Oleh: Cristoffer Veron P. Reporter Suara Muhammadiyah. Kader Muda Muhammadiyah
Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih cita-cita. Tinggal bagaimana doa serta usaha untuk meraihnya. Salah satu cita-cita yang diimpikan banyak orang, khususnya umat Islam adalah menunaikan ibadah haji di tanah suci. Ibadah haji sangat dinanti, karena rukun Islam yang kelima ini tidak setiap Muslimin dan Muslimat mampu menunaikannya. Hanya mereka yang berkecukupan dan memiliki niatan kuat niscaya dapat memenuhi panggilan sebagai tamu Allah.
Jutaan Muslimin dan Muslimat dari lintas buana saling bertemu. Tidak ada yang saling kenal, tetapi justru dipersatukan dalam ikatan ukhuwah yang kuat. Melalui ibadah ini, meniscayakan semua umat untuk ditempa agar bisa berinteraksi tanpa diskriminasi.
Serupa diketengahkan Deni Asy’ari (2019) bahwa implementasi ibadah haji bukan semata-mata hubungan dengan Sang Khalik, tetapi ia juga memiliki arti sosial yang cukup penting dalam hubungan antarsesama manusia. Melalui ibadah ini, umat Islam diajarkan nilai-nilai persamaan dan kesetaraan. Di sinilah semua orang dari berbagai negara, suku, dan ras, berkumpul dalam keadaan yang sama.
Suasana luar biasa tercipta bagi mereka yang menunaikan ibadah haji. Yaitu pembuktian syukur tertinggi kepada Tuhan. Dari dulu yang jarang bersyukur, tetapi setelah diberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, ekspresi kesyukuran begitu kentara terpancar dari dalam jiwa. Bahkan disertai dengan syukur menerima panggilan Tuhan untuk menunaikan ibadah mulia tersebut di dua kota suci.
Tidak ada yang tahu seperti apa skenario Tuhan. Manusia hanya bisa menjalaninya sesuai jalan yang dibentangkan-Nya. Yang kadang-kadang dipinta dan diharapkan, hanyalah fatamorgana bahkan jauh panggang dari api. Tetapi, tidak menutup kemungkinan, semuanya menjadi kenyataan, selama menjadi kehendak-Nya. Lantas, mengapa sampai manusia banyak yang tidak mau percaya dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim itu?
Kadang-kadang panggilan-Nya datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Yang amat mengherankan adalah tidak meminta, tetapi diberi kesempatan. Sementara, banyak berdoa, tetapi sampai sekarang tidak diberikan kesempatan. Ada apa gerangan? Apakah Tuhan tidak adil? Jika Tuhan adil, mengapa tidak semua umat Muslim dipanggil untuk menunaikan ibadah haji secara serempak? Sebenarnya, ada apa dibalik misteri skenario Tuhan ini?
Deretan pertanyaan retorik ini laik dilontarkan. Selain dari ruang berkontemplasi, di saat bersamaan juga menjadi ajang kita untuk menata diri. Jika diperhatikan secara saksama, roda kehidupan terus berputar setiap saat. Laksana bola yang tak henti-hentinya menggelinding. Hidup dipergilirkan Tuhan. Semua ada kesempatan yang sama, tinggal menunggu waktunya saja. Jika telah tiba waktunya, semua yang dicita-citakan pasti dapat terwujudkan.
Di situlah letak ikhtiar manusia. Ikhtiar akan terasa dengan sendirinya oleh masing-masing dari kita. Orang yang berikhtiar, akan dinilai Tuhan sebagai makhluk yang tidak sekadar meminta begitu saja. Tetapi, ada kerja keras yang dilakukan meski sarat riak-riak kecil sebagai manifestasi dari ujian dan tantangan yang harus dihadapi. Tuhan menginginkan agar setiap hamba-Nya selalu berikhtiar seraya bekerja keras agar segala hal yang dicita-citakan dapat terwujud.
Kita terkungkung dalam tempo yang sangat pendek. Tempo dua puluh empat jam dirasa masing kurang. Lebih-lebih bagi para pekerja kantoran, niscaya membutuhkan waktu panjang agar tumpukan pekerjaan dapat diselesaikan sehingga tidak menambah beban pikiran di hari esoknya.
Tersedianya waktu saat ini menandakan kita harus memanfaatkannya sedemikian rupa agar dapat bermanfaat kehidupan itu. Bukan kehidupan sia-sia yang dirasakan yang muaranya melahirkan kerugian dan penyesalan semata. Seperti konteks haji, jika ingin terwujud cita-cita mulia itu, maka perlu kerja keras dan perjuangan dengan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana diingatkan Cendekiawan Yudi Latif dalam Belajar Merunduk, "Para pemimpi sejati menyadari, tak ada pencapaian tanpa penanaman, tanpa proses pengolahan dalam lumpur waktu. Barang siapa tak berkeringat menanam dan merawat bunga harapan, tak dapat menikmati indahnya taman masa depan."
Praktik yang dilakukan selain berdoa, juga dengan menabung. Menabung menjadi langkah strategis untuk mewujudkan cita-cita menunaikan ibadah haji. Tanpa menabung hanya sebuah kemusykilan semata. Ibadah ini tidak gratis, berbiaya super mahal. Biayanya melampaui biaya anak sekolah. Menukil data dari detik.com (25/8/2024) melaporkan, biaya naik haji tahun 2024 untuk jamaah reguler rata-rata Rp 56 juta. Jumlah ini meningkat dari tahun 2023 sebesar Rp 49,8 juta. Besaran itu adalah 60 persen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 yang mencapai RP 93.410.286 per-jamaah. Adapun, 40 persen sisanya ditanggung oleh pemerintah dari dana nilai manfaat.
