suko Wahyudi,  PRM Timuran Yogyakarta  ....

Suara Muhammadiyah

25 January 2025

Wawasan

Oleh: Cristoffer Veron Purnomo, Reporter Suara Muhammadiyah Betapa cepatnya kilatan waktu berlalu, ....

Suara Muhammadiyah

31 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah