TEGAL, Suara Muhammadiyah - Jawa Tengah (2/09/2024) - Ketua Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) Drs. Achmad Su'ud, M.Si meminta kompensasi pemerintah atas implementasi UU No 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengharuskan koperasi dan koperasi syariah melakukan self declare atau pernyataan mandiri.
"Kompensasi itu bukan sekedar koperasi seperti BTM harus memilih close loop atau open loop saja. Tapi ada insentif berupa reward dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah ketika koperasi mengimplementasikan regulasi itu,"katanya di acara pelatihan Pengurus, Pengawas dan Dewan Pengawas Syariah BTM Primer se Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Pusat BTM Jawa Tengah kemarin Sabtu – Ahad (31 Agustus - 1 September 2024) di Guci - Tegal Jawa Tengah.
Diakui oleh Su'ud, dari hasil self declare close loop atau open loop di koperasi BTM semua ada. Apalagi di jaringan BTM se - Jawa Tengah, sebelum regulasi itu diterbitkan sudah ada 8 BTM yang menjadi Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) di bawah otoritas Kementerian Koperasi dan UKM dan 5 BTM yang menjadi koperasi LKMS (Lembaga Keuangan MIkro Syariah) di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski demikian masih banyak jaringan BTM di luar Jawa Tengah masih gamang terkait dengan regulasi itu. Untuk itu pemerintah tak boleh hanya sekedar menerbitkan regulasi saja tanpa sebuah pendampingan dan kemudahan bagi para pelaku koperasi syariah seperti BTM. Begitu juga bagi yang sudah melaksanakannnya juga diberikan kompensasi sebagai bentuk penghargaan.
Terkait dengan pilihan close loop dan open loop bagi BTM ada kelebihan dan kelemahannya dalam perspektif regulasi. Dari sisi kelebihannya bagi pilihan close loop, ruang lingkupnya hanya pelayanan kepada para anggota saja dan tidak boleh non anggota. Sementara dalam bisnis koperasi rata – rata yang banyak mengakses pelayanan adalah para non anggota dibandingkan dengan para anggota. Begitu juga bagi pilihan open loop meski memiliki kelebihan melayani anggota dan non anggota tapi dari segi bisnis koperasi juga kurang bagus. Dikarenakan regulasinya di bawah OJK maka perlakuan koperasi LKMS itu disamakan dengan BPR/BPRS dimana setiap tahun harus mencadangkan modal koperasi untuk solvabilitas sehingga dampaknya keuntungan bisnis yang selama ini diperoleh kurang bisa dinikmati oleh para koperasi secara maksimal.
“Jadi dampak implementasi UU P2SK bagi BTM ada plus dan minus nya dan itu harus disikapi bersama bagi pengurus, pengelola BTM, pengawas dan dewan pengawas syariah. Sehingga BTM bisa berkembang di tengah regulasi baru”terang Su’ud.
Sementara Ketua Pusat BTM Jawa Tengah Drs. Ahmad Sakhowi ME, mengatakan, salah satu tujuan diselenggarakan pelatihan ini agar para pengurus, pengawas dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) BTM memiliki kemampuan dalam membaca laporan keuangan, pengawasan pengelolaan BTM, dan mampu memberikan kebijakan dalam pengembangan BTM masing – masing. Dengan demikian peran pengurus, pengawas dan DPS bisa menjadi peran strategis untuk pengembangan BTM yang selama ini dikenal sebagai pusat keuangan Muhammadiyah.
Kemudian khusus dengan DPS BTM, ia berharap agar para DPS mampu berperan aktif dalam pengembangan akad – akad syariah, baik untuk produk pembiayaan dan produk penempatan BTM. Di acara pelatihan yang dihadiri oleh 100 lebih peserta ini juga ada materi tentang berbagai macam jenis akad – akad yang actual dan bisa dikembangkan di BTM sesuai dengan kebutuhan pembiayaan para anggota. “Untuk itu kami berharap output acara ini para peserta mampu mentransformasikan di BTM mereka,” ucap Sakhowi.