Selain itu, dari masa tunggunya pun luar biasa lama. Masih dalam sumber yang sama, disebutkan estimasi masa tunggu haji reguler di Indonesia antara 11-47 tahun. Jika calon jamaah haji mendaftar tahun 2024, maka estimasi keberangkatannya adalah tahun 2035-2071. Lama bukan? Jelas lama nian.
Melihat dua realita ini, maka alangkah tepatnya kita melakukan persiapan sedari sekarang. Yakni menabung untuk menyelesaikan pembiayaan haji, selain daripada mempersiapkan kesiapan spiritual, mental, dan fisik. Dan tidak perlu berwalang hati, dana haji jamaah haji tersimpan dengan aman karena sudah ada badan khusus yang dibentuk pemerintah untuk mengatur soal ini, yakni Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan keuangan haji berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel (bpkh.go.id).
Dalam Ruang Dialog BPKH kerja sama dengan Suara Muhammadiyah dengan BPKH bertajuk “Harmonisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia” di Lantai 3 Ruang Ballroom SM Tower Malioboro Yogyakarta, Jumat (17/5/2024), Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah mengatakan, saat ini BPKH mengelola 165 triliun rupiah dana haji yang terdiri dari setoran awal keberangkatan haji dari total total jamaah sebanyak 5,2 juta.
“Jadi kalau dihitung 5,2 juta dikalikan 25 juta rupiah, itulah dana yang kami kelola, plus dengan nilai manfaat atau hasil investasi yang selama ini kita kelola,” ujarnya.
Ditambahkan Fadlul, “Nilai manfaat naik 12 persen menjadi Rp 12,89 triliun,” imbuhnya. Dipertegaskan lagi, tahun depan subsidi biaya haji maksimal 30 persen dari total nilai manfaat. Jadi, dengan asumsi total nilai manfaat 12,89 persen yang digunakan untuk subsidi biaya haji sekitar 3,6 triliun (Jawa Pos, Rabu (25/9/2024)).
Di situlah relevansinya BPKH. Kehadiran BPKH itu sangat penting. BPKH memainkan peranannya yang sangat strategis di dalam pengelolaan keuangan haji. Yakni melakukan investasi untuk mendapat nilai manfaat bagi jamaah. Meningatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan meningkatkan nilai manfaat bagi kemaslahatan umat Islam Indonesia (Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 11/109 1-15 Juni 2024).
Dengan adanya BPKH, umat Muslim yang ingin menunaikan ibadah haji tidak perlu lagi risau atau khawatir lagi. Karena BPKH selalu mengedepankan profesionalitas dalam mengelola dana haji milik umat. “Membangun kepercayaan melalui pengelolaan sistem keuangan yang transparan dan modern,” demikian salah satu misi utama dari BPKH.
Dapatlah kita rasakan dalam hati nurani sebuah kesempatan semua umat Muslim untuk menunaikan ibadah haji. Karena BPKH menjamin keamanan dana haji milik jamaah haji. Mungkin sekali lagi dipertegaskan ulang, segeralah menabung sekarang juga. Tabungan yang diorientasikan untuk menunaikan ibadah haji akan terjaga keamanannya karena telah dikelola secara bertanggung jawab oleh BPKH dengan mengedepankan prinsip syariah yang diawasi secara ketat, transparan, dan akuntabel.
Ini bukan soal menabung biasa. Ini menabung benih harapan. Bahwa semua orang bisa menunaikan ibadah haji. Tuhan telah memanggil semua hamba-Nya. Tinggal bagaimana hamba itu merespons panggilan-Nya dengan ikhtiar yang ditopang dengan usaha begitu rupa. Tanpa usaha, menjadi kemusykilan yang niscaya.
Kita harus yakin kesempatan itu akan tiba. Lewat ikhtiar dan doa, hatta Tuhan akan membukakan jalan-Nya untuk semua hamba, bahkan dari arah yang tidak disangka-sangka: menunaikan ibadah haji. Dan klimaksnya menjadi haji mabrur sebagai jalan menuju surga. “Dan haji mabrur tidak ada balasannya yang pantas baginya selain surga,” kata Nabi Muhammad Saw.
Di antara indikasi mabrurnya haji adalah gemar berbuat baik terhadap sesama. Tindakan dan lakunya selalu memancarkan kesalihan. Maka, kerahkan segala kemampuan untuk meraih haji mabrur. “Haji yang bukan atribut, tetapi perilaku yang serba baik dan memancarkan kebaikan. Haji mabrur harus membentuk pribadi yang mabrur, dan kemabruran identik dengan ketakwaan, dengan ihsan menjadi orang yang muhsin dan seluruh nilai puncak keutamaan sebagai insan Muslim,” tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
Pendek kata, semua ada kesempatan yang Tuhan berikan. Dan haji adalah salah satu manifestasi dari kesempatan tersebut. Haji bukan panggilan biasa, tapi panggilan Tuhan kepada seorang hamba. Di balik setiap panggilan-Nya, tersimpan bongkahan mutiara hikmah dan ibrah kehidupan sarat berharga yang mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur, berikhtiar, dan berbuat ihsan sebagaimana diteladankan Nabi Akhir Zaman semasa hidupnya. Moga-moga kita menjadi bagian dari golongan umat Muslim yang mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji. Dan pada akhirnya mampu meraih predikat mabrur memancarkan kebaikan-kabaikan utama yang mencerahkan jagat semesta raya.