Buya Hamka dan Tasawuf Moderen

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1835
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Buya Hamka dan Tasawuf Moderen 

Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja, Universitas Al Azhar Indonesia

Indonesia dan Persyarikatan Muhammadiyah patut berbangga, karena dari rahimya lahir tokoh besar sekaligus Pahlawan Nasional Buya Hamka. Buya Hamka namanya layak disejajarkan dengan filsuf al-Allamah Sir Muhammad Iqbal. Buya Hamka menghasilkan pemikiran-pemikiran yang hingga kini masih didiskusikan di lingkungan akademik maupun perbincangan sosial. Semasa hidupnya, Buya Hamka telah melahirkan beragam tulisan baik tafsir al-Qur’an, filsafat, tasawuf, sastra, sejarah, politik, hingga sosial-ekonomi. Pemikiran Buya Hamka telah menginspirasi begitu banyak orang untuk melahirkan karya-karya ilmiah yang mengulas gagasan pemikiran sang al-Allamah Buya Hamka hingga novel bahkan film. 

Salah satu karya agung yang pernah dihasilkan oleh Buya Hamka selain Tafsir Al Azhar adalah Tasawuf Moderen. Tasawuf Moderen tampaknya merupakan bentuk nyata dari kekeringan manusia yang melanda kehidupan sejak masa bangkit dan berkembangnya revolusi industri di penghujung Abad XIX. Memasuki Abad XX tumbuh gerakan mencari nilai-nilai spiritualitas akibat keringnya jiwa manusia sejak digulirkannya industrialisasi. Konsep zuhud perlu dibangun kembali, karena dengan bertasawuf begitu banyak manusia yang mencari pelarian berupa menyepi dan menyendiri dalam goa untuk bermunajat semata kepada Allah (Ulfah, 2016).

Tasawuf bagi Buya Hamka bukanlah perilaku fatalism yang menjauhkan manusia dari dunianya, dan bahkan melahirkan manusia-manusia yang tak peduli pada sesamanya. Problema manusia moderen menurut Hamka adalah problem hilangnya nilai-nilai spiritual manusia. Pelaksanaan beragama manusia moderen yang cenderung legalistik menimbulkan kekeringan nilai spiritual. Disinilah tasawuf berperan menjadi long lasting spiritual values tidak saja bernilai spiritual tetapi juga memenuhi kehidupan duniawi manusia moderen (Amir dan Maksum, 2021).

Pelarian dari dunia materi akibat tekanan represif materialisme yang menghimpit menarik perhatian seorang Hamka. Perilaku tasawuf juga tarekat yang mengajarkan untuk menjauhi dunia coba dibahas secara kritis dalam tulisan beliau yang bertajuk Tasawuf Moderen. Tasawuf dalam perspektif Hamka merupakan studi kritik atas pemahaman tasawuf yang selama ini difahami oleh banyak orang. Bagi Hamka dengan mengutip pendapat al-Junayd, tasawuf dimaknai sebagai keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang terpuji. Tasawuf harus dimaknai pada arti yang sesungguhnya yang sejati (Hamka, 2003:17).

Tasawuf menurut Hamka bukanlah tindakan menyepi di gunung dan menjauhi kehidupan sosio kultural manusia. Tasawuf difungsikan sebagai metode atau cara pembersihan hati (Hamka, 2003: 17). Tasawuf tidak menjadikan manusia menjadi fakir miskin menjauhi harta benda dan kekayaan. Harta benda tetap dibutuhkan oleh manusia, karena tanpanya manusia tidak akan dapat beramal shalih. Tanpa harta manusia tidak akan dapat menjalankan ibadah haji, tanpa harta benda manusia tak dapat berzakat. Tasawuf juga tidak menjadikan manusia tak berpengetahuan dan tak berpendidikan. Karena hilangnya ilmu pengetahuan dan harta benda yang sejatinya harus dimiliki, maka manusia dapat terjerumus dalam tercela (Hamka, 2003:45).

