SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H Syamsul Anwar, MA mengingatkan dalam pasal 4 Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam pasal ini secara tegas dikatakan, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bukan gerakan sekuler.
“Muhammadiyah gerakan Islam yang berarti menjadikan agama Islam sebagai basis, koridor, dan tujuan dari gerakan itu sendiri,” ujarnya saat memberikan amanat di wisuda dan pelepasan pengabdian thalabah di Kampus 1 PUTM Kaliurang, Ngipiksari, Pakem, Sleman, Sabtu (24/8).
Menurut Syamsul, gerakan Islam di Muhammadiyah berbuah gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid. “Dakwah di situ bukan hal-halo, kuliah subuh, pengajian, itu namanya tabligh. Tapi upaya melakukan perubahan masyarakat dalam rangka mewujudkan Islam yang sebenar-benarnya. Yaitu masyarakat Islam yang berkemajuan,” jelasnya.
Kata dakwah mencakup seluruh aktivitas. Termasuk dakwah di pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan petani, dan pengkajian agama Islam dan penyebaran ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. “Jadi semua itu (termasuk) dakwah amar makruf nahi mungkar,” ungkapnya.
Dakwah di Muhammadiyah harus selalu berinovasi dan berkreasi. Dakwahnya tidak kaku, beku, tapi harus bisa beradaptasi mengikuti perkembangan zaman. Dakwahnya berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta berasaskan akidah Islami.
“Orang di Muhammadiyah selalu inovatif. Jadi dalam praktik kegiatan (dakwah) tidak inovatif, itu menyalahi pasal 4. Jadi berat tuntutannya. Walaupun semuanya tidak dapat dicapai, tapi berjuang untuk mencapai sejauh yang dapat kita capai,” katanya.
Di samping itu, tantangan dakwah ke depan semakin berat. Salah satu tantangannya adalah pembelokan arah semangat beragama. Pada akhir abad ke-20, sekularisme (pemisahan antara agama dengan segala aspek kehidupan) merajalela. Ditambah, sekarang muncul fenomena zaman destruksi, yakni zaman serba kacau dan centang-perenang.
“Dulu orang percaya Tuhan, sekarang tidak percaya lagi. Prosentase ilmuwan yang tidak percaya Tuhan lebih banyak dari ilmuwan yang percaya dengan keberadaan Tuhan. Perbandingannya 40-60 persen. 40 persen percaya Tuhan dan 60 persen tidak percaya Tuhan,” bebernya.
Semangat beragama harus kembali dibangkitkan. Di sinilah tugas para santri PUTM sebagai kader sekaligus ulama muda Muhammadiyah. Di mana harus berperan aktif dalam menghidupkan kembali nilai-nilai agama yang mulai luruh dari sukma kehidupan umat. Inilah tantangan yang dihadapi oleh santri PUTM di tengah transformasi zaman semakin kompleks.
“Masa yang akan datang banyak tantangan semakin berat yang dihadapi. Dan mereka inilah nanti yang akan berkecimpung menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Semoga mereka sukses,” tegasnya. (Cris)