Hamka merekonstruksi gagasan tasawuf dengan mengembalikan tasawuf pada makna yang sejati. Tasawuf yang berasal dari jantung keilmuan Islam meletakkan harta pada posisinya sebagai milik Allah, dan menjadikan manusia tidak bergantung pada harta. Tasawuf bagi Hamka bertujuan menghasilkan akhlaq yang mulia, menjadikan manusia secara aktif tetap bersosialisi dengan sesamanya tanpa kehilangan Tuhan dalam dirinya (al-Faruqi & al-Qossam, 2021).

Salah satu hal yang menarik dalam buku Tasawuf Moderen ini adalah Buya Hamka membentangkan konsep bahagia bagi seorang manusia dari hampir keseluruhan isi buku beliau ini. Bahwa betasawuf bukanlah memunculkan rasa kesedihan, melainkan justru kebahagiaan. Salah satu bahagia yang terjadi ketika manusia mejalankan tasawuf adalah kedekatannya dengan Allah. Beliau mengutip pendapat al-Ghazali, bahwa kebahagiaan tertinggi manusia adalah ketika seseorang mampu mendekat pada Allah. Kebahagiaan muncul ketika manusia mampu mendaki jalan ma’rifat, yaitu mampu manyaksikan keindahanNya (Hamka, 2003: 24).

Kebahagiaan melalui pencapaian ma’rifatullah ini bagi Hamka tidaklah kehilangan esensi manusia sebagai makhluk berperadaban sekaligus juga bermoral tinggi. Manusia dengan menjunjung moralitas tidak memisahkan dirinya dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Tasawuf menurut Hamka berfungsi membangunkan manusia moderen dari tidur spiritualnya yang panjang (Silawati, 2015). Tasawuf moderen yang digagas oleh Hamka adalah upaya rekonstruksi dan jawaban bagi manusia moderen yang selama ini telah begitu mendewakan kehidupan rasional serba materi dengan karakter sekuler. Melalui tasawuf moderen Hamka berupaya mengagas manusia yang berjiwa toleran dengan tingkat moralitas yang tinggi (Fahrudin, et.al., 2020).

Tasawuf menjadi jalan bagi manusia moderen untuk selalu mendekat pada Tuhan di tengah hiruk-pikuk lautan kehidupan moderen manusia. Gerak sosial manusia di tengah dunia yang terus berubah berpotensi menjauhkan dan sekaligus mengasingkan manusia dari Tuhannya. Bahwa manusia bukanlah makhluk teknologi semata, ia adalah makhluk hamba Allah yang bergerak dalam pengamatanNya sekaligus membutuhkanNya. Tasawuf berupaya merekatkan jiwa manusia kepada Allah selaku Zat Yang Maha Agung. Sosok manusia yang diidamkan oleh Buya Hamka adalah tidak tertinggal dalam penguasaan pengetahuan sekaligus sosok yang selalu terikat dengan Tuhannya. 

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 186).


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Mengenal Cultural Violence dan Dampaknya  Oleh : Dr. Amalia Irfani, M.Si, Dosen IAIN Pontianak....

Suara Muhammadiyah

6 July 2024

Wawasan

Pentingnya Menjaga Batik sebagai Warisan Budaya dan Pilar Ekonomi Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat ....

Suara Muhammadiyah

2 October 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Al-Qur`an diturunkan kepada Nab....

Suara Muhammadiyah

5 April 2024

Wawasan

Shalat dan Berkurban sebagai Wujud Syukur Oleh: Mohammad Fakhrudin Sebagai muslim mukmin menyadari....

Suara Muhammadiyah

25 May 2024

Wawasan

Islam dan Perang: Antara Perdamaian dan Pembelaan Diri Donny Syofyan Apakah Islam menganjurkan uma....

Suara Muhammadiyah

9 September 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah